Daftar isi
Ekonomi di Indonesia masih belum stabil perkembangannya sampai dengan era demokrasi terpimpin. Perekonomian Indonesia justru mengalami kemerosotan pada era orde lama karena pergantian kabinet yang marak terjadi.
Pada era demokrasi terpimpin, pemerintah Indonesia berupaya untuk memperbaiki sistem perekonomian di Indonesia melalui kebijakan yang ditetapkan.
Berikut kebijakan-kebijakan ekonomi pemerintah pada masa demokrasi terpimpin.
Pemerintah Indonesia pada tanggal 15 Agustus 1959 membentuk Dewan Perancang Nasional (Depernas). Dewan Perancang Nasional ini dibentuk pemerintah untuk mempercepat pembangunan nasional.
Pembentukan Depernas didasarkan pada Undang undang Nomor 80 Tahun 1958. Depernas dibentuk dengan tujuan untuk mempersiapkan rancangan undang undang yang membahas mengenai pembangunan nasional serta mengevaluasi penyelenggaraan pembangunan.
Pada tahun 1960, Dewan Perancang Nasional mengumumkan rencana pembangunan delapan tahun yang disebut dengan Pola Pembangunan Semesta Berencana.
Rencana Depernas ini berisi mengenai pola proyek pembangunan, pola penjelasan pembangunan, dan pola pembiayaan pembangunan.
Namun, pada tahun 1963 Depernas diganti menjadi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Bappenas ini memiliki beberapa tugas dalam pendiriannya:
Pada masa demokrasi terpimpin, pemerintah Indonesia menetapkan kebijakan devaluasi mata uang rupiah.
Penetapan kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan nilai mata uang rupiah tanpa harus merugikan rakyat kecil.
Dalam pelaksanaannya, kebijakan ini dijalankan oleh Panitia Penampung Operasi Keuangan (PPOK). Berikut bentuk devaluasi pada masa demokrasi terpimpin:
Kekacauan politik yang terjadi sebelum 1959 yang dibarengi dengan adanya inflasi menyebabkan daya beli masyarakat pada masa demokrasi terpimpin menjadi merosot tajam.
Dalam rangka membendung inflasi yang terjadi, pemerintah mengeluarkan sebuah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perpu) yang bertujuan untuk mengurangi banyaknya uang yang beredar serta melakukan perbaikan terhadap keuangan dan sistem perekonomian di Indonesia.
Untuk mengimbangi berjalannya kebijakan tersebut pemerintah juga melakukan pembekuan terhadap semua simpanan yang berada di bank-bank di Indonesia. Hal ini dengan tujuan untuk mengurangi banyaknya uang yang beredar.
Selain langkah tersebut, pemerintah juga melakukan pengintruksian penghematan bagi instansi pada pemerintah dan juga memperketat pengawasan semua pengeluaran serta pemasukan anggaran belanja, serta melakukan penertiban manajemen dan administrasi perusahaan perusahaan negara.
Dengan beberapa langkah kebijakan moneter tersebut, pemerintah Indonesia mampu untuk mengendalikan laju inflasi dan berhasil mencapai keseimbangan serta kemantapan dalam hal moneter.
Deklarasi Ekonomi (Dekon) merupakan strategi dasar ekonomi Indonesia untuk dapat memperbaiki sistem perekonomian pada era sebelumnya. Deklarasi Ekonomi ini dibentuk oleh panitia tiga belas.
Dalam peresmiannya yang dilakukan oleh Presiden Soekarno, deklarasi ekonomi memiliki beberapa tujuan sebagai berikut:
Pada dasarnya kebijakan deklarasi ekonomi ini memprioritaskan berbagai bidang dalam ekonomi seperti:
Dengan kebijakan deklarasi ekonomi ini, pemerintah Indonesia menyatakan bahwa pelaksanaan ekonomi Indonesia adalah berdikari, yang berarti sistem perekonomian yang ada di indonesia sudah mampu berkembang dan berdiri diatas kaki sendiri.
Namun dalam pelaksanaannya, deklarasi ekonomi tidak terlepas dengan campur tangan PKI. PKI bersedia untuk melaksanakan Dekon selama pelaksanaan strategi dasar ekonomi yang dilakukan oleh orang-orang PKI.
Sedangkan dalam perkembangannya sendiri, kebijakan Dekon ini mengalami kegagalan dalam upaya mengatasi perekonomian di Indonesia.
Hal yang memicu kegagalan tersebut karena pemerintah Indonesia gagal dalam memperoleh pinjaman dana dari pihak International Monetary Fund (IMF). Selain itu juga, kegagalan tersebut dipengaruhi oleh konfrontasi politik antara Indonesia dengan Malaysia yang sedang terjadi.
Pada masa demokrasi terpimpin untuk dapat mengatasi ketidakstabilan ekonomi yang terjadi, Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah intruksi presiden yang berisi mengenai ketentuan ketentuan mengenai perhimpunan dan penggunaan dana revolusi.
Dana revolusi sendiri didapat dari devisa dekrit jangka panjang (deffered payment). Kemudian Jusuf Muda melakukan pungutan terhadap perusahaan perusahaan atau perseorangan yang telah mendapatkan fasilitas kredit sebesar 250 juta hingga 1 miliar rupiah.
Perusahaan dan perseorangan tersebut diwajibkan untuk melakukan pembayaran dengan menggunakan valuta asing dengan besar nominal yang telah ditetapkan.
Dalam perkembangannya, hasil pengumpulan dari dana revolusi tersebut dipergunakan untuk dapat membiayai proyek-proyek mandataris presiden yang dikenal dengan proyek mercusuar.