Daftar isi
Pengertian Kognisi Sosial
Kognisi merupakan sebuah istilah yang mengacu pada sebuah proses memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang sesuatu yang meliputi beberapa tahapan, seperti berpikir, mengetahui, mengingat, menilai, dan memecahkan masalah.
Menurut American Psychological Association (APA), kognisi sosial adalah bagaimana seseorang memandang, memikirkan, menafsirkan, mengkategorikan, dan menilai perilaku sosial mereka sendiri dan orang lain.
Kognisi sosial adalah studi mengenai bagaimana kita berpikir tentang dunia sosial, upaya kita untuk memahaminya (dunia sosial) dan diri kita sendiri, serta tempat kita di dalamnya (Fiske & Taylor, 2008; Higgins & Kruglanski, 1996).
Sedangkan konsep dari kognisi sosial tentang diri menurut Gordon Allport dimulai dari proses yang dinamakan dengan becoming, di mana kita mengembangkan, memodifikasi, dan menyaring identitas personal dan pemahaman tentang konsep “diri” kita sendiri.
Setelah tahap becoming, terjadi proses yang dinamakan self-development. Kebanyakan dari kita melalui proses self-development dari berinteraksi dengan orang-orang terdekat semasa kita kecil. Orang-orang ini kita sebut sebagai significant others yang akan menjadi panutan (role model) bagi kita dalam bertindak, berpikir, dan merasa tentang diri kita.
Seiring dengan pertambahan usia seseorang, faktor yang mempengaruhi pengembangan diri (self-development) juga meluas seperti teman, kelompok, organisasi, budaya, dam media massa.
Konsep Kognisi Diri
Dalam perkembangannya, ada dua konsep yang bisa menjadi parameter dari sebuah self-cognition (kognisi diri), yaitu self-awareness (kesadaran diri) dan self-schemata (bagan diri). Berikut penjelasannya.
Self-Awareness (Kesadaran Diri)
Self-awareness (kesadaran diri) merupakan kemampuan untuk fokus terhadap diri sendiri dan bagaimana bertindak, berpikir dan merasa sesuai dengan standar yang kita buat untuk diri kita sendiri.
Self awareness membantu kita untuk mengevaluasi diri sendiri secara objektif , menyelaraskan perilaku kita dengan nilai-nilai kita, dan memahami cara pandang orang lain terhadap kita. Dengan begitu, kita bisa menilai kelemahan dan kekurangan yang ada pada diri kita.
Sederhanya, self-awareness menunjukkan tingkat seberapa kita paham dan mengenal diri kita sendiri.
Penelitian Eurich menemukan bahwa orang dengan self-awareness yang baik cenderung memiliki hubungan sosial yang lebih baik dibanding yang tidak memiliki self-awareness sama sekali. Selain itu, pengendalian diri dan sosial serta kepuasan kerja juga lebih tinggi.
Konsep kesadaran diri (self-awareness) dapat dijelasakan melalui “The Johari Window” yang dibuat oleh Joseph Luft dan Harry Ingham (1984).
Dalam Johari Window, “diri” manusia terbagi atas empat bagian atau jendela. Setiap jendela mewakili “diri” (self) yang berbeda-beda, dan antara jendela satu dengan jendela yang lain tidak terpisahkan.
Ada dua dimensi yang terdapat pada diri manusia, yaitu (1) hanya diketahui oleh diri sendiri (daerah privat/pribadi), dan (2) diketahui oleh orang lain (daerah publik). Irisan antara dua dimensi menghasilkan empat jendela, yakni open self, blind self, hidden self, dan unknown self. Berikut penjelasannya.
1. Open self (Daerah Terbuka)
Bagian ini menyajikan beberapa informasi, perilaku, sifat, motif, emosi, dan ide yang kita dan orang lain ketahui. Informasi ini meliputi hal-hal, seperti agama, jenis kelamin, ras, nama, status sosial, warna rambut dan kulit.
2. Blind Self (Daerah Buta)
Bagian self ini menyajikan tentang informasi atau hal-hal yang orang lain ketahui namun tidak bagi kita. Bisa jadi daerah ini menyangkut hal-hal tentang kita yang sengaja kita tolak dan abaikan. Misalnya, selama ini orang lain menganggap kita adalah orang yang sombong dan anti sosial karena kita jarang bersua dengan mereka.
