Daftar isi
Gaya kepemimpinan yang diterapkan dalam organisasi merupakan salah satu faktor penting bagi keberhasilan sebuah organisasi. Hal ini dikarenakan kepemimpinan ada untuk memandu, mengarahkan, membimbing, dan mengelola sebuah organisasi dalam mencapai tujuannya. Gaya kepemimpinan yang baik dan sesuai dengan organisasi tentunya akan memberikan dampak positif bagi organisasi tersebut, sebaliknya gaya kepemimpinan yang tidak sesuai dengan organisasi juga akan memberikan dampak negatif bagi organisasi yang bersangkutan.
Gaya kepemimpinan sebenarnya tidak akan lepas dari kebiasaan yang melekat dalam diri seseorang yang menjadi pemimpin sebuah organisasi. Menurut Stoner (Andiwilaga, 2016:64), gaya kepemimpinan sendiri merupakan berbagai pola tingkah laku yang disukai oleh pemimpin dalam proses mengarahkan dan mempengaruhi pekerja. Sementara itu, Thoha (Andiwilaga, 2018:65) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah norma perilaku yang digunakan oleh seseorang ketika orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku lain.
Untuk lebih memahami mengenai kepemimpinan ini, berikut akan dibahas beberapa jenis gaya kepemimpinan dalam sebuah organisasi.
Gaya kepemimpinan otokratis memusatkan kekuasaan pada pimpinan secara penuh. Pemimpin sangat dominan dalam pengambilan keputusan, menetapkan peraturan, maupun membuat kebijakan bagi organisasi. Dengan kata lain, kepemimpinan cenderung bersifat mutlak.
Adakalanya, gaya kepemimpinan otokratis memang bisa berjalan baik terutama ketika pemimpin memang memiliki kemampuan, ketarampilan, dan pengalaman yang mumpuni. Namun, tak jarang gaya kepemimpinan ini juga bisa menjadi bumerang karena membuat suara dan kebebasan bawahan dalam menyampaikan masukan atau pendapat sangat terbelenggu.
Berikut adalah ciri-ciri dari gaya kepemimpinan otokratis:
Menurut Sudriamunawar, gaya kepemimpinan demokratis atau yang dikenal pula sebagai gaya partisipatif adalah gaya kepemimpinan yang menganggap bahwa apabila para anggota turut andil dalam proses pengambilan keputusan perusahaan justru akan membuat mereka memiliki komitmen yang jauh lebih besar pada sasaran dan tujuan organisasi.
Pada umumnya, sebuah organisasi yang dijalankan dengan gaya kepemimpinan demokratis akan menciptakan suasana organisasi yang lebih akrab dan saling menghormati serta komunikasi dalam organisasi bersifat dua arah.
Adapun ciri-ciri gaya kepemimpinan demokratis adalah sebagai berikut :
Gaya kepemimpinan birokratis secara singkat digambarkan sebagai gaya kepemimpinan yang taat aturan. Pemimpin organisasi yang menerapkan gaya kepemimpinan ini akan mererapkan aturat dan ketaatan pada prosedur terhadap bawahannya.
Pada umumnya, pemimpin yang birokratis akan membuat kebijakan atau aturan yang berlaku dan tidak ada fleksibilitas, sehingga hanya ada sedikit ruang kebebasan dalam berkreasi dan bertindak, yang mana itupun tidak boleh keluar dari ketentuan yang berlaku.
Beberapa ciri gaya kepemimpinan birokratis adalah:
Selanjutnya, gaya kepemimpinan karismatik. Gaya kepemimpinan karismatik adalah gaya seorang pemimpin yang mengandalkan karisma dalam dirinya untuk menggerakkan orang lain. Seorang pemimpin yang karismatik biasanya memiliki rasa percaya diri yang tinggi dan mampu membuat orang merasa kagum, terpesona dan percaya sehingga mau melakukan apa yang diarahkannya.
Kelemahan terbesar dari pemimpin dengan gaya kepemimpinan ini adalah mereka hanya mampu menarik orang, namun seringkali tidak konsisten yang kemudian justru membuat orang kecewa.
Gaya Kepemimpinan Laissez Faire adalah gaya kepemimpinan dengan kendali bebas. Gaya kepemimpinan ini diterapkan karena adanya anggapan bahwa anggota kelompok akan bisa melaksanakan tugas dan mencapai tujuan dengan menggunakan teknik-teknik mereka sendiri, sehingga akan mendorong kemampuan anggota dalam mengambil inisiatif.
Pendekatan ini bukan berarti tidak adanya sama sekali pimpinan, hanya saja memang kurang dalam pengawasan dan interaksi dengan pimpinan. Oleh karena itu, gaya kepemimpinan ini hanya cocok diterapkan jika anggota memiliki kompetensi dan keyakinan yang tinggi dalam mencapai hasil atau sasaran tugas mereka.
Ciri-ciri gaya kepemimpinan Laissez Faire adalah sebagai berikut :
Gaya kepemimpinan delegatif adalah gaya kepemimpinan yang memberikan wewenang kepada anggota untuk menjalankan aktivitas atau tugas yang sementara waktu tidak bisa dilaksanakan oleh pemimpin karena sebab-sebab tertentu.
Gaya kepemimpinan delegatif ini cocok diterapkan jika anggota memiliki kemampuan dan motivasi yang tinggi, sehingga pimpinan tidak perlu terlalu banyak memberikan arahan dan perintah kepada anggotanya.
Ciri-ciri dari gaya kepemimpinan delegatif adalah:
Gaya kepemimpinan transaksional adalah gaya kepemimpinan yang menerapkan sistem transaksi antara pemimpin dengan anggotanya. Dengan kata lain, gaya kepemimpinan ini bersifat take and give atau saling memberi dalam menerima dalam pelaksanaan tugasnya. Transaksi yang dimaksud adalah melalui penghargaan, hukuman, maupun pertukaran lainnya.
Gaya kepemimpinan transformasional adalah gaya kepemimpinan dimana seorang pemimpin mampu menginspirasi anggotanya dengan visi yang dimilikinya serta mendorong anggotanya untuk mencapai visi tersebut.
Dalam organisasi dengan gaya kepemimpinan ini, pemimpin akan terlibat dalam pemenuhan kebutuhan karyawan untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan mereka. Ada 4 faktor yang dbutuhkan pemimpin dalam menjalankan gaya kepemimpinan ini, yaitu:
Gaya kepemimpinan partisipatif merupakan gaya kepemimpinan yang berdasar pada teori demokrasi. Inti dari gaya kepemimpinan ini adalah pengambilan keputusan organisasi yang melibatkan anggota.
Pelibatan anggota dalam pengambilan keputusan diharapkan akan mendorong mereka untuk semakin termotivasi dalam berkontribusi bagi perkembangan organisasi.
Gaya kepemimpinan situasional menekankan pada adanya pengaruh situasi lingkungan terhadap pelaksanaan kepemimpinan suatu organisasi, sehingga gaya kepemimpinan akan berbeda-beda tergantung dengan situasi dan kesiapan anggotanya.
Gaya kepemimpinan ini didasarkan pada anggapan bahwa tidak ada gaya kepemimpinan terbaik yang bisa diterapkan pada sebuah organisasi, karena setiap organisasi memiliki situasi dan kondisi yang tidak sama.