Biografi Ilyas Yakub: Pendidikan – Perjuangan Hingga Masa Wafatnya

√ Edu Passed Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info
Ilyas Ya'kub

Kelahiran Ilyas Yakub

H. Ilyas Ya’kub adalah seorang ulama termuka dan syaikhul Islam yang berasal dari Minangkabau, dan lulusan Mesir, beliau juga termasuk pahlawan kemerdekaan Republik Indonesia.

Ilyas Ya’kub lahir di Asam Kumbang, Bayang, Pesisir Selatan, Hindia Belanda pada 14 Juni tahun 1903. Beliau merupakan putra ketiga dari pasangan Haji Ya’kub dan Siti Hajir.

Ayah Ilyas Ya’kub adalah seorang pedagang kain yang hidup di lingkungan ulama, hal ini cukup memberi peluang dana dan motivasi bagi Ilyas Ya’kub untuk menjalankan pendidikan yang lebih baik.

Masa Remaja dan Pendidikan Ilyas Yakub

Saat masa kecilnya, Ilyas Ya’kub belajar ilmu agama dengan kakeknya Sheikh Abdurrahman di Bayang. Pada saat itu Bayang masih merupakan sentra pendidikan islam.

Ilyas Ya’kub mendapatkan pendidikan di Gouvernement Inlandsche School. Setelah lulus sekolah, beliau bekerja sebagai juru tulis selama dua tahun yaitu tahun 1917 sampai tahun 1919 di perusahaan tambang batu bara Ombilin Sawahlunto Sijunjung.

Lalu beliau keluar dari perusahaan tersebut sebagai protes terhadap pimpinan perusahaan asing yang memperlakukan kaum buruh pribumi dengan kasar dan sewenang-wenangnya.

Kemudian Ilyas Ya’kub memutuskan untuk memperdalam ilmu agama dengan Syekh Haji Abdul Wahab. Karena melihat Ilyas Ya’kub yang berbakat, maka gurunya membawa Ilyas Ya’kub ke Mekkah.

Setelah menunaikan ibadah haji, Ilyas Ya’kub berminat untuk menetap sementara di sana untuk lebih memperdalam ilmu agamanya.

Akhirnya pada tahun 1923, beliau mendapatkan kesempatan melanjutkan pendidikannya di Mesir dan menjadi seorang Thalib mustami’ yaitu mahasiswa pendengar.

Peran dan Perjuangan Ilyas Yakub

Saat di Mesir ini, beliau menjadi mahasiswa yang aktif dalam berbagai berbagai organisasi dan partai politik di antaranya Hizb al-Wathan (partai tanah air) yang didirikan oleh Mustafa Kamal semakin membangkitkan semangat anti penjajah.

Ilyas Ya’kub juga pernah menjabat sebagai ketua Perkumpulan Mahasiswa Indonesia dan Malaysia (PMIM) di Mesir. Beliau juga seorang fungsionaris wakil ketua organisasi sosial politik Jam’iyat al-Khairiyah dan ketua organisasi politik Difa Al Wathan atau ketahanan Tanah Air.

Tidak hanya gerakan politik yang peduli dengan nasib bangsanya yang terjajah oleh Belanda, Ilyas Ya’kub di Mesir juga aktif menulis artikel dan dipublikasikan pada berbagai Surat Kabar Harian di Kairo.

Bersama dengan temannya, Muchtar Luthfi, Ilyas Ya’kub mendirikan dan memimpin majalah Seruan Al-Azhar dan majalah Pilihan Timur.

Majalah Seruan Al-Azhar adalah majalah bulanan mahasiswa sedangkan majalah Pilihan Timur adalah majalah tentang politik. Kedua majalah tersebut banyak dibaca oleh mahasiswa Indonesia dan Malaysia di Mesir saat itu.

