Reformasi merupakan suatu perubahan tatanan kehidupan lama dengan tatanan perikehidupan baru dan secara hukum menuju ke arah perbaikan.
Gerakan reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998, merupakan suatu gerakan untuk mengadakan pembaharuan dan perubahan, terutama perbaikan dalam bidang politik, sosial, ekonomi, dan hukum.
Reformasi merupakan formulasi menuju Indonesia baru dengan tatanan baru. Buah perjuangan reformasi itu tidak bisa dipetik dalam waktu singkat, namun membutuhkan proses dan waktu.
Bahkan hasil reformasi itu baru bisa dinikmati oleh masyarakat secara bertahap, sehingga perlu adanya agenda reformasi untuk memprioritaskan mana yang lebih dulu dilaksanakan.
Reformasi juga perlu dilakukan kontrol agar pelaksanaannya tepat pada tujuan dan sasarannya. Reformasi yang tidak terkendali akan kehilangan arah dan bahkan cenderung melanggar norma-norma hukum, sehingga tidak membawa perbaikan dalam kehidupan masa depan masyarakat Indonesia.
Masalah yang sangat mendesak adalah upaya mengatasi kesulitan masyarakat banyak tentang masalah kebutuhan bahan pokok dengan harga yang terjangkau oleh rakyat. Pada waktu itu, harga kebutuhan pokok rakyat sempat melejit tinggi bahkan masyarakat harus antri untuk membelinya.
Sementara itu, melihat situasi politik dan kondisi ekonomi Indonesia yang semakin tidak terkendali, rakyat Indonesia menjadi semakin kritis dan menyatakan bahwa pemerintahan orde baru tidak bisa menciptakan kehidupan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera berdasarkan UUD 1945 dan Pancasila.
Oleh karena itu, munculnya gerakan reformasi bertujuan untuk memperbaharui tatanan kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara.
Beberapa agenda reformasi yang disuarakan para mahasiswa antara lain sebagai berikut :
Pada awal bulan Maret 1998 melalui sidang Umum MPR, Soeharto terpilih kembali menjadi Presiden Republik Indonesia, serta melaksanakan pelantikan Kabinet Pembangunan VII.
Namun kondisi bangsa Indonesia pada saat itu tidak kunjung membaik. Perekonomian mengalami pemerosotan dan masalah sosial semakin menumpuk. Kondisi dan situasi ini mengundang keprihatinan rakyat.
Memasuki bulan Mei 1998, para mahasiswa dari berbagai daerah mulai bergerak menggelar demontrasi dan aksi keprihatinan yang menuntut turunnya harga sembako, penghapusan KKN (Korupsi-Kolusi-Nepotisme) dan turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan.
Pada tanggal 12 Mei 1998 dalam aksi unjuk rasa mahasiswa Universitas Trisakti, terjadi bentrokan dengan aparat keamanan yang menyebabkan tertembaknya empat mahasiswa hingga tewas, serta puluhan mahasiswa lainnya mengalami luka-luka. Kematian empat mahasiswa tersebut mengobarkan semangat para mahasiswa untuk menggelar demonstrasi secara besar-besaran.
Pada tanggal 13 dan 14 Mei 1998, di Jakarta dan sekitarnya terjadi kerusuhan massal dan penjarahan yang mengakibatkan lumpuhnya kegiatan masyarakat. Dalam peristiwa kerusuhan ini sejumlah toko-toko menjadi sasaran amuk massa , bahkan sampai ke tingkat pembakaran toko-toko yang menelan korban jiwa.
Pada tanggal 19 Mei 1998, puluhan ribu mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jakarta dan sekitarnya berhasil menduduki Gedung DPR/MPR. Pada tanggal itu pula di Yogyakarta terjadi peristiwa bersejarah.
Kurang lebih sejuta umat manusia berkumpul di alun-alun utara kraton Yogyakarta menghadiri pisowanan ageng untuk mendengarkan maklumat dari Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Sri Paku Alam VII. Inti dari isi maklumat itu adalah menganjurkan kepada seluruh masyarakat untuk menggalang persatuan dan kesatuan bangsa.
Pada tanggal 20 Mei 1998, Presiden Soeharto mengundang tokoh-tokoh bangsa Indonesia untuk dimintai pertimbangannya dalam rangka membentuk Dewan Reformasi yang akan diketuai oleh Presiden Soeharto, namun mengalami kegagalan.
Pada tanggal itu pula Gedung DPR/MPR semakin penuh sesak oleh para mahasiswa dengan tuntutan tetap yaitu reformasi dan turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan.
Pada tanggal 21 Mei 1998, pukul 10.00 WIB bertempat di Istana Negara, Presiden Soeharto meletakkan jabatannya sebagai presiden di hadapan ketua dan beberapa anggota dari Mahkamah Agung.
Pada tanggal itu pula, dan berdasarkan Pasal 8 UUD 1945, presiden menunjuk Wakil Presiden B.J Habibie untuk menggantikannya menjadi presiden, serta pelantikannya dilakukan di depan Ketua Mahkamah Agung dan para anggotanya. Maka sejak saat itu, Presiden Republik Indonesia dijabat oleh B.J Habibie sebagai presiden yang ke-3.