Pancasila sebagai dasar negara menjadi pedoman dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Pedoman ini menjadi pegangan tak hanya bagi negara namun juga rakyat Indonesia. Pancasila mewakili karakter tiap-tiap individu dan menjadi pedoman berperilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam proses perumusannya yang melibatkan tokoh-tokoh penting juga melalui proses yang panjang, di dalam proses perumusan hingga penetapannya ada banyak pemikiran dan dinamika yang terjadi. Pancasila sebagai dasar negara merangkum segala aspek terutama cita-cita luhur bangsa Indonesia.
Perumusan dan penetapan Pancasila sebagai dasar negara melibatkan tokoh-tokoh penting, beberapa diantaranya adalah Presiden Soekarno, Dr Radjiman Widyodiningrat, Mohammad Yamin dan Soepomo.
Sidang Pertama BPUPKI
Sidang pertama BPUPKI diselenggarakan pada tanggal 29 Mei-1 Juni 1945 mengawali proses perumusan Pancasila. Di dalam sidang tersebut wakil tentara pendudukan Jepang atau Dai Nippon memberi sambutan dan memberikan masukan agar BPUPKI mengadakan penyelidikan dengan cermat dalam hal pembuatan dasar Indonesia merdeka.
Seorang tokoh yang mengawali adalah Dr. Radjiman Widyodiningrat mengajukan untuk membahas permasalahan tersebut. Sidang tersebut diikuti oleh 63 anggota BPUPKI.
Anggota BPUPKI tersebut terdiri atas 23 orang birokrat fungsional, 17 orang golongan pergerakan kebangsaan, 11 orang dari golongan independen dan 7 orang yang merupakan guru dan mubaliq. Para tokoh pendiri negara memiliki usulnya masing-masing terkait dengan rumusan dasar negara.
Masing-masing tokoh memiliki versinya yang berbeda-beda namun memiliki persamaan tujuan dan gagasan besar tentang bangsa dan kepribadian bangsa. Di dalam sidang BPUPKI yang pertama tersebut, Mohammad Yamin mengutarakan pendapatnya tentang 5 asas, antara lain:
- Berperi Kebangsaan
- Berperi Kemanusiaan
- Berperi Ketuhanan
- Berperi Kerakyatan
- Kesejahteraan rakyat
Pada hari ke-3 sidang Pertama BPUPKI pada tangga 31 Mei 1945, Soepomo juga mengemukakan pendapatnya melalui pidatonya yang mengatakan bahwa Negara Indonesia yang merdeka adalah dengan dapat mengatasi segala golongan dan pemahaman demi mempersatukan lapisan masyarakat Indonesia.
Soepomo juga mengemukakan 5 poin sebagai masukan untuk menentukan dasar negara, yaitu:
- Persatuan
- kekeluargaan
- Keseimbangan lahir dan batin
- Musyawarah
- Keadilan rakyat
Sidang pertama BPUPKI diakhiri pada tanggal 1 Juni 1945, pada hari terakhir tersebut Ir Soekarno berpidato mengemukakan pendapatnya, pada pidato tersebut kata ‘Pancasila’ pertama kali disebutkan oleh Soekarno. Soekarno juga mengemukakan 5 poin, antara lain:
- Kebangsaan Indonesia
- Internasionalisme atau peri kemanusiaan
- Mufakat atau demokrasi
- Kesejahteraan sosial
- Ketuhanan yang berkebudayaan
Pidato Soekarno tersebut menutup sidang pertama BPUPKI, kemudian ketua BPUPKI membentuk panitia kecil yang diketuai oleh Soepomo, panitia ini bertugas merumuskan kembali isi pidato Soekarno.
Sidang Kedua BPUPKI
Sidang pertama BPUPKI belum menemukan titik temu tentang dasar negara Indonesia, kemudian sidang kedua diadakan kembali pada tanggal 10-17 Juli 1945. Di dalam sidang ke-2 tersebut perumusan dasar negara Indonesia akhirnya terwujud dan oleh Moh Yamin dinamai Piagam Jakarta.
Anggota BPUPKI yang semula di sidang pertama berjumlah 63 orang, kemudian bertambah menjadi 68 orang saat sidang ke-2 tanggal 10 Juli 1945. Panitia kecil yang dibentuk dalam penutupan sidang BPUPKI pertama rupanya juga mengalami adanya perbedaan pandangan, karena ada beberapa golongan di dalamnya.
Dengan adanya permasalahan tersebut, maka panitia kecil yang berjumlah 38 orang menunjuk 9 orang, dan dikenal sebagai Panitia Sembilan. Ir. Soekarno adalah ketua Panitia Sembilan, sedangkan tokoh-tokoh di dalam Panitia Sembilan antara lain:
- Ki Bagus Hadikusuma
- Kyai Haji Wakhid hasyim
- Abdul Kahar Muzakir
- Moh, Hatta
- H. Agus Salim
- Muhammad Yamin
- Sutardjo Kartohadikoesoemo
- , A.A Maramis
- Otto Iskandardinata
Pada tanggal 10 Juli 1945, Panitia Sembilan mengumumkan bahwa rumusan Pancasila telah selesai dan diwujudkan dalam Piagam Jakarta. Berikut ini isi Piagam Jakarta:
- Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi para pemeluk-pemeluknya
- Kemanusiaan yang adil dan beradab
- Persatuan Indonesia
- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Sila ke-1 menjadi jalan tengah karena adanya perbedaan pendapat golongan Islam dan kebangsaan, keberatan akan isi sila ke-1 datang dari Latuharhary, Wongsonegoro dan Husin Joyodiningrat.
Masa kerja BPUPKI berakhir pada tanggal 7 Agustus 1945, dengan segera dibentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 9 Agustus 1945. PPKI diketuai oleh Soekarno, sedangkan Moh. Hatta sebagai wakilnya.
PPKI beranggotakan 21 orang yang terdiri dari 12 orang Jawa, 3 orang Sumatra, 2 orang Sulawesi, 1 orang Kalimantan, 1 orang dari Nusa Tenggara, 1 orang mewakili Maluku dan 1 orang keturunan Tionghoa. Tanpa seizin Jepang, Soekarno juga menambahkan 6 orang anggota ke dalam PPKI.
Masih di bulan Agustus tahun 1945, Jepang mengakui kekalahannya terhadap Sekutu. Hal ini berkaitan dengan serangan blok Sekutu ke Hiroshima dan Nagasaki. Peluang tersebut membuat tokoh-tokoh segera bergerak agar proklamasi kemerdekaan Indonesia segera diwujudkan.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, PPKI merumuskan dan mengesahkan dasar negara Indonesia, Pancasila dan juga Undang-undang Dasar 1945. Piagam Jakarta yang sebelumnya telah ditetapkan pada tanggal 10 Juli 1945 disempurnakan dan ditetapkan menjadi Pancasila.
Rumusan Pancasila dianggap telah sesuai dengan karakter dan cita-cita bangsa, berikut bunyi ke-5 sila di dalam Pancasila sebagai dasar negara Indonesia:
- Ketuhanan Yang Maha Esa
- Kemanusiaan yang adil dan beradab
- Persatuan Indonesia
- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaran-perwakilan
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Hari kesaktian Pancasila diperingati setiap tanggal 1 Juni, karena pada tanggal itulah kata Pancasila untuk pertama kalinya disebutkan oleh Soekarno.