Pada saat itu, gerakan Haji Ilyas Ya’kub dalam jurnalistik dan politik anti penjajah di Mesir, terdengar oleh Belanda. Melalui perwakilannya di Mesir, Belanda mencoba melunakkan sikap radikal Ilyas Ya’kub, tetapi gagal. Dan sejak saat itu, Belanda semakin mengaris merahkan Ilyas Ya’kub sebagai radikalis dan juga dicap sebagai ekstremis dan musuhnya di Indonesia.

Pada tahun 1929, Ilyas Ya’kub kembali ke Indonesia dan menjalin komunikasi dengan teman-teman seperjuangan di PNI dan PSI. Beliau berusaha menggabungkan perjuangan melalui jalur politi dan jurnalisme.

Dalam jalur dibidang politik, Ilyas Ya’kub mendirikan PERMI dan dalam jalur bidang jurnalisme, beliau menerbitkan pers Tabloid Medan Rakyat. Beliau mendirikan PERMI atau Persatuan Muslimin Indonesia bersama dengan temannya Mukhtas Luthfi dengan ada Islam dan kebangsaan.

Tujuan PERMI ini adalah menegakkan Islam dan memperkuat wawasan kebangsaan untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Dengan dasar Islam dan kebangsaan ini, PERMI menjalankan sikap politik yang non kooperasi dan tidak mengenal kompromi dengan bangsa apa pun yang mempunyai perilaku imperialisme dan kolonialisme.

Oleh karena itu, PERMI secara prinsipiel mencap bahwa kapitalisme dan imperialisme merupakan penyebab penderitaan bagi rakyat Indonesia.

PERMI awalnya bernama PMI, yaitu Partai Muslimin Indonesia yang didirikan oleh H. Ilyas Ya’kub pada tahun 1930. PMI merupakan partai yang berbasis pada lembaga pendidikan Islam Sumatera Thawalib dan Diniyah School.

Ide awalnya pendiriannya adalah pemberdayaan sekolah agama dengan berbagai inovasi ke arah sistem modern, dimulai dengan perbaikan kurikulum, sistem penjenjangan program dan lama masa pendidikan, memberi perlindungan kepada pelajar serta mengorganisasikan sekolah agama sebagai basis perjuangan kemerdekaan dan sentra pencerdasan bangsa dengan pengatahuan Islam dan kebangsaan.

Lalu PMI mengadakan Konsolidasi yang merupakan bagian kesadaran bagi penguatan lembaga ke-Islam menunjang visi Islam dan kebangsaan Indonesia.

Konsolidasi ini dilakukan dalam bentuk Kongres Besar yang bertempat di dekat daerah kelahiran Ilyas Ya’kub yaitu Koto Marapak (Bayang Pesisir Selatan) dan dihadiri oleh seluruh pengurus cabang se Sumatera seperti dari Tapanuli Selatan, Bengkulu, Palembang, Lampung dll.

Di antara keputusan Kongres Besar tersebut, PMI akhirnya diubah namanya menjadi PERMI yang dicap Belanda sebagai partai Islam radikal revolusioner. Letak kantornya berada di gedung perguruan Islamic College, Alang Lawas, Padang.

Sebelumnya Ilyas Ya’kub tidak mengenal yang namanya kompromi dengan komponen yang mempunyai sifat imperialisme dan kolonialisme, dalam PERMI ini beliau dapat berkompromi dengan pentindonya Soekarno.

Bentuk komprominya adalah dalam bentuk koalisi memperkuat perjuangan kebangsaan, yakni di mana telah ada berdiri cabang Pertindo maka di sana tidak lagi perlu ada cabang PERMI dan sebaliknya.

Karena dianggap membahayakan pemerintahan, maka berdasarkan vergarder verbod Belanda mengeluarkan kebijakan exorbita terechten yang menyatakan bahwa PERMI terlarang dan diikuti dengan tindakan penangkapan terhadap tokoh-tokohnya.

