Daftar isi
Kerajaan Majapahit adalah kerajaan besar yang pernah menguasai beberapa wilayah di Indonesia. Apabila kita berbicara tentang peradabannya, memang bukan suatu hal yang fiktif, melainkan keberadaan dari kerajaan ini telah dibuktikan serta diperkuat dengan adanya peninggalan-peninggalan berupa candi bersejarah.
Lantas, apa sajakah peninggalan Kerajaan Majapahit tersebut? Berikut beberapa diantaranya:
Candi peninggalan Majapahit yang pertama adalah Candi Sukuh. Candi ini berada di Dusun Sukuh, Desa Berjo, Kecamatan Ngaryoso, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Jika dari Surakarta, candi ini berjarak sekitar 36 km sementara dari Kota Karanganyar berjarak 20 km.
Menurut sejarah, Candi Sukuh telah dibangun pada abad ke-15 Masehi dan ditemukan pada tahun 1815 dalam kondisi yang runtuh.
Candi ini telah ditemukan oleh Johnson pada masa pemerintahan Raffles untuk mengumpulkan data dari bukunya yang berjudul “The History of Java”. Kemudian penelitian dilanjutkan oleh Van der Vlies, seorang arkeolog asal Belanda dan telah mengalami pemugaran di tahun 1928.
Candi dengan tinggi sekitar 1.186 m ini tentunya memiliki keunikan tersendiri salah satunya adalah terdapat 3 teras yang tersusun secara terbelah menjadi dua di bagian tengahnya. Selain itu, bentuk bangunan dari candi ini apabila dilihat sekilas mirip dengan bangunan piramida yang terdapat di Mesir yakni Piramida Giza.
Candi Cetho berada di Dusun Cetho, Desa Gumeng, Kecamatan Jemawi, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Jika berbicara asal-usul namanya, Dalam bahasa Jawa sendiri, kata Cetho bermakna jelas yakni dapat melihat dengan jelas pemandangan yang ada di dusun tersebut.
Berdasarkan sejarah, candi ini telah dibangun sekitar abad ke-15 Masehi bersamaan dengan Candi Sukuh. Candi yang berdiri di atas lahan lebih dari 6.000 m dan terbuat dari batu andesit ini, memiliki banyak teras di setiap sisi candi. Namun setelah adanya pemugaran yang hanya tersisa hanyalah 9 teras saja.
Adapun keunikan lainnya dari Candi Cetho yaitu candi penyucian di mana berdasarkan isi prasasti di sana menyebutkan bahwa candi ini dibangun sebagai tempat peruwatan atau pembebasan diri dari kutukan. Sehingga banyak masyarakat atau pengunjung yang datang kesini untuk melakukan peruwatan tersebut.
Candi Pari merupakan candi peninggalan Majapahit yang berada di Desa Candi Pari, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidorajo, Jawa Timur. Apabila dari Lumpur Lapindo, candi ini hanya berjarak sekitar 2 km. Hingga kini, Candi Pari masih berdiri kokoh di sana.
Berdasarkan sejarah, candi ini diperkirakan telah dibangun pada 1371 Masehi dengan bangunannya menghadap ke arah barat. Selain itu, candi ini dibangun dengan berbahan dasar dari batu bata yang berbentuk persegi empat.
Peninggalan selanjutnya yaitu Candi Jabung. Candi ini terletak di Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur tepatnya berada di Desa Jabung. Di dalam kitab Negarakertagama juga menyebutkan bahwa candi yang satu ini mendapat gelar sebagai Bajrajinaparamitapura.
Uniknya, Candi Jabung memiliki kesamaan dengan Candi Pari yakni bahan dasar pembangunannya menggunakan batu bata. Bahkan pada Kitab Negarakertagama menyebutkan candi ini pernah dikunjungi oleh raja Kerajaan Majapahit yakni Hayam Wuruk pada tahun 1359 Masehi.
Candi Brahu merupakan candi Majapahit yang berada di Dukuh Jambu Mente, Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.
Nama Brahu itu sendiri diambil dari kata Wanaru atau Warahu yang merupakan sebutan bangunan suci yang didalamnya ada prasasti Alasantan. Candi ini dibangun oleh Mpu Sindok yang digunakan untuk tempat pembakaran jenazah raja-raja Majapahit yang telah wafat.