3. Hidden Self (Daerah yang Tersembunyi)
Dalam bagian self ini berisi tentang informasi dan hal-hal yang ada dalam diri kita, di mana tak ada satupun orang lain yang mengetahuinya, terkecuali diri kita sendiri. Bagain paling rahasia dan kita simpan hanya untuk diri sendiri. Contohnya seperti kondisi keuangan, kecemasan, kehidupan seksual, perasaan terdalam kita yang sebenarnya, rahasia sukses, dan masalah keluarga.
4. Unknown Self (Daerah yang Tidak Diketahui)
Merupakan bagian dari diri seseorang yang tidak seorangpun mengetahuinya, termasuk dirinya sendiri. Sebagian orang mengatakan ini merupakan bagian dari takdir, seperti bagaimana masa depan seseorang.
Tingkat kesadaran diri (self-awareness) seseorang bisa mengalami kenaikan maupun penurunan (deindividuation) akibat stimuli tertentu. Namun hal itu bisa dilatih dan ditingkatkan kembali. Seperti yang dikemukakan oleh DeVito, ada lima hal yang dapat meningkatkan self-awareness, antara lain sebagai berikut:
- Melakukan self-talk. Self-talk adalah suatu kegiatan berdialog dengan diri sendiri. Bertanya kepada diri sendiri tentang makna kehidupan apa yang dicari, serta tujuan hidup apa saja yang harus dikejar. Selain meningkatkan self-awareness, hal ini juga akan membuat kita bisa paham tentang value diri kita.
- Menjadi pendengar yang baik. Mendapat feedback dari orang lain dalam komunikasi interpersonal maupun kelompok akan mendapatkan self-knowledge (informasi tentang diri kita). Dengan begitu, kita akan paham apa saja yang perlu diperbaiki dalam diri kita.
- Mencari informasi tentang diri sendiri secara aktif. Dengan melakukan ini, selain kita akan memperkecil wilayah blind-self kita, kita juga akan lebih memiliki self-awareness yang baik.
- Meningkatkan wilayah open-self. Dengan adanya perluasan wilayah open-self, maka akan berimplikasi pada menyempitnya wilayah blind-self. Tindakan ini berarti kita melakukan self-disclosure (membuka diri) terhadap orang lain yang mana akan memberikan perluasan informasi kepada orang lain.
- Melihat diri kita dari sudut pandang yang lain. Perbedaan persepsi orang lain terhadap kita membuat kita memiliki image tersendiri bagi setiap yang menilai kita. dengan melihat diri kita melalui sudut pandang orang lain akan menambah kesadaran tentang diri kita sendiri.
Self-Schema (Skema Diri)
Istilah skema mengacu pada struktur kognitif yang kita miliki untuk menggambarkan berbagai hal atau pengetahuan tentang dunia.
Skema diri (self-schema) adalah kategori pengetahuan yang mencerminkan bagaimana kita mengharapkan diri kita untuk berpikir, merasakan, dan bertindak dalam pengaturan atau situasi tertentu. Masing-masing keyakinan ini mencakup seperangkat susunan self generalizations (hal-hal umum) yang didapatkan dari penilaian diri sendiri serta pengetahuan kita tentang pengalaman masa lalu dalam situasi serupa.
Sebagai contoh, ketika Anda melakukan sebuah presentasi, skema diri Anda menggambarkan Anda adalah orang yang pemalu jika harus berbicara di depan umum.
Karena Anda memiliki keyakinan seperti itu dan didukung oleh pengalaman serupa di masa lalu, maka Anda akan memiliki pemikiran dan keyakinan bahwa pemalu adalah salah satu identitas diri Anda.
- Bagaimana Skema Diri (Self Schema) Terbentuk
Skema diri seseorang mulai terbentuk sejak ia masih dalam usia dini. Keterlibatan orang tua berperan penting dalam hal ini.
Semakin dekat dan tertarik orang tua dalam pengasuhan, maka semakin baik pula skema diri yang terbentuk pada anak, dan sebaliknya.
Sosiolog John DeLamater, Jessica Collet, dan Daniel Meyers mengemukakan bahwa skema diri kita dihasilkan dari hubunngan sosial kita. Sepanjang hidup, saat kita bertemu dengan orang baru dan memasuki kelompok baru. Pandangan kita tentang diri dimodifikasi oleh umpan balik yang kita terima dari orang lain.
Berbagai peran yang kita mainkan sepanjang hidup juga membentuk skema diri kita. Pengalaman kita sebagai anak, saudara kandung, teman, orang tua, rekan kerja dan peran-peran yang lainnya akan mempengaruhi cara kita merasakan tentang diri sendiri, berpikir, dan bertindak dalam situasi tertentu.