Daftar isi
Mahasiswa bisa dikategorikan sebagai kelompok cendekiawan, yang mana merupakan elemen masyarakat yang berkesempatan untuk mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi. Sesuai dengan perkembangan usianya yang secara emosional sedang bergejolak menuju kematangan dan berproses menemukan jati diri.
Sebagai sebuah lapisan masyarakat yang belum banyak dicemari kepentingan-kepentingan praktis dan pragmatis, alam pikiran mahasiswa beorientasi pada nilai-nilai ideal dan kebenaran. (Budiman, 1983). Orientasi ini menstimulus kepekaan dan kepedulian mahasiswa terhadap fenomena sosial di lingkungannya, terutama yang menyangkut bentuk-bentuk penyelewengan yang berskala besar.
Apabila di era sebelumnya musuh bersama mahasiswa adalah rezim politik, mahasiswa perlu menyadari bahwa musuh bersamanya saat ini adalah persoalan-persoalan sosial yang membelenggu masyarakat.
Kecenderungan stagnansi pergerakan mahasiswa yang disebut oleh beberapa praktisi dimungkinkan karena mulai munculnya perbedaan visi yang harus diperjuangkan dan terjebak dalam fokus terhadap politiknya saja. Dengan studi kasus dan kondisi sosial yang semakin banyak, membutuhkan perhatian dan dukungan.
Mahasiswa perlu menyatukan kembali kekuatannya dalam mendekatkan diri kepada masyarakat dan bagaimana mahasiswa membawa muatan nilai yang dapat diaksikan dan diupayakan tanpa menunggu perubahan kebijakan atau campur tangan dari pemerintah.
Peran dan fungsi mahasiswa kini lebih mengarah pada “pengabdian kepada masyarakat” yang mampu menyikapi kondisi sosial (kemiskinan, pemeraatan pendidikan, keamanan, pelaksanaan kebijakan, dll) dan bergerak menyatukan masyarakat untuk bersama menemukan solusi sehingga jati diri mahasiswa tidak hanya terbatas pada “perlawanan” terhadap konstalasi politik.
1. Mahasiswa sebagai “Agent of Change”
Seperti harapan dan tujuan pendidikan nasional menurut dasar pemikiran Tan Malaka “pedagogik transformatif”, pelaksanaan pendidikan seharusnya mampu membebaskan manusia dari kesengsaraan, ketertindasan, dan ketidaktahuan dan menjadikan hidup lebih bermanfaat, serta memanusiakan manusia supaya dapat membentuk masyarakat dan pengetahuan baru dari keterlibatan mereka sendiri.
Dalam konteks ini, agen perubahan menjadi peran dan fungsi fundamental mahasiswa untuk mengaplikasikan kompetensi pengetahuan yang didapatnya selama proses belajar di perguruan tinggi menjadi sebuah solusi atau prakarsa dalam merespon dan mengatasi permasalahan sosial yang menghambat pembangunan dan kemajuan bangsa.
Misalnya, kurangnya akses pendidikan pada daerah-daerah yang kurang sejahtera secara finansial, fasilitas masyarakat yang kurang memadai dalam menerapkan kesadaran lingkungan, dan perubahan-perubahan lain yang sifatnya lebih dekat dengan masyarakat.
Jadi, kegiatan belajar tidak hanya sebatas mengumpulkan gelar dan nilai, tetapi bagaimana mahasiswa memaknai perjuangan pendidikannya sehingga ketika berkumpul dengan sosial masyarakat mampu mempertanggungjawabkan pendidikannya dengan aksi nyata yang membantu melepaskan belenggu masyarakat.
2. Mahasiswa sebagai Pelestari Nilai
Mahasiswa adalah cikal bakal peradaban bangsa di masa generasi berikutnya sehingga penanaman terhadap esensi nilai-nilai kebaikan perlu diperkuat di tengah pergerakan dunia yang mengglobal dalam berbagai aspek kehidupan. Globalisasi dan perkembangan teknologi yang sangat pesat memberikan banyak celah untuk goyah terhadap identitas dan kesadaran diri untuk menjadi manusia yang bermakna.
Peran dan fungsi mahasiswa sebagai pelestari nilai-nilai ini mencakup penghayatan nilai identitas manusia Indonesia yang khas, yaitu Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika. Kedua lambang persatuan tersebut telah merangkum nilai-nilai budaya luhur, intelektualitas, integritas, dan nasionalisme yang dapat dimaknai terlebih dahulu oleh mahasiswa dalam kehidupan sehari-hari.
