Daftar isi
Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mempunyai banyak peminat. Banyak orang yang memasukkan Yogyakarta sebagai daftar tujuan wisata mereka. Tak hanya cantik, kota ini juga mempunyai beberapa kebudayaan dan ciri khas berupa kerajinan tangan. Apa saja kerajinan tangan khas kota gudeg? Simak pembahasannya berikut ini.
1. Batik Yogyakarta
Batik merupakan kain tradisional bangsa Indonesia yang keberadaanya sudah diakui oleh dunia. Batik sendiri hadir sejak zaman dahulu bahkan pada masa kerajaan. Salah satu daerah dengan kerajinan batik yang paling terkenal berasal dari kota Yogyakarta. Sejarah mencatat batik di daerah Yogyakarta sudah ada sejak era Mataram kuno yang pada saat itu dipimpin oleh Panembahan Senopati. Daerah yang pertama kali memproduksi batik adalah daerah Plered.
Pada awalnya kegiatan membatik ini hanya dilakukan oleh kaum wanita yang datang dari keluarga keraton dan bangsawan. Namun seiring berjalannya waktu kegiatan ini diajarkan kepada seluruh wanita tanpa pandang bulu. Kegiatan membatik ini pun menyebar luas ke berbagai wilayah di luar Yogya.
Perbedaan batik Yogya dengan batik dari daerah Indonesia lainnya adalah memiliki warna dominan coklat dan motif yang tegas dan besar. Motif tersebut menjadikan batik Yogya terlihat gagah. Motif batik yang terkenal dari Yogya adalah batik garda dan batik parang.
2. Kerajinan Perak Kotagedhe
Kotagedhe merupakan sebuah kota yang memiliki nilai sejarahnya tersendiri. Dahulu kala kota ini merupakan ibukota dari kerajaan Mataram. Konon katanya para raja terdahulu sangat menyukai kerajinan yang terbuat dari perak sehingga banyak pengrajin perak bermunculan di kota ini. Namun setelah tahun 1640, ibukota Mataram harus dipindahkan ke Plered. Namun, pindahnya ibukota kerajaan tidak membuat para pengrajin turut serta pindah.
Pengrajin perak tetap berada di Kotagdhe serta menjualnya kepada masyarakat umum. Kerajinan perak tetap eksis setelah masuknya Belanda ke Indonesia. Bahkan hal tersebut mempengaruhi kerajinan yang semula hanya berproduksi barang teratas menjadi industri. Motif dan corak juga banyak mendapat pengaruh dari bangsa penjajah.
Kerajinan perak dari Kotagedhe mengalami masa keemasannya pada tahun 1970 an hingga 1980 an. Pada saat itu mereka memproduksi berbagai macam barang bahkan untuk alat-alat makanan dan kehidupan sehari-hari lainnya. Nama Kotagedhe semakin tersohor karena kala itu belum banyak industri yang membuat kerajinan perak. Tak heran jika hasil kerajinan perak kotagedhe terkenal hingga mancanegara seperti Malaysia, Pakistan, Arab, bahkan Romania.
3. Keris
Keris merupakan senjata tradisional khas Jawa termasuk Yogyakarta yang sudah ada sejak dahulu kala. Bagi masyarakat Jogja keris bukan hanya sekedar senjata tetapi juga benda berharga yang mengandung nilai filosofi leluhur. Keris terbuat dari besi yang dibentuk meliuk-liuk hingga menampilkan kesah gagah dan eksotis. Setiap keris memiliki bentuk liukan atau disebut luk dengan jumlah ganjil mulai dari tiga hingga seterusnya.
Jumlah luk yang ganjil bukan tanpa maksud dalam artian ada maknanya sendiri. Makna tersebut adalah manusia tidak akan pernah bisa genap atau sempurna. Keris memiliki wadah pembungkus yang disebut dengan warangka. Cara mengeluarkan keris dari warangka pun memiliki arti. Apabila pemilik keris tersebut dikeluarkan dengan cara menarik warangkanya maka berarti pemilik tersebut menghormat pandai besi atau pembuat keris tersebut. Namun jika pemilik keris mengeluarkannya dengan cara menarik gagang keris itu menandakan ia akan menikam atau menusuk seseorang.
