Daftar isi
Indonesia bukan hanya diperjuangkan oleh satu dua daerah saja, melainkan hampir semua daerah memiliki peranan penting dalam kurun waktu sejarah. Setiap daerah di Indonesia sudah pasti memiliki histori masing-masing. Di mana pasti mereka memiliki pahlawan kebanggaan daerah tersebut. Salah satunya yakni Banten. Banten memiliki sejumlah tokoh pahlawan nasional yang memiliki peranan penting dalam memerjuangkan NKRI. Siapa saja pahlawan itu? Selengkapnya akan kita bahas berikut ini.
Namanya sudah pasti tak asing lagi di telinga. Ia lahir pada tahun 1631 dan merupakan anak dari raja dan ratu Banten yang bernama Sultan Abdul Ma’ali Ahmad dan Ratu Martakusuma. Saat ayahnya meninggak dunia, ia diangkat nenjadi seorang Sultan Madu dengan gelar Pangeran Ratu atau Pangeran Dipati. Baru setelah kakeknya wafat, ia diangkat menjadi sultan dan bergelae Sultan Abdul Fathi Abdul Fattah.
Sementara nama Tirtayasa didapatkannya saat ia mendirikan sebuah keraton di dusun Tirtayasa yang ada di kabupaten. Nama inilah yang kemudian melekat pada dirinya. Sultan Ageng Tirtayasa merupakan seorang pemimpin yang amanah, memiliki pandangan yang jauh ke depan, ahli merencanakan wilayah dan tata kelola air.
Sultan Ageng Tirtayasa begitu gigih melawan Belanda saat menerapkan monompoli perdagangan oleh VOC. Monopoli ini jelas saja merugikan kesultanan dan juga rakyat Banten. Tidak hanya itu, ia juga seorang yang peduli akan pendidikan terutama pendidikan agama. Sayangnya, akhir hidup beliau sangat tragis. Ia jatuh saat kedua putranya terlibat pertikaian akibat adu domba yang dilakukan oleh Belanda. Kedua putranya tersebut bernama Sultan Haji dan Pangeran Purbaya.
Belanda membantu Sultan Haji untuk menyingkirkan ayahnya hingga membuat Sultan Ageng Tirtayasa tertangkap dan di penjara di Batavia. Ia kemudian menghembuskan nafas terakhirnya di sana dan dimakamkan di pemakaman para raja-raja Banten atau berada di sebelah utara Masjid Agung Banten. Atas jasa-jasanya, ia mendapatkan gelar pahlawan nasional yang diberikan pada tanggal 1 Agustus 1970 oleh pemerintah RI
Mr Syafruddin Prawiranegara lahir di Serang pada tanggal 28 Februari. Ia merupakan salah satu pahlawan nasional asal Banten yang pernah menjabat sebagai presiden atau Ketua Pemerintahan Darurat Republik Indonesia. Saat itu, tepatnya pada tanggal 19 Desember 1947, telah terjadi agresi militer Bekanda yang berusaha untuk menjatuhkan pemerintahan sah RI di Yogyakarta. Maka dari iut, dibuatlah atau dialihkan sementara pemerintahan darurat di Bukit Tinggi dengan ketuanya Mr Syafruddin Prawiranegara.
Saat dirinya ditunjuk menjadi ketua, ia tengah menjabat sebagai Menteri Kemakmuran RI. Namun, karena mendapatkan mandat melalui telegram dari Muhammad Hatta selaku Wakil Presiden, maka ia diangkat sebagai ketua PDRI. Melalui perundingan Roem-Royyen, PDRI berhasil membebaskan Presiden Soekarno beserta yang lainnya dan membuat mereka kembali ke Yogyakarta.
Pada tanggal 3 juli 1949, dilakukan sidang antara PDRU dan Soekarno beserta Muhammad Hatta dengan sejumlah menteri dari kedua kabinet. Sidang ini dilakukan untuk mengembalikan kembali mandat. Beberapa tahun kemudian, atau lebih tepatnya pada fanggal 15 Februari 1989, ia meninggal dunia di Jakarta. Atas jasa-jasanya, Mr Syafruddun Prawiranegara diangkat menjadi pahlawan nasional pada tahun 2011.
Kiai Haji Wasyid atau yang lebih dikenal dengan sebutan Ki Wasyid. Ia merupakan seorang pejuang yang mempimpin Perang Cilegon pada tanggal 9 juli 1888. Ki Wasyid merupakan murid dari Syekh Nawawi Al-Bantani dan Abdul Karim Al-Bantani. Sebagai seorang pejuang, Ki Wasyid sangat pandai dalam menentukan strategi seperri melakukan komunikasi politik dengan ulana serta pejuang lain baik di luar dan di dalam daerah Banten, untuk melawan penjajahan Belanda. Ki Wasyid meninggal dunia pada tanggal 30 juli 1888 di Banten. Ia gugur dalam Perang Cilegon.