Candi Brahu diperkirakan sudah dibangun sejak abad ke-15 Masehi. Jika dilihat dari arsitektur bangunannya, candi ini menggunakan corak Buddha dengan menghadap ke arah utara dan terbuat dari bata merah yang memiliki panjang sekitar 22,5 m dan lebar 18 m dengan tinggi 20 m.
Sama seperti Candi Brahu, Candi Tikus ini juga berada Trowulan tepatnya di Dukuh Jambu Mente, Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.
Uniknya, alasan dinamakan sebagai Candi Tikus karena dahulunya candi ini adalah sarang tikus. Candi ini diperkirakan telah dibangun pada abad ke-13 hingga abad ke-14.
Kemudian, Candi Tikus ditemukan dan digali pada tahun 1914 serta dilanjutkan dengan pemugaran di tahun 1984. Karena bangunannya yang berada di bawah permukaan tanah sehingga banyak para arkeolog mengemukakan bahwa Candi Tikus merupakan tempat pemandian keluarga kerajaan.
Tidak hanya itu, candi ini juga berfungsi sebagai tempat menampung air untuk kebutuhan masyarakat setempat serta tempat pemujaan.
Candi Surawana ini berada di Desa Canggu, Kecamatan Pare, Kediri, Jawa Timur. Candi ini juga memiliki sebutan lain yakni Candi Wisnubhawanapura. Candi ini diperkirakan sudah dibangun sejak abad ke-14 Masehi.
Adapun tujuan didirikannya Candi Surawana adalah untuk memuliakan Bhre Wengker yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Wengker. Wengker ini yaitu kerajaan yang masih di bawah kepemimpinan Kerajaan Majapahit. Candi yang bercorak Hindu ini, sekarang kondisinya tidak lagi utuh.
Pada bagian dasarnya telah mengalami pemugaran sementara bagian tubuh dan atap telah hancur tidak tersisa dan hanya ada bagian kaki candi setinggi 3 m saja yang masih utuh.
Adapun fakta unik lainnya yaitu candi ini memiliki ukuran yang tidak terlalu besar seperti candi pada umumnya yakni hanya sekitar 8×8 m saja dengan berbahan dasar batu andesit.
Candi Bajang Ratu juga termasuk kedalam candi peninggalan Kerajaan Majapahit yang hingga sekarang masih utuh. Karena bentuknya yang mirip dengan gapura, sehingga candi ini juga sering disebut sebagai Gapura Bajang Ratu. Candi ini terletak di Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.
Beberapa para pakar sejarah mengemukakan bahwa Candi Bajang Ratu/Gapura Bajang Ratu merupakan gapura terbesar yang pernah didirikan oleh Kerajaan Majapahit di masa kejayaannya. Bahkan jika berdasarkan catatan sejarah, gapura ini digunakan sebagai pintu masuk ketika hari peringatan wafat Raja Jayanegara berlangsung.
Sama halnya dengan Candi Bajang Ratu, Candi Wringin Lawang juga sering disebut dengan Gapura Wringin Lawang karena bangunannya yang mirip dengan gapura. Candi yang dibangun pada abad ke-14 ini berada di Desa Jatipasar, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.
Candi Wringin Lawang diperkirakan telah dibangun pada abad ke-14. Candi ini berdiri dengan ketinggian sekitar 15,5 m dan luasnya sekitar 13 x 11 m. A
dapun keunikan lainnya adalah nama candi itu sendiri. Wringin berarti pohon dan lawang berarti pintu. Hal itu dikarenakan candi ini dikelilingi oleh banyak pohon beringin. Bahkan candi ini juga sering disebut dengan Candi Jatipasar.
Candi terakhir adalah Candi Wringin Branjang yang terletak di Desa Gadungan, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Jika dilihat dari arsitekturnya, candi ini memiliki bentuk yang sederhana serta tidak terdapat kaki candi di mana hanya tersisa bagian atap dan badan candi saja.
Selain bentuknya yang sederhana, candi ini juga mempunyai ukuran yang relatif kecil yakni panjang 400 cm dan lebar 300 cm dengan tingginya 500 cm.
Sementara lebar pintu masuk candi hanya sekitar 100 cm dengan tinggi 200 cm. Bahkan di dinding-dinding candi tidak terdapat relief namun ada sebuah lubang ventilasi di dalamnya.