Kondisi Bangsa Indonesia Sebelum Tahun 1908

√ Edu Passed Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Ketika bangsa Belanda berkuasa di Indonesia, yaitu sejak berdirinya VOC tahun 1602, kondisi bangsa Indonesia yang berkaitan dengan pendidikan, ilmu pengetahuan, persatuan dan kesatuan, serta jiwa nasionalisme masih relatif rendah.

Fenomena tersebut ditandai dengan mudahnya bangsa Indonesia dihasut dan di adu domba antar rakyat Indonesia sendiri. Sebagai contoh, suatu pertikaian antarkerajaan akibat dihasut oleh kolonial Belanda hingga timbul perselisihan, perang saudara, pecahnya persatuan, dan pada akhirnya dapat dikuasai atau di jajah Belanda.

Kekuasaan kolonial Belanda atas bangsa Indonesaia yang berlangsung sangat lama telah membawa akibat buruk bagi rakyat Indonesia di berbagau segi kehidupan. Berikut kondisi bangsa Indonesia sebelum tahun 1908 di bidang ekonomi, sosial, politik, dan kebudayaan.

1. Kondisi bangsa Indonesia di bidang politik

Sistem politik adu domba (devide te impera) yang digunakan pemerintah kolonial Belanda mampu memperlemah, memperdaya bangsa Indonesia, dan bahkan dapat menghapus kekuasaan pribumi. Beberapa kerajaan besar yang berkuasa di berbagai daerah di Indonesia satu demi satu dapat dikuasai oleh Belanda.

Kedudukan para bupati dianggap sebagai pegawai negeri yang digaji oleh pemerintah kolonial Belanda. Kewibawaan para bupati telah jatuh di mata rakyat Indonesia, bahkan jabatan para bupati dimanfaatkan untuk menekan dan memeras rakyat Indonesia.

Perilaku para penguasa pribumi selalu diawasi secara ketat sehingga mereka sulit melakukan tindakan yang menyimpang dari aturan yang telah ditetapkan. Dengan demikian, rakyat Indonesia saat itu tidak memiliki pemimpin yang dapat diharapkan untuk menyalurkan aspirasi dan justru kehidupan berpolitik menjadi buntu.

2. Kondisi bangsa Indonesia di bidang ekonomi

Penderitaan akibat politik pemerasan yang dilakukan kolonial Belanda terhadap rakyat Indonesia telah mencapai puncaknya pada masa pelaksanaan sistem tanam pkasa dan sistem ekonomi liberal.

Keuntungan dari pelaksanaan sistem tanam paksa dan politik pintu terbuka tersebut tidak ada yang digunakan untuk kepentingan Indonesia, namun digunakan Belanda untuk membangun negerinya di Eropa dan untuk membayar utang luar negeri pemerintah kolonial Belanda.

Dengan demikian, kehidupan ekonomi rakyat Indonesia pada zama penjajahan Belanda sungguh memperihatinkan, sehingga banyak rakyat yang hidup dalam kemiskinan dan mati kelaparan.

3. Kondisi bangsa Indonesia di bidang sosial

Kehidupan sosial yang dialami bangsa Indonesia pada masa penjajahan Belanda antara lain diskriminasi ras dan intimidasi itu didasarkan pada golongan dalam kehidupan masyarakat dan suku bangsa.

Penduduk berkulit putih dan kolonial Belanda termasuk ke dalam golongan dengan status sosial yang lebih tinggi dan memiliki hk-hak istimewah.

Adapun rakyat pribumi termasuk ke dalam golongan rendah yang lebih dibebani oleh kewajiban-kewajiban dan tidak diberikan hak sebagaimana layaknya warga negara yang dilindungi oleh hukum.

Tidak semua anak pribumi memiliki kesempatan untuk memperoleh pendidikan seperti yang diperoleh anak-anak kolonial Belanda. Demikian pula, dalam lingkungan pemerintahan, tidak semua jabatan tersedia untuk orang-orang pribumi.

Dengan demikian, adanya deskriminasi ras dan segala bentuk intimidasi, baik secara langsung maupun tidak langsung telah menimbulkan kesenjangan antara orang-orang Belanda dan rakyat pribumi.

4. Kondisi bangsa Indonesia di bidang kebudayaan

Kebudayaab barat (Eropa) yang dibawa masuk ke Indonesia oleh bangsa kolonial Belanda mulai dikenal bangsa Indonesia sejak abad ke-15. Budaya-budaya barat tersebut diterapkan ke dalam lingkungan kehidupan tradisional rakyat Indonesia, seperti cara bergaul, gaya hidup, cara berpakaian, bahasa dan sistem pendidikan.

Kesengsaraan rakyat pribumi banyak diketahui oleh prang-orang Belanda yang moderta, di antaranya adalah Baron Van Houvel dan Douwes Dekker. Baron Van Houvel menyerukan kepada pemerintah kolonial untuk lebih memperhatikan nasib kaum pribumi.

Eduard Douwes Dekker mengahadapi situasi yang sangat berlawanan dengan nuraninya, yaitu kesewenangan para pamong, ketiranian, kejahatan yang dilakukan sekelompok masyarakat yang menteror warga, dan seterusnya.

Upaya untuk memperbaiki situasi tidak mendapatkan dukungan baik dari atasannya maupun dari pemerintah. Dengan nama samaran Multatuli, Eduard Douwes Dekker menulis buku berjudul Max Havelaar yang isinya kritikan terhadap pemerintah kolonial Belanda.

Tokoh lain yang memperjuangkan kepentingan pribumi adalah Van Deventer, seorang Belanda yang mempunyai perhatian yang besar terhadap negeri jajahan. Ia menyerukan agar dilakukan sedikit perhatian khusus guna memajukan negeri jajahan.

Pada tahun 1899 terbit sebuah artikel oleh Van Deventer berjudul Hutang Kehormatan dalam majalah De Gids. Van Deventer juga turut serta mengusulakn kepada pemerintah Belanda supaya diadakan politik etis atau politik balas bud.

Ia lalu mengeluarkan gagasan tentang proses memajukan negeri jajahan itu yang terdiri dari tiga point utama yang sering disebut Trias politika van dekker, yaitu :

  • Irigasi (pengairan), membangun dan memperbaiki pengairan-pengairan dan bendungan untuk keperluan pertanian.
  • Emigrasi, yakin mengajak penduduk untuk bertransmigrasi
  • Edukasi, yakni memperluas dalam bidang pengajaran dan pendidikan.

Pada akhirnya menerapkan politik etis atau politik balas budi karena dianggap mempunyai hutang budi kepada rakyat Indonesia. Namun, pelaksanaan dari politik etis ini kenyataannya hanya dimanfaatkan untuk kepentingan kaum penjajah saja.

Namun, sungguh tidak disadari kamu penjajah, bahwa pendidikan telah menciptakan kaum nasionalisme muda yang sadar akan pentingnya persatuan dan kemerdekaan, sehingga nanntinya akan muncul kamu pemuda-pemuda Indonesia yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

fbWhatsappTwitterLinkedIn