Daftar isi
Pada masa pemerintahan Abbasiyah, terdapat dinasti-dinasti yang muncul salah satunya adalah Dinasti Samaniyah. Meskipun bukan dinasti besar layaknya Abbasiyah atau Umayyah, namun ternyata dinasti ini berpengaruh besar juga dalam perkembangan islam, lho. Untuk mengetahuinya lebih lanjut, berikut penjelasan selengkapnya.
Mengenal Dinasti Samaniyah
Dinasti Samaniyah merupakan kerajaan atau kekaisaran islam yang berdaulat di Iran dan beberapa wilayah di Asia Tengah seperti Khurasan, Irak, Transoksania dan Uzbekistan. Masa pemerintahan dinasti ini berlangsung kurang lebih mulai dari 203 H – 395 H atau 819 M – 999 M.
Dinasti ini muncul ketika pada masa pemerintahan Abbasiyah sedang berlangsung. Selain Dinasti Samaniyah, terdapat pula dinasti lain yang muncul di beberapa bagian wilayah Abbasiyah.
Pada sebelah barat Abbasiyah, muncul dinasti-dinasti kecil seperti Dinasti Idrisiyah, Dinasti Aghlabiyah, Dinasti Thulunyiah, Dinasti Iksidiyah, dan Dinasti Hamdaniyah. Sementara di wilayah timur, muncul Dinasti Samaniyah, Dinasti Tahiriyah, Dinasti Shaffariyah, Dinasti Zaidiyah, serta Dinasti Ghaznawiyah.
Sejarah Dinasti Samaniyah
Dinasti Samaniyah didirikan oleh Bani Saman yang sudah berhasil menggulingkan Dinasti Shaffariyah. Tegaknya Dinasti Samaniyah dapat menjadi salah satu manifestasi dari Hasrat masyarakat Iran pada masa itu.
Adapun pelopor yang pertama kali yang mempeloporkan Dinasti Samaniyah adalah Nasr Ibn Ahmad (874 M), sebagaimana penjelasan Phlip K. Hitti. Nasr merupakan seorang cucu tertua dari keturunan Samaniyah dan juga bangsawan dari Balk Zoroasterian. Dinasti Samaniyah ini didirikan di Transoxiana.
Meskipun demikian, tokoh yang menegakkan kekuasaan Dinasti Samaniyah adalah saudara Nasr yang bernama Ismail. Pada tahun 900 H, ia berhasil merebut Khurasan dari kekuasaan Dinasti Shaffariyah.
Faktor berdirinya Dinasti Samaniyah juga dipengaruhi dari adanya pengangkatan empat orang cucu Saman oleh Khalifah Al-Ma’mun yang saat itu sedang menjabat sebagai gubernur di Samarkand. Selain itu, didorong pula oleh kecendrungan masyarakat Iran yang ingin memerdekakan diri dan terlepas dari wilayah Baghdad.
Raja-raja yang Pernah Memimpin Dinasti Samaniyah
Adapun raja-raja yang pernah memimpin Dinasti Samaniyah dari awal hingga akhir pemerintahan yaitu:
- Nasr Ibn Ahmad pada 874 M
- Ismail Ibn Ahmad, pada 892-907 M
- Ahmad Ibn Ismail, pada 907-913 M
- Nashr II ibn Ahmad, pada 913-943 M
- Nuh I, pada 942-954 M
- Abdul Malik I ibn Nuh, pada 954-961 M
- Manshur I ibn Nuh, pada 961-976 M
- Nuh II ibn Manshur, pada 976-999 M
- Abdul Malik II ibn Nuh II, pada 999 M.
Masa Kejayaan Dinasti Samaniyah
Dinasti Samaniyah mempunyai hubungan yang baik dengan penguasa lokal dan semua masyarakat. Sehingga berbagai kejayaan diperoleh Dinasti Samaniyah, mulai dari bidang ilmu pengetahuan, politik, filsafat, seni dan budaya, dan sebagainya. Dinasti ini juga menjalin hubungan yang baik dengan Dinasti Abbasiyah khususnya di bidang ekonomi.
Dinasti Samaniyah bahkan berhasil menciptakan kota Bukhara yang saat itu menjadi kota budaya dan ilmu pengetahuan yang sangat terkenal di seluruh dunia. Mereka juga pernah mengangkat Ibnu Sina sebagai Menteri di pemerintahannya demi majunya perkembangan ilmu pengetahuan.
Selain itu, muncul pula nama kaum muda dan ilmiah yang terkenal pada masa pemerintahan Dinasti Samaniyah seperti Ummar Kayam, Al-Biruni, Al-Firdausi, dan Zakariya Ar-Razi. Adapun di bidang seni, terdapat pembuatan tembikar, senun, sutra hingga pembuatan kertas yang tersebar hampir ke seluruh wilayah islam.
