Daftar isi
Taman Siswa merupakan organisasi pergerakan nasional bersifat kekeluargaan yang dipelopori oleh Ki Hajar Dewantara dan Raden Ajeng Sutartinah pada tahun 1922. Dasar pendidikan dalam Organisasi Taman Siswa adalah dasar kemanusiaan dan kebangsaan. Di dalam lingkungan Taman Siswa baik perempuan maupun laki-laki memiliki hak yang sama.
Latar Belakang organisasi taman siswa
Kelahiran Taman Siswa disebabkan karena keadaan pendidikan dan pengajaran pada saat itu mengecewakan akibat penerapan politik etis yang tidak ditujukan untuk kepentingan rakyat Bumiputera.
Politik etis yang diterapkan oleh pemerintah Hindia Belanda membatasi akses pendidikan bagi kaum perempuan Indonesia. Kaum perempuan Indonesia dianggap tidak selayaknya dan sepantasnya mendapatkan pendidikan oleh pemerintah Hindia Belanda.
Kedudukan kaum perempuan Indonesia berada dibawah kedudukan kaum laki-laki. Adat istiadat juga menghalangi anak-anak perempuan untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran.
Dari keadaan tersebut menimbulkan semangat serta usaha untuk memperbaiki kondisi ketidakadilan yang dirasakan oleh kaum perempuan, salah satunya melalui organisasi atau perkumpulan perempuan di Indonesia. Oleh karena itu hadirnya organisasi Taman Siswa mengambil bagian untuk memperbaiki nasib perempuan di Indonesia.
Taman Siswa lahir ketika rakyat Indonesia bergerak menuju Indonesia merdeka. Taman Siswa memberikan pengajaran, memberikan tuntunan dan menyokong anak-anak supaya tumbuh dan berkembang berdasarkan kekuatan sendiri.
Di dalam lingkungan Taman Siswa perempuan memiliki arti yang istimewa. Kaum laki-laki dan kaum perempuan harus saling tolong menolong. Seiring berjalannya waktu Taman Siswa semakin berkembang dan dihadapi oleh permasalahan-permasalahan yang lebih kompleks.
Sehingga, mendorong lahirnya organisasi wanita Taman Siswa untuk membanntu Taman Siswa dalam segala usahanya, khususnya pendidikan bagi kaum wanita.
Tokoh Pendiri Organisasi Taman Siswa
Berdirinya organisasi Taman Siswa dipelopori oleh Ki Hajar Dewantara dan Istrinya Raden Ajeng Sutartinah. Pada saat Indonesia berjuang untuk kemerdekaan Ki Hajar Dewantara ikut serta memperjuangkan kemerdekaan Indonesia melalui pendidikan.
Raden Ajeng Surtinah membina gerakan perempuan melalui organisasi baru yaitu wanita Taman Siswa yang berkedudukan di dalam lingkungan Taman Siswa untuk membantu organisasi Taman Siswa dalam hal memperjuangkan hak-hak kaum perempuan salah satunya yaitu hak pendidikan bagi kaum perempuan.
Pada tahun 1932 pemerintah Hindia Belanda berusaha untuk mematikan Taman Siswa dengan mengeluarkan undang-undang Wilde Scholen Ordonantie (Ordonasi Sekolah Liar). Dengan keluarnya undang-undang tersebut Ki Hajar Dewantara mengambil langkah untuk melawan undang-undang tersebut.
Undang-undang tersebut akan merampas kemerdekaan Taman Siswa dan wanita Taman Siswa sebagai lembaga pendidikan dan kebudayaan nasional yang telah dirintis oleh Ki Hajar Dewantara dan Raden Ajeng Surtinah.
Tekad yang diberikan oleh Ki Hajar Dewantara dan Raden Ajeng Surtinah menyebabkan pemerintah Hindia Belanda bertindak tegas dan menutup serta menyegel Taman Siswa. Namun, Raden Ajeng Sartinah bersama dengan pemimpin Taman Siswa lainnya mengadakan gerilya pendidikan supaya murid-murid dapat terus belajar walaupun dilarang oleh pemerintah Hindia Belanda.
Tujuan Organisasi Taman Siswa
Organisasi Taman Siswa memiliki tujuan untuk mengutamakan kepentingan rakyat dalam bidang pendidikan selain itu Organisasi Taman Siswa bersama dengan wanita Taman Siswa juga memiliki tujuan untuk memeprjuangkan hak-hak perempuan. Organisasi Taman Siswa membina perempuan untuk memperbaiki nasib kaum perempuan.
Organisasi Taman Siswa mendorong para angotanya untuk berperan dalam lingkungan masyarakat dan menggunakan haknya sebagai warga negara. Kaum perempuan merupakan kekuatan sosial untuk pembangunan negara, atas dasar tersebut maka proses pendidikan kepada anak-anak perempuan juga menjadi hal yang penting untuk nantinya memberi keuntungan bagi perkembangan mereka kedepannya.
Adapun sistem dalam pelaksanaan pendidikan di Taman Siswa menggunakan sistem among, dan setiap pamong yang merupakan pemimpin dalam proses pendidikan diwajibkan untuk bersikap Ing ngarsa sung tuladha, Ing madya mangun karsa, dan Tutwuri handayani.