Daftar isi
Ahmad Yani atau yang bergelar Jendral TNI Anumerta Ahmad Yani merupakan salah satu komandan Tentara Nasional Angkatan Darat yang menjadi korban dari pemberontakan G 30 S/PKI pada tahun 1965.
Berikut ini akan dibahas mengenai riwayat hidup pahlawan revolusi ini dari mulai kelahiran hingga wafatnya.
Ahmad Yani lahir pada tanggal 19 Juni 1922 di Desa Jenar, Kota Purworejo, Provinsi Jawa Tengah. Ayahnya bernama Wongsoredjo, merupakan seorang pekerja di sebuah pabrik gula milik seorang Belanda. Pada tahun 1927, Ahmad Yani dan keluarganya pindah ke Batavia mengikuti ayahnya yang bekerja ke General Belanda.
Ahmad Yani mulai menempuh pendidikan dasar di HSI (Pendidikan setingkat SD) di kota Bogor. Ia menempuh pendidikan dasar tersebut sampau tahun 1935. Kemudian Ahmad Yani melanjutkan pendidikan MULO (Setingkat SMP) di kelas B Afd. Bogor selama 3 tahun. Setamatnya dari MULO, Ahmad Yani memasuki sekolah setingkat SMA yang disebut AMS di Jakarta sampai kemudian ia berhenti pada tahun 1940. Ahmad Yani meninggalkan sekolah tinggi yang dijalaninya guna melanjutkan pendidikan militernya pada Dinas Topografi Militer di Kota Magelang.
Ketika tentara Jepang datang dan menguasai Indonesia pada tahun 1942, Ahmad Yani dan keluarganya terpaksa kembali ke Jawa Tengah. Di era pendudukan Jepang, Ahmad Yani mengikuti pendidikan dan pelatihan militer Heiho di Magelang, Jawa Tengah. Selesai menjalani pelatihan di Magelang, ia kemudian meminta untuk menjalani pelatihan kembali sebagai Komandan Peleton PETA di Bogor, Jawa Barat. Selesai dari sana, iapun kembali ke Magelang sebagai instruktur.
Pendidikan militer yang dijalani Ahmad Yani tidak berhenti setelah Indonesia mencapai kemerdekaannya. Pada tahun 1955, Ahmad Yani melanjutkan studi militernya di Command and General Staff College di Fort Leaven Worth yang berada di Kansas, Amerika Serikat. Kemudian pada tahun 1956, ia pergi ke Inggris dan menjalani pelatihan di Special Warfare Course.
Peran dan perjuangan Ahmad Yani sebagai seorang tentara militer dimulai ketika Indonesia masih mencoba mempertahankan kemerdekaan yang telah diproklamirkannya. Ahmad Yani kala itu bergabung dengan tentara republik muda dan berjuang melawan kolonial Belanda yang mencoba masuk dan menguasai kembali negara Indonesia.
Pada kurun waktu beberapa bulan setelah deklarasi kemerdekaan, Ahmad Yani membentuk batalion pasukan yang dipimpinnya untuk melawan tentara Inggris di Magelang. Demikian pula ketika melawan Belanda, Ahmad Yani berhasil membawa Pasukannya mempertahankan kota Magelang sehingga ia mendapat julukan sebagai “Juru Selamat Kota Magelang”.
Ahmad Yani juga sangat berperan penting dalam peristiwa Serangan Umum 1 Maret dibawah Letnan Kolonel Soeharto di Yogyakarta. Waktu itu, Ahmad Yani melakukan serangkaian serangan gerilya sejak awal tahun 1949 guna mengalihkan perhatian tentara Belanda.
Setelah Indonesia mendapat pengakuan kedaulatan dan Belanda telah meninggalkan Indonesia, Ahmad Yani tetap memainkan perannya sebagai seorang pejuang dengan ikut serta dalam penumpasan pemberontak di dalam negeri.
Pada tahun 1952, Ahmad Yani dipindahkan ke Tegal, Jawa Tengah, guna memimpin penumpasan pemberontakan Darul Islam yang ingin mendirikan Negara Islam Indonesia. Dalam menjalankan misinya ini, Ahmad Yani membentuk satu pasukan khusus yang diberi nama The Banteng Raiders. Selama 3 tahun upayanya berhasil meruntuhkan satu demi satu upaya pemberontakan Darul Islam.