Selain sebagai senjata tradisional, keris juga merupakan simbol dari status sosial seperti keris Kanjeng Kyai Ageng Kopek yang hanya boleh digunakan dan dimiliki oleh sultan keraton Yogyakarta. Keris juga kerap dijadikan sebagai aksesoris pelengkap dalam berpakaian terutama pakaian adat.
4. Gerabah Kasongan
Gerabah merupakan sebuah kerajinan yang selalu ada hampir di seluruh wilayah Indonesia. Sedangkan Kasongan merupakan sebuah desa yang berada di Bantul, Yogyakarta. Kota ini sudah membuat kerajinan gerabah sejak meletusnya perang Diponegoro yaitu pada tahun 1825-1830. Masyarakat Kasongan membuat gerabah untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka. Gerabah yang dibuat biasanya merupakan peralatan rumah tangga seperti kuali, pengaron, kendi, anglo, cowèk, dan alat lainnya.
Namun setelah tahun 1930 an produk gerabah yang dihasilkan oleh masyarakat Kasongan mulai berkembang yang semula mengedepankan nilai fungsi menjadi gerabah dengan nilai estetika. Kerajinan gerabah tersebut diprakarsai oleh seorang pengrajin handal bernama jembuk.
Sejak saat itu Kasongan tak hanya menghasilkan gerabah peralatan rumah tangga tetapi juga souvenir yang cantik. Pada tahun 1980 an kerajinan gerabah mengalami puncak kejayaannya dimana sepanjang jalan di Kasongan terdapat banyak sanggar untuk belajar membuat gerabah. Kerajinan gerabah Kasongan pun tak hanya diminati oleh masyarakat lokal tetapi juga oleh bangsa lain seperti dari Jepang, Eropa, Australia, hingga Kanada.
5. Blangkon
Jika kamu berkunjung ke keraton Yogyakarta dan daerah di Jawa Tengah lainnya kamu akan melihat para kaum pria mengenakan penutup kepala yang unik dan khas. Penutup kepala tersebut juga dapat kamu temui di berbagai tempat toko pakaian di Jogja. Lalu apa sebenarnya penutup kepala tersebut? Benda tersebut memiliki nama yaitu blangkon. Blangkon sudah ada sejak zaman kerajaan dan hanya dikenakan oleh kaum pria.
Blangkon juga kerap kali digunakan sebagai aksesoris penutup kepala dalam berpakaian adat. Namun tak sedikit pula yang mengenakannya dalam kehidupan sehari-hari. Pada awalnya blangkon tidak berbentuk topi bulat seperti saat ini melainkan berupa kain bermotif.
Kain tersebut kemudian akan diikatkan hingga menutupi kepala. Lama kelamaan masyarakat melakukan inovasi dengan membuat blangkon siap pakai sehingga lebih praktis dan cepat. Blangkon Jogja berbeda dengan blangkon yang ada di daerah lain dimana bagian belakang blangkon jogja memiliki “mondolan”.
Mondolan adalah tempat untuk menaruh rambut panjang yang umumnya dimiliki oleh orang-orang Jogja pada zaman dahulu. Menyimpan rambut pada “mondolan” dimaknai dengan manusia seharusnya pandai menyimpan rahasia terutama aib baik diri sendiri maupun orang lain.
6. Kerajinan Kulit Manding
Kota Jogja seakan dipenuhi dengan orang-orang yang memiliki keterampilan dalam berbagai hal mulai dari perak, gerabah, hingga kulit. Jika kamu pecinta kerajinan gerabah kamu bisa mengunjungi desa Kasongan, jika kamu menyukai kerajinan perak maka kamu bisa berwisata ke Kotagede, dan jika kamu seorang penggemar kerajinan kulit maka kamu bisa datang ke desa Manding. Desa Manding berlokasi di Jl. DR Wahidin Sudiro Husodo, Manding, kota Bantul.
Kerajinan kulit Manding berjaya pada tahun 1980 an dan memiliki puluhan toko di sepanjang jalan. Berbeda dengan kerajinan kulit daerah lainnya, kerajinan kulit Manding terbuat dari kulit nabati dengan teknik tatah timbul. Jahitan pada kerajinan kulit Manding dikerjakan secara manual dengan menggunakan tangan. Produk kerajinan tangan Manding berupa jaket, sepatu, sandal, tas, ikat pinggang, dompet, pigura hingga gantungan kunci. Meski kini tak sepopuler dulu namun kerajinan ini masa ada hingga saat ini.
