Daftar isi
Setelah berhasil menguasai wilayah penting di Indonesia melalui agresi militer I. Serangan militer pertama yang diluncurkan Belanda dianggap sangat berhasil. Namun, dalam perkembangannya, Belanda perlu untuk melakukan serangan kedua untuk dapat mencapai tujuannya.
Serangan kedua Belanda di beri nama Agresi Militer Belanda II. Agresi Militer Belanda II bermula pada tanggal 19 Desember 1948. Serangan kedua ini ditujukan ke wilayah Yogyakarta.
Yang mana saat itu ibukota Indonesia berada di wilayah tersebut. Serangan pada ibukota, menyebabkan pemerintah Indonesia membentuk sebuah pemerintahan darurat yang berada di Sumatera.
Berikut pemaparan mengenai peristiwa agresi militer Belanda II.
Agresi Militer Belanda II dipicu karena keinginan Belanda yang terus bersikeras untuk mempertahankan kekuasaannya di Indonesia. Salah satu upaya yang mereka gunakan untuk mendukung hal itu adalah dengan mencari berbagai alasan atau kelalaian yang mampu melanggar kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya.
Ketika penandatanganan perjanjian linggarjati, Belanda sempat menolak dengan meluncurkan agresi militer pertama ke pemerintah Republik Indonesia. Atas hal itu, PBB turun tangan untuk membantu menyelesaikan melalui Komisi Tiga Negara.
Yang mana dalam pertemuan tersebut ditemukan titik temu dan kesepakatan tepat di atas kapal Amerika dari USS Renvile. Kesepakatan itu disebut dengan perjanjian Renvile. Dengan adanya persetujuan itu, Indonesia dan Belanda menyetujui adanya sebuah gencatan senjata di sepanjang daerah garis demarkasi.
Garis demarkasi atau garis Van Mook ini merupakan sebuah garis buatan yang menghubungkan pada pemimpin Belanda. Walaupun, dalam pelaksanaannya masih terdapat beberapa daerah yang dikendalikan oleh partai republik.
Adapun tujuan belanda mengadakan Agresi Militer Belanda II adalah untuk menghancurkan kedaulatan Indonesia melalui serangan militer terhadap ibukota Indonesia saat itu, Yogyakarta. Dengan cara tersebut,belanda mampu menguasai kembali wilayah Indonesia seperti dulu kala.
Sebagai strateginya, Belanda sengaja untuk membuat kondisi pusat di wilayah Indonesia menjadi tidak aman. Sehingga Belanda berharap Indonesia akan menyerah dan mengikuti segala ultimatum yang dilakukan pihak Belanda.
Dalam hal ini, Belanda ingin menunjukan pada dunia Internasional bahwa Indonesia dan para Tentaranya secara de facto sudah tidak ada lagi.
Menurut Kahin, Dalam melancarkan serangannya Belanda mempunyai dua kelompok khusus. Namun, tetap dengan satu kepentingan yang menginginkan negara Indonesia untuk tetap berada di bawah kendali Belanda. Kelompok tersebut yaitu,
Pada tanggal 18 desember 1948, pihak Belanda menyampaikan bahwa Belanda tidak ingin terikat lagi dengan persetujuan renville dan perjanjian gencatan senjata. Pesan itu disampaikan pada delegasi Indonesia yang berada di Jakarta. Saat hendak menyapaikannya ke ibukota, Belanda menghalanginya.
Sehingga berita itu untuk pertama kalinya diterima di Yogyakarta pada pukul 05.30 dengan serangan pesawat bom Belanda. Pertahanan TNI pada saat itu hanya terdiri dari 150 orang pasukan. Yang mana para pasukan tersebut sangat minim dengan persenjataan.
Sehingga mereka hanya membawa beberapa senapan dan satu senapan anti pesawat. Semua persenjataan yang dimiliki oleh TNI dalam keadaan rusak. Pertahanan pangkalan hanya mampu diperkuat dengan satu kompi TNI yang bersenjata lengkap.
