Daftar isi
Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie atau B. J. Habibie mengawali pemerintahannya pada awal reformasi dengan menghadapi ketidakstabilan dan ancaman disintegrasi pasca kerusuhan yang terjadi pada era orde baru.
Beberapa saat setelah pelantikannya, MPR memberikan mandat kepada presiden B.J Habibie untuk memimpin pemerintahan transisi, melaksanakan agenda reformasi secara menyeluruh dan mendasar, serta sesegera mungkin menyelesaikan kemelut yang terjadi.
Pada 22 Mei 1998, Presiden B. J. Habibie mulai menyusun Kabinet Reformasi Pembangunan untuk dapat melaksanakan agenda reformasi yang ada.
Pada masa pemerintahannya yang singkat, Presiden B. J. Habibie melaksanakan dasar demokrasi bagi Indonesia. Berikut kebijakan kebijakan pada masa pemerintahan B. J. Habibie.
1. Kebijakan Pembebasan Tahanan dan Narapidana Politik
Dalam menjalankan kebijakan ini, Presiden B. J. Habibie memberikan amnesti dan abolisi kepada beberapa tahanan dan narapidana politik yang sedang menjalani masa tahanannya.
Salah satu narapidana yang mendapatkan keringanan hukuman ini adalah Sri Bintang Pamungkas, yang pada masa pemerintahan orde baru masuk penjara karena mengkritik kebijakan Presiden Soeharto.
Dalam hal ini, B. J. Habibie berpendapat bahwa penahanan tokoh-tokoh yang berseberangan dengan pemerintah dapat mencederai makna demokrasi.
2. Kebijakan Kebebasan Pers
Diciptakannya Peraturan Menteri Penerangan Nomor 1 Tahun 1994 tentang pemerintah dapat membatalkan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) merupakan satu faktor yang mampu menghalangi adanya kebebasan pers pada masa orde baru.
Oleh karenanya, pada masa pemerintahan B.J Habibie ketentuan mengenai pembatalan SIUPP tersebut dihapuskan.
Adanya kebebasan pers pada masa pemerintahan presiden B.J Habibie ini semakin dilengkapi dengan pengesahan Rancangan Undang Undang (RUU) Per yang kemudian ditetapkan menjadi Undang Undang Pers.
Undang undang tersebutlah yang menjamin adanya kebebasan pers dan tugas-tugas wartawan pada masa reformasi.
Meskipun pada masa pemerintahannya rakyat mendapatkan kebebasan pers, Presiden B. J. Habibie tetap menghimbau kepada masyarakat agar dapat memilah antara informasi dengan propaganda yang diciptakan kelompok tertentu.
3. Pembentukan Partai Politik
Dalam pemerintahannya Presiden B. J. Habibie mulai menerapkan adanya sistem demokrasi. Hal tersebut dilakukan untuk melakukan sebuah perubahan terhadap bidang bidang politik sebelumnya.
Perubahan tersebut hadir dengan dikeluarkannya Undang Undang Nomor 2 Tahun 1999 yang membahas mengenai partai politik.
Undang Undang tersebut menjelaskan bahwa setiap warga negara Indonesia diberi kebebasan untuk membentuk sebuah partai politik yang sesuai dengan UUD.
Sejak diberlakukannya Undang undang tersebut, banyak partai politik yang bermunculan. Jumlah partai politik yang dinyatakan sah sebanyak 98 partai oleh pengadilan.
Dengan adanya kebijakan kebebasan pers, membuktikan bahwa masa jabatan presiden B. J. Habibie memberikan hak rakyat untuk bebas berserikat dan berkumpul, serta mengemukakan pendapat di depan umum.
4. Pelaksanaan Pemilu
Pelaksanaan pemilu pada masa pemerintahan presiden B. J. Habibie berjalan dengan demokratis. Pada pemilu ini, terdapat sebanyak 141 partai politik yang mendaftarkan dirinya sebagai peserta pemilihan umum.
Akan tetapi, hanya 48 partai politik yang dinyatakan lolos untuk mengikuti pemilu yang memilih anggota legislatif. Dalam pelaksanaan pemilu ini, pemerintah membuka kesempatan kepada lembaga lembaga, baik dalam negeri maupun luar negeri yang akan memantau berjalannya pemilu.
Namun, pemilu ini pada akhirnya menghasilkan formatur parlemen dan MPR baru. Sebagian anggota MPR yang baru dilantik menolak pidato pertanggungjawaban Presiden B. J. Habibie.
5. Kebijakan Pelaksanaan Referendum Timor Timur
Kebijakan penting dari Presiden B. J. Habibie adalah pelaksanaan referendum di Timor Timur. B. J. Habibie bertekad bulat untuk menuntaskan permasalahan Timor Timur yang sudah ada sejak masa orde baru.
Dalam Hal ini Presiden B. J. habibie menawarkan kepada masyarakat Timor Timur untuk tetap menjadi bagian dari Indonesia dengan status khusus atau menjadi negara merdeka.
Selanjutnya, PBB membentuk United Nations Mission for East Timor (UNAMET) untuk mengawasi jalannya referendum di Timor Timur. Hasil referendum tersebut memutuskan sebanyak 78,5% penduduk Timor Timur ingin memisahkan diri dari Indonesia.
6. Kebijakan dalam Bidang Ekonomi
Permasalahan ekonomi menjadi fokus utama dalam pemerintahan Presiden B. J. Habibie. Pada minggu pertama pemerintahannya B. J. Habibie mampu memisahkan Bank indonesia menjadi sebuah lembaga yang independen dan bebas intervensi pemerintah.
Presiden B. J. habibie mengeluarkan program reformasi ekonomi untuk menangani krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia. Program tersebut berisi:
- Melakukan reformasi perbankan dalam rangka pemulihan ekonomi sejalan dengan penjadwalan kembali utang luar negeri Indonesia.
- Menetapkan undang undang anti monopoli yang telah diatur dalam UU No. 5 tahun 1999 sebagai langkah ke arah penegakan lingkungan bisnis yan lebih transparan.
- Memprioritaskan jumlah suplai beras yang memadai dengan harga terjangkau karena jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan pada masa reformasi terus bertambah.
- Melibatkan pedagang menengah, kecil dan koperasi untuk turut serta dalam distribusi beras guna mencegah adanya monopoli dan timbulnya penimbunan beras oleh pedagang besar.
- Kebijakan Otonomi Daerah. Pada kabinet reformasi pembangunan, B. J. Habibie menerbitkan Undang Undang yang mengatur mengenai otonomi daerah dengan pembahasan gagasan yang mendekatkan negara dengan masyarakat. Otonomi daerah merupakan upaya dari Presiden B.J Habibie dalam mengatasi kesenjangan yang terjadi antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat. Dengan adanya otonomi daerah ini, Presiden B.J Habibie berharap Indonesia dapat keluar dari krisis perekonomian yang melanda.