KH Syam’un merupakan cucu dari K.H Wasyid yang notabenenya adalah seorang patriotdi Banten. KH Syam’un dilahirkan pada tanggal 5 April 1894 di Kampung Beji, Serang, Banten. Ia merupakan seorang komandan dari divisi batalyon 99 tentara rakyat aatau yang saat itu dikenal dengan sebutan PETA. PETA merupaka organisasi yang menentang kependudukan Belanda dan Jepang di Banten.
KH Syam’un merupakan seorang residen pertama Banten pada tahun 1945-1949. Tidak hanya itu, ia juga merupakan seorang ulama pejuang yang berkharismatik. Ia pernah menempuh pendiidkan di Universitas Al-Azhar, Mesir. Setelah selesai mengenyam pendidikannya, ia kemudian mendirikan Perguruan Islam bernama Al-Khaeriyah Citangkil yang ada di Cilegon, Banten. KH Syam’un kemudian meninggal dunia pada tanggal 28 Februari 1949 di Kamasan, Cinangka, Serang, Banten.
Ia merupakan seorang ulama yang lahir pada tahun 1815 di Kampung Tanara, Tirtayasa, Kabupaten Serang, Banten. Beliau merupakan guru dari KH Hasiyim Asy’aru yang merupakan pendiri NU. Ia dikenal sebagai seorang Imam Besar dari Masjidil Haram dan Mekkah. Ia juga diberi julukan Sayyidul Hijaz atau penjaga Hijaz. Hijaz sendiri merupakan wilayah yang ada di Barat Arab Saudi dan mencakup dua kota suci yakni Mekkah dan Madinah.
Tidak hanya itu, ia terkenal sebagai seorang ulama yang memiliki banyak karya manuskrip yang disebarkan dan diterbitkan hingga ribuan kali bahkan tanpa royalti. Beliau kemudian wafat pada tahun 1857 di Mekkah dan di makamkan di sana.
Kiai Haji Abdul Fatah Hasan lahir di tahun 1912 dan merupakan seorang wakil dari Residen Serang mendampingi KH Sam’un. Ia juga merupakan seorang pejuang kemerdekaan RI dan menjadi anggota BPUPKI dan KNIP. Sayangnya, saat sedang melakukan gerilya pada masa agresi militer Belanda II bersama Ki Syam’un, ia hilang dan tidak pernah kembali lagi. Sejak saat itu, tidak diketahui apakah ia ikut tertangkap atau wafat.
Nyimas Gamparan merupakan salah satu tokoh pahlawan perempuan di Banten. Namanya mulai dikenal saat terlibat perang Cikande yang terjadi saat tahun 1829 hingga 1830. Ia yang menjadi pimpinan dari puluhan pendekar wanita yang menolak diadakannya tanam paksa atau Cultur Stelsel. Bersama dengan pasukannya, mereka melakukan perang gerilya untuk melawan pasukan Belanda. Siapa sangka, meskipun mereka adalah sekumpulan perempuan, tetapi serang yang dilakukan sangat merepotkan Belanda.
Itulah ke tujuh tokoh pahlawan nasional dari Banten. Mereka berasal dari backgroun yang berbeda. Ada yang dari pejabat pemerintah hingga ulama. Semuanya memiliki peranan penting dalam memerjuangkan kemerdekaan RI. Hal itulah yang membuat mereka cocok disebut dengan gelar pahlawan. Mereka adalah Sultan Ageng Tirtayasa, Mr Syafrudin, KH Wasyid, KH Syam’un, Syekh Nawawi Al-Bantani, KH Abdul Fatah Hasan dan yang menarik ada Nyimas Gamparan.
Keberadaan para heroik dari setiap daerah tentunya memiliki peranan penting dalam menjaga NKRI. Mereka yang melakukan pemberontakan atas tindakan penjajahan baik yang dilakukan oleh Belanda maupun Jepang. Mereka tak segan memberontak atau melakukan perlawanan sekalipun nyawa taruhannya. Mereka rela diasingka, dipenjara bahkan hilang tak diketahui keneradaannya hanya demi mempertahankan NKRI.
Masih ada banyak pahlawan di Banten yang tidak banyak diketahui. Mereka sama-sama memperjuangkan Banten dan NKRI dengan tenaga bahkan nyawanya. Sayangnya, nama-nama mereka tak dimasukkan ke dalam tokoh pahlawan Nasional. Namun, setiap tahun pemerintah terus berupaya untuk menetapkan pahlawan nasional. Semoga semakin banyak pahlawan yang diapresiasi jasa-jasanya.