Dr. Johannes Leimena adalah salah satu seorang dokter, politisi, dan Pahlawan Nasional Indonesia yang berasal dari Ambon, Maluku. Beliau merupakan tokoh politik yang tercatat sebagai salah satu menteri yang menjabat paling lama selama pemerintahan presiden Soekarno selama 21 tahun berturut-turut tanpa terputus.
Johannes Leimena duduk di dalam 18 kabinet yang berbeda, sejak Kabinet Sjahrir II (1946) sampai Kabinet Dwikora II (1966), beliau menjabat baik sebagai Menteri Kesehatan, Wakil Perdana Menteri, Wakil Menteri Pertama maupun Menteri Sosial.
Tidak hanya itu, Johannes Leimena juga berpangkat Laksamana Madya (Tituler) di TNI-AL ketika beliau menjadi anggota dari Komando Operasi Tertinggi (KOTI) dalam rangka Trikora.
Johannes Leimena lahir di Ambon, Maluku pada tanggal 6 Maret tahun 1905. Beliau merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Dominggus Leimena dan Elizabeth Sulilatu. Dominggus Leimena adalah seorang guru sekolah dasar.
Johannes Leimena merupakan keturunan keluarga besar Leimena dari Desa Ema di pulau Ambon, dan beliau di kenal dengan nama panggilan “Oom Jo”.
Pada usia lima tahun, ayah Johannes meningal dunia, dan Johannes menjadi yatim. Dan ibunya menikah lagi, sehingga beliau diasuh oleh pamannya.
Saat kecil, Johannes Leimena bersekolah di Ambonsche Burgerschool di Ambon, karena pamannya menjadi kepala Sekolah di sana.
Lalu pamannya dipindahkan ke Cimahi, sehingga Johannes ikut pindah Ke Cimahi bersama dengan pamannya. Didikan pamannya yang penuh disiplin berhasil membuat Johannes menjadi murid yang berprestasi.
Pada tahun 1914, Johannes Leimena pindah ke Batavia bersama dengan pamannya. Kemudian, Johannes melanjutkan pendidikannya di Europeesch Lagere School (ELS), namun beliau sekolah di sana hanya beberapa bulan saja.
Lalu beliau pindah ke sekolah menengah Paul Krugerschool yaitu Sekolah untuk anak asli orang Belanda yang sekarang menjadi PSKD Kwitang.
Setelah lulus di tahun 1919, beliau lalu melanjutkan kembali pendidikannya dan memilih bersekolah di sekolah campuran dari berbagai golongan, yaitu Meer Uitgebreid Lager Onderwijs dan lulus pada tahun 1922.
Setelah lulus, Johannes Leimena melanjutkan pendidikannya di jenjang yang lebih tinggi, yaitu di sekolah kedokteran STOVIA (School Tot Opleiding Van Indische Artsen, yang menjadi cikal bakal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia).
Beliau turut serta dalam pergerakan kebangkitan nasional sebagai anggota Jong Ambon dan sebagai panitia Kongres Pemuda Pertama dan Kedua. Tidak hanya itu, Johannes Leimena juga aktif dalam gerakan oikumene yaitu gerakan perihal keagamaan.
Keprihatinan beliau atas kurangnya kepedulian sosial umat Kristen terhadap nasib bangsa, merupakan hal utama yang mendorong niatnya untuk aktif pada “Gerakan Oikumene”.
Pada tahun 1926, Johannes Leimena ditugaskan untuk mempersiapkan Konferensi Pemuda Kristen di Bandung. Konferensi ini merupakan perwujudan pertama Organisasi Oikumene di kalangan pemuda Kristen.
Bahkan setelah beliau lulus dari kedokteran STOVIA, beliau terus mengikuti perkembangan CSV yang didirikannya saat duduk pada tahun ke 4 di bangku kuliah.
CSV merupakan cikal bakal berdirinya GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) tahun 1950.
Dengan keaktifannya di Jong Ambon, Johannes Leimena ikut mempersiapkan Kongres Pemuda Indonesia 28 Oktober 1928, yang menghasilkan Sumpah Pemuda. Hal tersebut membuat perhatian Johannes Leimena pada pergerakan nasional kebangsaan semakin berkembang sejak saat itu.
