Pajak Subjektif: Pengeritan, Subjek dan Contohnya

√ Edu Passed Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Pengertian Pajak Subjektif

Pajak subyektif adalah pungutan pajak yang berasal dari wajib pajak orang pribadi atau WP. Wajib Pajak orang pribadi yang telah memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) sebagai syarat administrasi untuk memenuhi hak dan kewajiban urusan perpajakannya.

Pada dasarnya setiap warga negara mempunyai kewajiban perpajakan dan wajib membayar pajak. Apabila Wajib Pajak (WP) gagal memenuhi kewajiban perpajakannya, maka dapat dikatakan Wajib Pajak tersebut telah melanggar undang-undang dan dapat dikenakan sanksi.

Adapun contoh pajak subjektif yaitu pajak penghasilan atau PPh. Pajak penghasilan dikenakan atas penghasilan atau penghasilan yang telah diperoleh Wajib Pajak (WP) selama satu tahun pajak. Pajak penghasilan (PPh) pada umumnya dikenakan kepada wajib pajak yang memperoleh nilai ekonomi tambahan dari penghasilannya.

Secara garis besar jenis PPh dibedakan menjadi PPh Pasal 21, PPh Pasal 15, PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23. Masing-masing PPh ini memiliki peraturan dan tarif pajak yang berbeda.

Pada dasarnya pajak subjektif ini berfokus pada pemungutan pajak dengan wajib pajak sebagai badan utamanya. Hal ini sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan untuk menentukan objek kena pajak.

Besarnya pajak subjektif ini dipengaruhi oleh keadaan pribadi wajib pajak yang menjadi subjeknya. BSD Tax Advisor adalah solusi tepat untuk segala permasalahan perpajakan yang Anda butuhkan dengan mudah.

Setiap warga negara yang telah memenuhi ketentuan, memiliki kewajiban untuk membayar pajak subjektif ini.

Subjek Pajak

Adapun subjek pajak subjektif ini adalah sebagai berikut :

1. Bentuk Usaha Tetap (BUT)

Kategori lain yang termasuk dalam pajak subjektif merupakan bentuk usaha tetap atau BUT. Badan usaha tetap yaitu badan atau perusahaan yang telah didirikan oleh orang perseorangan atau kelompok yang tidak bertempat tinggal di Indonesia dan tidak mempunyai kedudukan langsung di Indonesia tetapi masih melakukan kegiatan ekonomi dan memperoleh penghasilan dari kegiatan tersebut.

2. Badan Perusahaan

Badan atau korporasi adalah pajak subjektif kedua. Badan Perusahaan terdiri dari organisasi, badan atau perusahaan yang memperoleh penghasilan di Indonesia.

Namun, hal ini tidak berlaku untuk badan nirlaba dan badan atau perusahaan lain yang dibiayai oleh pemerintah dengan menggunakan APBN atau APBD.

3. Ahli Waris

Warisan adalah harta yang diberikan oleh pewaris dan selanjutnya diberikan kepada ahli waris. Ahli waris harus membayar pajak atas warisan yang dia akan peroleh sebelum harta warisan itu dibagikan.

Kewajiban membayar pajak kepada ahli waris dimulai sebelum pembagian dan berlanjut sampai harta warisan dibagikan. Semua beban pajak harus ditanggung oleh ahli waris sebagai salah satu subjek pajak.

4. Perseorangan

Perseorangan adalah salah satu subjek Wajib Pajak yang melakukan kegiatan ekonomi yang ada di dalam negeri dan memperoleh penghasilan pribadi. Ini berlaku untuk orang asing atau warga negara Indonesia yang bekerja dan mencari uang di dalam negeri.

Contoh Pajak Subjektif

Berikut ini merupakan contoh bentuk dari pajak subjektif, yaitu :

1. Pajak Penghasilan Pasal 21

Pada pasal 21 pemungutan pajak penghasilan yang terdiri dari upah, komisi, balas jasa, gaji, dan lainnya. Jelas bahwa tarif pajak 21 pph berbeda bagi mereka yang memegang kartu NPWP dan yang tidak memiliki kartu NPWP sendiri.

2. Pajak Penghasilan Pasal 15

Pada golongan PPh Pasal 15 dikenakan kepada orang pribadi atau badan usaha dengan memperhitungkan tarif pajak khusus untuk industri pelayaran, industri asuransi luar negeri, dan industri penerbangan internasional.

3. Pajak Penghasilan Pasal 22

Pasal 22 Jenis pajak penghasilan adalah pajak yang dipungut atas kegiatan impor atau pembelian barang mewah wajib Pajak.

4. Pajak Penghasilan Pasal 23

Yang terakhir merupakan pajak penghasilan bagian 23, yang merupakan pajak yang dikenakan atas aktivitas seperti sewa, transaksi dividen, bunga, royalti, hadiah, insentif, dan lainnya.

Selain itu, Pasal 23 pajak penghasilan dikenakan atas penggunaan aset properti seperti bangunan, bangunan, dan tanah.

Perbedaan Pajak Subjektif Dan Objektif

Pada dasarnya hukum pajak subyektif menitikberatkan pada pemungutan wajib pajak (subyek) sendiri sebagai objek yang bersangkutan sesuai dengan undang-undang, kemudian menentukan jenis pajak yang akan dipungut.

Contoh masing-masing jenis pajak, yaitu dari segi pajak objektif seperti PPN, PBB, dan PPnBM. Sementara untuk contoh pajak subjektif adalah PPh Pasal 21, PPh Pasal 15, PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23.

Objek yang dimaksud adalah berupa suatu benda, keadaan, perbuatan atau peristiwa yang dapat menimbulkan suatu kewajiban perpajakan. Yang kemudian dilimpahkan kepada subyek, tanpa mempersoalkan apakah subyek tersebut bertempat tinggal di Indonesia atau di luar negeri.

Dalam hal bea masuk, pengenaan pajak objektif mengikuti ketentuan yang berlaku dalam undang-undang.

Berdasarkan kriteria penghasilan sebagai berikut:

  • Orang atau badan usaha yang menggunakan objek kena pajak.
  • Biaya yang berkaitan dengan pemindahan aset dari Indonesia ke negara lain.
  • Pengenaan pajak atas kekayaan, barang mewah atau aset di negara lain.

Berbeda dengan pajak obyektif, pajak subyektif adalah pungutan yang berasal dari orang pribadi dan ditetapkan sebagai wajib pajak dengan menerapkan NPWP sebagai syarat administratif untuk melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

fbWhatsappTwitterLinkedIn