Pertempuran dalam upaya untuk merebut Maguwo hanya berlangsung sekitar 25 menit. Dengan kemenangan berada pada pihak Belanda. Kemenangan itu memicu banyak pasukan tempur Belanda yang mendarat di maguwo Yogyakarta.
Serangan terhadap Yogyakarta dimulai dengan pengeboman serta penerjunan pasukan Belanda di bagian pusat kota. Dalam hal ini, Belanda tidak hanya melakukan penyerangan terhadap Yogyakarta, melainkan juga kota lainnya.
Saat menjelang petang, Belanda berhasil mencapai pusat kota istana presiden. Belanda berusaha menggunakan taktik cepat untuk menangkap Soekarno, Hatta, Sjahrir, dan separuh anggota kabinet Republik.
Namun sebelum penangkapan itu, para anggota kabinet telah melakukan sidang darurat. Yang mana dalam keputusannya Presiden memberikan mandat kepada Sjafruddin Prawiranegara untuk membentuk pemerintahan darurat di Bukit Tinggi. Mandat juga diberikan kepada dr. Sudarsono, A. A. Maramis, dan L. N, Palar untuk membentuk exile government di luar negeri.
Hal itu dilakukan untuk mengatasi apabila Sjafruddin Prawiranegara gagal mendirikan PDRI.
Dalam perkembangannya, Belanda meminta agar pemerintah Indonesia menghentikan perlawanannya melalui Soekarno. Namun, Presiden Soekarno menolak mentah mentah permintaan tersebut. Tindakan Soekarno mengakibatkan kemurkaan belanda, Belanda berusaha memisahkan para anggota republik diseluruh Indonesia.
Jatuhnya Yogyakarta ke tangan belanda dan ditangkapnya para pemimpin negara, membuat Penglima Besar Soedirman berkeinginan untuk memimpin perang gerilya. Dalam melakukan perang gerilya, angkatan perang dikomando untuk mengundurkan diri ke luar kota. Perjalanandalam bergerilya ini dilakukan selama delapan bulan.
Dan berhasil ditempuh kurang lebih 1000 km di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tidak jarang Soedirman harus ditandu atau digendong karena dalam keadaan sakit keras.
Setelah berpindah-pindah, rombongan Soedirman akhirnya memutuskan kembali ke Yogyakarta pada tanggal 10 Juli 1949. Disisi lain, Kolonel A.H. Nasution, selaku Panglima Tentara dan Teritorium Jawa menyusun rencana pertahanan rakyat Totaliter yang dikenal sebagai Perintah Siasat No 1.
Pukulan pertama ditujukan pada garis garis komunikasi pasukan Belanda. Pasukan indonesia bersiasat untuk melakukan perusakan terhadap jaringan telepon, jaringan kereta api, dan lain sebagainya. Para anggota TNI yang bertahan mulai melakukan taktik penyerangan.
Serangan terhadap kota Yogyakarta tanggal 1 Maret 1949 dibawah pimpinan Letkol Soeharto membuahkan kemenangan. Hal ini membuktikan kepada dunia luar bahwa TNI dan Republik Indonesia masih eksis dalam melakukan perlawanan. Peristiwa agresi militer Belanda II dikutuk oleh dunia Internasional.
Sehingga atas dasar agresi tersebut, Burma mengusulkan untuk diadakan sebuah konferensi. Konferensi itu hanya dihadiri oleh beberapa negara di kawasan Asia, Afrika, dan Australia. Dalam hal ini, PBB juga mengutuk agresi militer II yang dilakukan Belanda.
Hal itu disebabkan secara tidak langsung Belanda sudah melanggar kesepakatan perjanjian renville yang telah ditandatangani oleh KTN.
Agresi Militer Belanda yang kedua kalinya, tentu masih berdampak fatal pada keberlangsungan pemerintah Indonesia.berikut dampak yang diakibatkan dari serangan agresi militer Belanda II.