Runtuhnya Dinasti Samaniyah
Dinasti Samaniyah mulai mengalami kemunduran pada masa kepemimpinan Abdul Malik II ibn Nuh II yang saat dinobatkan menjadi pemimpin kerajaan, ia masih di bawah umur. Sementara musuh-musuh yang dihadapinya sangat kuat seperti Sultan Mahmud Ghaznawi yang merupakan raja berkebangsaan Turki.
Hingga pada akhirnya, seluruh kekuasaan Dinasti Samaniyah jatuh dan berpindah tangan ke Dinasti Ghaznawi. Selain faktor usianya yang terlalu muda, terdapat pula penyebab lain yang menjadi faktor jatuhnya Dinasti Samaniyah ke tangan Dinasti Ghaznawi yaitu:
- Adanya perselisihan di kalangan keluarga Bani Saman
- Para panglima dan pejabat banyak yang membelot dan berkhianat
- Terdapat campur tangan kaum wanita dan wazir yang sangat berlebihan.
Peninggalan Dinasti Samaniyah
Setelah Dinasti Samaniyah mengalami keruntuhan, tentunya kerjaan ini telah meninggalkan peninggalan-peninggalan bersejarah. Peninggalan tersebut ini sebagai bukti adanya pemerintahan Dinasti Samaniyah di masa lampau khususnya di wilayah Asia Tengah dan Iran.
Adapun beberapa peninggalan Dinasti Samaniyah yang masih dapat kita temukan hingga saat ini antara lain:
Makam Samaniyah
Makam Samaniyah merupakan peninggalan Dinasti Samaniyah yang terletak di luar pusat kota bersejarah yakni Bukhara, Uzbekistan. Makam ini adalah hasil karya arsitektur khas Timur Tengah yang sangat dihargai.
Makam Samaniyah dibangun sekitar tahun 892 dan 943 Masehi yang kala itu digunakan sebagai tempat peristirahatan Ismail Samani. Ia merupakan seorang pemimpin atau amir paling kuat dan berpengaruh dari Dinasti Samaniyah.
Ismail Samani adalah salah satu pribumi terakhir dari Dinasti Persia yang berkuasa di Asia Tengah pada abad ke-9 dan ke-10 setelah Samaniyah menyatakan kemerdekaannya dari Kekhalifaan Abbasiyah di Baghdad. Selain Ismail Samani, makam itu juga merupakan makam jasad ayahnya yang bernama Ahmed bersama dengan keponakannya Nasr. Tidak hanya itu, terdapat pula sisa-sisa anggota dari Dinasti Samaniyah lainnya di makam tersebut.
Literatur Puisi
Peninggalan Dinasti Samaniyah selanjutnya yaitu literatur puisi. Pada abad ke-9 dan ke-10 Masehi, sastra Persia berkembang pesat di sana, khususnya di wilayah Transoxania. Kemajuan sastra Persia yang bernuansa islam tersebut kemudian menyebar luas hingga ke Khorasan dan berbagai daerah lainnya.
Adapun penyair yang paling terkenal dari periode Samaniyah yaitu Rudaki (wafat pada 941), Daqiqi (wafat 977) dan juga Firdausi (wafat 1020). Walaupun Persia merupakan bahasa yang paling diminati saat itu, akan tetapi bahasa Arab masih populer di kalangan anggota-anggota keluarga Samaniyah.
Misal, at’Tha’alibi yang menulis antologi Arab yang diberi nama Yatimat al-dahr atau Mutiara unik. Bagian keempat dari antologi itu mencakup sebuah kisah terperinci tentang para penyair yang hidup di bawah Dinasti Samaniyah.
Tembikar
Adapun peninggalan lainnya yaitu tembikr di mana menjadi kontribusi paling penting dari masa pemerintahan Dinasti Samaniyah bagi seni islam. Tembikar ini dibuat di Nishapur dan Samarkand. Saat itu, orang Samaniyah mengembangkan suatu teknik yang dikenal dengan lukisan selip.
Teknik ini dilakukan dengan mencampurkan tanah semicair dan warna-warnanya. Adapun bentuk tembikar yang paling umum dibuat yaitu mangkuk dan piring sederhana. Biasanya pembuatan tembikar ini menggunakan motif Sasanian seperti kuda, burung, singa hingga desain kaligrafi Arab.
Kesimpulan
Dinasti Samaniyah merupakan dinasti islam yang berdaulat di Iran dan beberapa wilayah Asia Tengah. Masa pemerintahan dinasti ini sekitar tahun 819 – 999 M.
Di masa pemerintahannya, Dinasti Samaniyah telah mengalami kejayaan di mana sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia saat itu. Salah satu kemajuan terbesarnya yaitu munculnya kota Bukhara yang menjadi kotanya para ilmu.
Akan tetapi, saat pemerintahan jatuh kepada Abdul Malik II ibn Nasr II yang ketika itu masih di bawah umur menjadi pertanda kemunduran Dinasti Samaniyah. Hingga akhirnya, Dinasti Samaniyah jatuh dan runtuh di tangan Sultan Mahmud Ghaznawi dari Dinasti Ghaznawi.