Setelah menyelesaikan pendidikan militernya di Kansas, Amerika Serikat, pada tahun 1956, Ahmad Yani dipindahkan ke Markas Besar Angkatan Darat di Jakarta dan menjadi staf umu dibawah Jenderal Abdul Haris Nasution. Disini ia menjabat sebagai Asisten Logistik Kepala Staf Angkatan Darat sebelum kemudian diangkat sebagai Wakil Kepala Staf Angkatan Darat untuk Organisasi dan Kepegawaian.
Kiprah militer Ahmad Yani kembali terbukti pada Agustus 1958, ketika ia memerintahkan dijalankannya Operasi 17 Agustus guna menghadapi munculnya Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Bukittinggi, Sumatera Barat. Keberhasilannya menangani pemberontakan PRRI membuat Ahmad Yani dipromosikan untuk menjadi wakil kepala Angkatan Darat ke-2 staf pada 1 September 1962. Selanjutnya pada 13 November 1963, ia diangkat sebagai Kepala Angkatan Darat untuk menggantikan Jenderal A.H Nasution.
Sebagaimana telah disampaikan di awal bahwa Ahmad Yani merupakan salah satu jendral yang menjadi korban dalam aksi pemberontakan G 30 S/PKI pada tahun 1965 silam.
Pada tanggal 30 September 1965 malam menjelang dini hari terjadi upaya penculikan tujuh Jendaral yang menjadi anggota staf umum Angkatan Darat, salah satunya adalah Jendral Ahma Yani. Sejumlah kurang lebih 200 pasukan mengepung rumah Ahmad Yani yang berada di Jalam Latuhahary 6, Menteng, Jakarta Pusat.
Ketika para penculik itu masuk dengan paksa ke rumah Ahmad Yani, mereka mengatakan bahwa Ahmad Yani akan dibawa untuk menghadap kepada presiden. Karenanya Ahmad Yani kemudian meminta waktu unuk mandi dan mengganti pakaiannya. Permintaan tersebut ditolak oleh salah seorang penculi sehingga Ahmad Yani marah dan menamparnya. Ahmad Yani kemudian menutup pintu masuk rumahnya.
Situasi yang tegang malam itu memaksa salah seorang penculik melepaskan tembakan ke arah Jendral Ahmad Yani yang menewaskannya secara spontan.
Jasad Jendral Ahmad yani kemudian dibawa oleh para penculik tersebut dan dibuang ke dalam sebuah sumur yang ada di aderah Lubang Buaya bersama dengan para jendral lainnya yang juga menjadi korban kebiadaban pemberontak PKI.
Pada tanggal 4 Oktober 1965, jasad para jendral yang terbunuh oleh PKI diangkat dari sumur Lubang Buaya. Mereka semua kemudian dikebumikan pada tanggal 5 Oktober di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Disaat itu pula, Ahmad Yani beserta korban pembataian PKI lainnya secara resmi dianugerahi gelar Pahlawan Revolusi berdasarkan Keputusan Presiden No. 111/KOTI/1965. Selain itu, pangkat Ahmad Yani juga dinaikkan secara animerta dari Letnan Jendral bintang 4.
Atas peran dan jasanya yang besar bagi Republik Indonesia, nama Ahmad Yani diabadikan sebagai banyak nama fasilitas umum di penjuru negeri. Sebut saja nama jalan Ahmad Yani di berbagai wilayah tanah air dan bandar udara Ahmad Yani di Semarang. Selain itu Yayasan Kartika Eka Paksi yang merupakan yayasan milik TNI AD mendirikan beberapa peguruan tinggi yang diantarana dinamakan dengan nama Jendral Ahmad Yani, yakni Universitas Jenderal Ahmad Yani di Cimahi, Universitas Jenderal Ahmad Yani di Yogyakarta, dan Sekolah Tinggi Kesehatan Jenderal Ahmad Yani di Cimahi.