7. Wayang Kulit
Jogjakarta selain terkenal dengan makanan gudegnya juga terjenal dengan pertunjukan seni wayang kulitnya. Wayang kulit merupakan pertunjukkan yang dipentaskan oleh sebuah dalang menggunakan wayang berbentuk menyerupai makhluk hidup dan terbuat dari kulit. Kulit yang digunakan biasanya adalah kulit binatang seperti kerbau, lembu, ataupun kambing. Seni wayang erat kaitannya dengan penyebaran agama Hindu-Budha di Pulau Jawa. Wayang digunakan dalam ritual adat yang berhubungan dengan roh spiritual.
Namun wayang juga digunakan oleh para wali songo untuk berdakwah menyebarkan agama Islam. Oleh sebab itu meski agama lain masuk ke Jogja namun seni wayang kulit masih dapat dinikmati oleh masyarakat. Pertunjukkan wayang biasanya akan digelar semalam suntuk yang dipimpin oleh seorang dalang dan diiringi oleh musik gamelan. Wayang kulit tak hanya digunakan dalam pertunjukkan tetapi juga diperjualbelikan di toko-toko souvenir. Bentuk wayang kulit yang paling banyak memiliki peminta yaitu wayang kulit dengan bentuk punakawan dan pandawa lima.
8. Batik Kayu
Jika pada umumnya membatik dilakukan di atas selembar kain, maka di tangan masyarakat Krebet membatik dapat dilakukan di atas kayu. Kayu-kayu tersebut tidak hanya diukir dengan pola batik tetapi juga dibentuk menjadi sebuah topeng,g, wayang, almari, aksesoris rumah tangga, patung kayu, kotak perhiasan, dan peralatan lainnya. Oleh sebab itulah dibutuhkan keahlian khusus untuk membuat kerajinan ini.
Kerajinan ini bermula dari warga Krebet yang hanya mengandalkan sektor pertanian mereka. Sedangkan para petani hanya bisa menanam pada saat musim tertentu. Masyarakat Krebet pun mencoba inovasi lainnya yaitu dengan membuat batik di atas kayu. Kerajinan tersebut kemudian dijual dan berhasil mengundang banyak peminat mulai dari masyarakat lokal hingga mancanegara.
9. Gamelan
Gamelan merupakan serangkaian alat musik tradisional yang dikenal berasal dari pulau Jawa. Bagi masyarakat Jawa dan Jogja gamelan bukan hanya sekedar alat musik biasa melainkan juga benda pusaka. Gamelan bahkan disimpan dan dirawat di dalam keraton Yogya. Memang seperangkat alat musik gamelan tidaklah murah bahkan mencapai ratusan juta.
Hal tersebut dikarenakan dalam membuat alat musik gamelan membutuhkan banyak bahan dan alat serta harus melalui beberapa tahapan. Bahan yang digunakan untuk membuat gamelan yaitu berupa kuningan, kayu dan kulit binatang menyesuaikan alat musik yang akan dibuatnya.
Dalam satu set gamelan terdiri dari banyak alat musik seperti kendang saron, bonang, kenong, gong, gambang, slenthem gender dan lain-lain. Alat-alat tersebut dibuat dalam lima tahap yaitu mbesot, nyinngi, mbentuk, mbabar dan yang terakhir menyesuaikan tangga nada. Di Jogja sendiri pembuatan gamelan dapat dilihat di Sleman dan di Bantul.
10. Cinderamata Dagadu Djokdja
Setiap kota wisata biasanya memiliki cinderamata yang khas dan tidak bisa ditemukan di kota lainnya. Jogja mempunyai cinderamata khas yang dikenal dengan nama “dagadu”. Dagadu merupakan merek yang berdiri pada tahun 1994 tepatnya pada tanggal 4 Januari oleh sekelompok mahasiswa Universitas Gadjah Mada. Mereka menginginkan Jogja mempunyai cinderamata yang unik dan terciptalah “dagadu”.
Dagadu merupakan sebuah kata umpatan yang biasa dilontarkan oleh orang-orang Jogja. Jika diterjemahkan maka artinya adalah “matamu” sedenagkan kata Djokdja” berasal dari ejaan lama. Produk yang dihasilkan oleh dagadu-djokdja berbagai macam mulai dari kaos, gantungan kunci, dan pernak-pernik lainnya. Produk yang berada di bawah label PT. Aseli Dagadu Djokdja ini dijajakan di pasaran Malioboro mall. Pemasaran produk dagadu djokdja tergolong sukses dan bertahan hingga saat ini.