Aspek-aspek identitas sosial yang mempengaruhi kepribadian individu secara umum merupakan ciri-ciri yang membedakan dengan entitas lain, maka identitas manusia Indonesia dipahami sebagai pemaknaan terhadap ciri khas budaya dan nilai adat normatif yang menjadi jati diri manusia Indonesia.
Penerapan ini akan mengembalikan budaya kebaikan dan kualitas hidup yang semakin luntur dari masyarakat Indonesia. Apabila mahasiswa bersatu dalam melestarikan nilai-nilai tersebut, maka generasi selanjutnya tidak kehilangan teladan atau model yang mencerminkan jati diri bangsa.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak terlepas dari esensi nilai kebermaknaan, yang mana penerapan nilai tersebut membawa keselamatan bagi kehidupan masyarakat.
3. Mahasiswa sebagai Kekuatan Moral
Daya intelektual mahasiswa akan menjadi rusak apabila tidak diimbangi dengan kesadaran diri untuk menjunjung moral yang baik. Banyak sekali fenomena kasus di sosial masyarakat yang menekankan pada degradasi moral pada generasi muda, yang mana merusak nama dan citra diri, merusak perspektif diri dan lingkungan, serta merusak pencapaiannya sendiri.
Penghayatan pengertian moral dalam berperilaku, bertindak tutur, dan cara pandang seorang mahasiswa akan menentukan kelanjutan peradaban Indonesia di masa mendatang. Apabila moral tidak ditegakkan, maka selanjutnya hanya akan menciptakan negara yang rusak, tidak teratur, dan menuju kehancuran negara.
Peran dan fungsi mahasiswa sebagai kekuatan moral dapat menjadi senjata yang besar apabila memiliki visi bersama dalam mengembalikan moral ke dalam kebiasaan dan gaya hidup kita sebagai generasi muda yang akan meneruskan pembangunan bangsa.
Kekuatan moral ini dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas masyarakat yang diinisiasi oleh motivasi diri untuk berbuat kebaikan antarsesama. Hal ini berkaitan erat dengan penerapan nilai-nilai yang menjaga masyarakat tetap berada dalam koridor pandangan hidup yang aman, sehat, dan sejahtera.
4. Mahasiswa sebagai “Social Control”
Sebagai bagian dari elemen masyarakat, dan tidak meninggalkan semangatnya pada gerakan mahasiswa terdahulu, mahasiswa perlu terus melanjutkan perjuangan dan pengawalannya terhadap penerapan kebijakan pemerintahan yang mempengaruhi kehidupan sosial di masyarakat.
Peran dan fungsi mahasiswa sebagai pengontrol sosial berarti terus berupaya dalam menjembatani aspirasi masyarakat yang belum didengar oleh pemerintah. Indonesia masih memegang konsep “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”, maka kekuatan mahasiswa yang lebih besar dari masyarakat perlu memperjuankan hak dan kewajiban masyarakat luas sebagai bagian dari warga negara atas penghidupan yang layak.
Mahasiswa perlu membangun kesadaran untuk berpikir kritis dan menganalisis kebutuhan sosial yang berkenaan dengan pergerakan politik. Mahasiswa perlu terus menanamkan rasa persatuan yang terlepas dari kepentingan dan pandangan internal.
Sehingga, bersama-sama menelaah kebijakan mana yang merugikan dan memberatkan masyarakat. Dampak positif dari perjuangan mahasiswa akan menyebarkan kebaikan dan kebahagiaan di kehidupan sosial kita.
Gerakan Mahasiswa mewarnai seluruh perjalanan dinamika politik Indonesia yang berani mengumpulkan suara menjadi satu kekuatan untuk memperjuangkan hak sebagai warga negara di dalam kehidupan kenegaraan. Era reformasi menjadi bukti sejarah kekuatan Gerakan Mahasiswa.
Mahasiswa mampu mengkritisi puncak krisis ekonomi pada 1998 dan terjadinya beberapa kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), mendorong realisasi perubahan kekuasaan otoriter pemerintahan Orde Baru, politik demokrasi era Reformasi di Indonesia hingga kini mahasiswa perlu mengawal pelaksanaan pasca reformasi yang diperjuangkannya dahulu.