Lalu Haji Ilyas Ya’kub bersama dua temannya Mukhtar Luthfi dan Janan Thaib ditangkap dan dipenjarakan. Setelah 9 bulan di penjara Muaro Padang, beliau diasingkan selama 10 tahun dari tahun 1934 sampai 1944 ke Bouven Digul Irian Jaya bersama dengan para pejuang pergerakan kemerdekaan Indonesia lainnya.

Selama di Digul, H. Ilyas Ya’kub didampingi oleh istrinya, Tinur, sering sakit-sakitan. Bahkan pada masa awal penjajahan Jepang di Indonesia pun, kondisi para tahanan Digul semakin memprihatinkan, dan mereka dipindahkan lagi ke daerah pedalaman Irian Jaya di Kali Bina Wantaka, kemudian diasingkan ke Australia.

Ilyas Ya’kub selalu dibujuk van der Plas dan van Mook dari Belanda, namun semangat nasionalis dan Islamnya tidak pernah pudar untuk memotivasi pembangkangannya dalam menentang penjajah dan menggerakkan terwujudnya kemerdekaan bagi Indonesia.

Pada bulan Oktober 1945, para tahanan perang dipulangkan dari Australia ke Indonesia dengan kapal Experence Bey Oktober, namun Haji Ilyas Ya’kub tidak diizinkan turun di pelabuhan Tanjung Periuk.

Beliau justru kembali ditahan dan diasingkan bersama istrinya selama 9 bulan dan berpindah-pindah di Kupang, Serawak, Brunei Darussalam, kemudian ke Labuhan, Singapura di mana anaknya yang bernama iqbal meninggal di sana.

Setelah satu tahun Indonesia merdeka, pada tahun 1946, masa tahan Haji Ilyas Ya’kub barulah habis, beliau kembali bergabung dengan kaum republik sekembali dari cirebon.

Beliau lalu ikut bergrillya pada clas II tahun 1948 dan ikut membentuk PDRI (Pemerintahan Darurat Republik Indonesia) yang kemudian dipimpin oleh Mr. Safruddin Prawiranegara.

H. Ilyas Ya’kub kemudian mendapat tugas menghimpun kekuatan politik dari seluruh partai di Sumatera untuk melawan agresor Belanda. Dan pada tahun itu, beliau menjabat sebagai ketua DPR Sumatera Tengah, kemudian terpilih lagi sebagai anggota DPRD wakil Masyumi dan merangkap sebagai penasihat Gubernur Sumatera Tengah bidang politik dan agama.

Wafatnya Ilyas Yakub

H. Ilyas Ya’kub menghembuskan napas terakhir Sabtu, 2 Agustus 1958 jam 18.00 WIB. Beliau meninggalkan 11 orang anak. Pada 16 Desember 1968, mendiang mendapat piagam penghargaan sebagai pejuang kemerdekaan Republik Indonesia sejak 17 Agustus 1975.

Kepahlawanannya dikukuhkan kembali dengan Keputusan Presiden RI (Kepres-RI) Nomor 074/TK/Tahun 1999 tanggal 13 Agustus 1999 dan dianugerahi tanda kehormatan Bintang Mahaputra Adipradana atas jasanya dalam mempertahankan prinsip-prinsip kemerdekaan dari ancaman kolonialisme Belanda, sekaligus menggerakkan kemerdekaan RI di samping memperjuang Partai dan Pendidikan Islam.

Kepahlawanan Ilyas Ya’kub juga diabadikan dengan pemberian namanya kepada gedung olahraga dan jalan, serta dibangun sebuah patung di perapatan jalan di gerbang kota Painan, Pesisir Selatan, Sumatera Barat (Indonesia).

Ilyas Ya’kub dimakamkan di depan mesjid raya Al-Munawarah Koto Barapak, Bayang, Pesisir Selatan, Sumatera Barat yang juga menjadi saksi bisu kebesarannya dalam memperjuangkan Islam dan Kebangsaan.

fbWhatsappTwitterLinkedIn