11. Baju Surjan
Kamu pasti sering melihat orang Jogja khususnya kaum laki-laki mengenakan pakaian dengan motif lurik atau bergaris. Pakaian tersebut dikenal dengan nama pakaian Surjan. Pakaian ini bukan sembarang pakaian sebab memiliki makna dan filosofinya sendiri. Kata “surjan” merupakan kombinasi dua kata yang disingkat yaitu kata “suraksa” dan “janma” yang artinya ialah “menjadi manusia”.
Pakaian yang memiliki lengan panjang dengan kerah tegak ini diciptakan oleh Sunan Kalijaga. Pakaian ini kemudian dikenakan oleh kerajaan Mataram sebelum terpecah belah. Pakaian surjan memiliki tiga pasang kancing di bagian leher yang melambangkan rukun iman serta dua kancing pada bagian dada yang menyimbolkan dua kalimat syahadat.
12. Pernak-pernik Malioboro
Jika kamu berkunjung ke Jogja maka belum lengkap jika kamu tidak pergi ke Malioboro. Malioboro adalah kawasan yang kini menjadi ikon modern bagi kota Jogja. Di sana kamu dapat dengan mudah menemukan toko-toko yang menjual berbagai cinderamata dan kerajinan khas Yogyakarta. Lokasinya pun sangat mudah untuk diakses di Malioboro kamu dapat membeli pernak-pernik yang unik dan cantik mulai dari gelang, kalung, tas , dompet dan lain sebagainya. Kamu pun dapat membelinya dengan harga yang terjangkau.
13. Benda Antik
Sebagian orang lebih menyukai barang-barang antik terutama bagi seorang kolektor. Meskipun terkadang harganya mahal namun bagi mereka harga tersebut akan terbayar dengan kepuasan yang di dapat. Namun sayangnya barang antik tidak mudah didapatkan. Namun sulit bukan berarti tidak bisa. Di kota gudeg terdapat beberapa pasar yang menjual khusus barang-barang kuno mulai dari jam tangan, perabotan rumah tangga, pakaian, alat elektronik, tas, sepatu, dan lainnya.
Pasar-pasar tersebut antara lain pasar Senthir, pasar Klithikan Pakuncen, dan pasar Klithikan Niten. Pasar Senthir berada di Pabringan Selatan, Gondomanan, Kota Yogyakarta. Pasar Klithikan Pakuncen berada di Jalan HOS. Cokroaminoto No. 34, Bantul. Sementara itu pasar Klithikan Niten berada di jalan Bantul kilometer 5,5 dusun Niten, Desa Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul. Di pasar ini juga kamu bisa mendapatkan piringan hitam kuno lho.
14. Tas Rajut Dowa
Bagi kamu para kaum wanita khususnya penggemar tas maka tidak ada salahnya jika kamu menambahkan tas dowa sebagai koleksimu. Tas dowa merupakan tas rajut yang diciptakan oleh seorang mahasiswa Universitas Gadjah Mada. Kata dowa sendiri diambil dari kata “do’a” yang artinya harapan. Tas ini diharapkan merupakan produk yang diharapkan oleh banyak masyarakat.
Meski tas ini merupakan tas yang sepenuhnya dibuat dengan benang yang dirajut namun kualitasnya sudah terbukti kuat. Warnanya pun tidak akan mudah luntur. Pusat dari kerajinan tas dowa berada jalan Godean Km. 7 Sleman,Yogyakarta. Jenis tas yang dihasilkan pun bervariasi mulai dari tas klasik, tas travelling, tas kosmetik, dompet dan lain sebagainya.
15. Patung Loro Blonyo
Patung Loro Blonyo merupakan kerajinan tangan yang berbentuk sepasang pengantin yang sedang duduk bersila. Sosok yang digambarkan dalam patung ini bukanlah sosok biasa melainkan dewa dan dewi. Sosok wanita merupakan representasi dari dewi kesuburan yaitu dewi Sri sedangkan sosok laki-laki merupakan gambaran dari dewa Wisnu.
Patung ini diyakini sudah ada sejak tahun 1476 atau pada masa kerajaan Mataram Kuno. Sepasang patung yang mengenakan pakaian adat khusus pengantin Jawa ini diartikan sebagai kemakmuran dan kesejahteraan.