Setelah lulus dari STOVIA tahun 1930, beliau bekerja sebagai dokter di berbagai rumah sakit. Pertama kali diangkat sebagai dokter pemerintah di “CBZ Batavia” (sekarang RS Cipto Mangunkusumo). Tidak lama, beliau dipindahtugaskan di Karesidenan Kedu saat Gunung Merapi meletus.
Kemudian beliau dipindahkan ke Rumah Sakit Zending Immanuel Bandung dari tahun 1931 sampai tahun 1941.
Johannes Leimena melanjutkan pendidikan di sekolah tinggi kedokteran Geneeskunde Hogeschool (GHS) di Jakarta dan lulus pada tahun 1939. Belkau juga dikenal sebagai salah satu pendiri Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI)
Setelah bekerja selama 11 tahun sebagai dokter swasta, beliau melanjutkan pendidikannya dan mendalami ilmu penyakit dalam.
Pada 17 November 1939 dengan dipandu oleh dekan sekolahnya, Prof. J.A.M. Verbunt, dan panitia pembimbing yang diketuai Prof. Siegenbeek van Heukelom, Dr. Johannes Leimena mempertahankan disertasi Ph.D-nya dengan judul “Leverfunctieâ roeven bij Inheemschen” dan meraih gelar Doktor di Geneeskunde Hogeschool/GHS (Sekolah Tinggi Kedokteran), Batavia.
Saat sedang bertugas menjadi dokter di rumah sakit yang berada di Bandung, beliau bertemu dengan istrinya bernama Winarsih Prawiradilaga. Winarsih merupakan seorang putri dari widana yang pada saat itu menjadi kepala asrama putri.
Mereka menikah di Gereja Pasundan pada 19 Agustus 1933 dan dikaruniai 8 putri.
Pada tahun 1945, terbentuk Partai Kristen Indonesia (Parkindo), dan pada tahun 1950, beliau terpilih sebagai ketua umum dan memegang jabatan tersebut sampai tahun 1957.
Selain di Parkindo, Johannes Leimena juga berperan dalam pembentukan Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI, kini menjadi PGI) dan pada tahun 1950, lembaga Johannes Leimena terpilih sebagai wakil ketua yang membidangi komisi gereja dan negara.
Selama era Revolusi Nasional Indonesia, Johannes Leimena memulai kariernya dalam pemerintahan sebagai wakil menteri kesehatan dan kemudian menjabat sebagai menteri kesehatan.
Beliau juga merupakan seorang diplomat yang diutus dalam perundingan-perundingang, seperti Linggar Jati, Renville, Roem-Roijen, dan Konferensi Meja Bundar.
Dalam karirnya sebagai menteri kesehatan, Johannes memprioritaskan pencegah penyakit di wilayah pedesaan dan mendasari sistem Puskesmas. Johannes Leimena juga sempat menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri dan Menteri Distribusi.
Johannes Leimena sangat berdampak dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965 mengingat rumahnya sempat diserang. Dalam pertemuan-pertemuan yang berlangsung seusai peristiwa tersebut, Johannes Leimena dianggap telah memberikan nasihat yang mencegah pecahnya perang saudara kepada Soekarno. Beliau juga menyaksikan penandatanganan Supersemar pada tahun 1966.
Saat Orde Baru, Johannes Leimena mengundurkan diri dari tugasnya sebagai menteri, namun beliau masih dipercaya oleh Presiden Soeharto sebagai anggota DPA sampai tahun 1973.
Setelah aktif di DPA, beliau kembali ikut menyertakan diri di lembaga-lembaga Kristen yang pernah ikut dibesarkannya seperti Parkindo, DGI, UKI, STT, dan lain-lain.
Saat Parkindo berfusi dalam PDI (Partai Demokrasi Indonesia, kini PDI-P), Johannes Leimena diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Pusat PDI, dan pernah menjabat sebagai Direktur Rumah Sakit DGI Cikini.
Dr. Johannes Leimena meninggal pada usia 72 di Jakarta pada tanggal 29 Maret 1977. Beliau diangkat menjadi Pahlawan Nasional oleh pemerintah Indonesia, sebagai penghargaan kepada jasa-jasanya kepada Indonesia. Gelar tersebut diberikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 11 November 2010 melalui Keputusan Presiden RI No 52 TK/2010.