Setiap tanggal 14 Agustus, kita memperingati Hari Pramuka. Ditetapkannya tanggal 14 Agustus sebagai Hari Pramuka tidak terlepas dari latar belakang sejarah yang menyertainya. Bagaimanakah sejarah Hari Pramuka?
Masa Pra-Kemerdekaan
Organisasi kepanduan di Indonesia sejatinya diawali dengan adanya cabang “Nederlandsche Padvinders Organisatie” (NPO) pada tahun 1912.
Empat tahun berselang, tepatnya tahun 1916, organisasi ini berganti nama menjadi “Nederlands-Indische Padvinders Vereeniging” (NIPV).
Hal ini mendorong para tokoh pergerakan untuk mendirikan organsasi kepanduan.
Salah satu organisasi Kepanduan yang didirikan oleh bangsa Indonesia adalah Javaansche Padvinders Organisatie oleh S.P. Mangkunegara VII pada tahun 1916.
Untuk Gerakan Pramuka atau Kepanduan di Indonesia sendiri sejatinya sudah dimulai sebelum Indonesia merdeka.
Buktinya adalah pada tahun 1923, Belanda mendirikan Nationale Padvinderij Organisatie (NPO) di Bandung dan Jong Indonesische Padvinderij Organisatie (JIPO).
Tahun 1926, kedua organisasi ini kemudian meleburkan diri menjadi satu organisasi yang bernama Indonesische Nationale Padvinderij Organisatie (NIPO).
Tahun 1930, dibentuk KBI atau Kepanduan Bangsa Indonesia yang merupakan gabungan dari beberapa organisasi kepanduan seperti PPS, PK, dan IPO.
Tahun 1931, dibentuk organisasi gerakan kepanduan Indonesia yang bernama PAPI atau Persatuan Antar Pandu Indonesia. Tujuh tahun kemudian, PAPI berganti nama menjadi BPPKI atau Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan Indonesia.
Tahun 1941, kegiatan Jambore pertama kali diadakan pada tanggal 29 s/d 23 Juli di Yogyakarta atas gagasan BPPKI sebagai upaya menggalang rasa persatuan dan kesatuan bangsa.
Ketika masa pendudukan Jepang, organisasi-organisasi kepanduan dilarang keberadaannya karena dianggap dapat meningkatkan semangat persatuan dan kesatuan rakyat jajahan.
Masa Pasca-Kemerdekaan
Sekitar bulan September 1945, para tokoh kepramukaan Indonesia berkumpul di Yogyakarta.
Mereka sepakat untuk membentuk panita kerja yaitu Panitia Kesatuan Kepanduan Indonesia sebagai upaya membentuk satu organisasi kepramukaan bagi seluruh bangsa Indonesia.
Tanggal 27-29 Desember 1945 diselenggarakan Kongres Kesatuan Kepanduan Indonesia di Surakarta yang menghasilkan keputusan dibentuknya Pandu Rakyat Indonesia.
Organisasi ini kemudian ditetapkan dengan Keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan No.93/Bag. A, tertanggal 1 Februari 1947.
Selama masa Agresi Belanda, organisasi Pandu Rakyat Indonesia di daerah-daerah dilarang berdiri.
Hal ini kemudian mendorong berkembangnya organisasi kepanduan lain seperti Kepanduan Putera Indonesia (KPI), Pandu Puteri Indonesia (PPI), dan Kepanduan Indonesia Muda (KIM)
Tahun 1953, federasi bagi organisasi kepramukaan putera berdiri dan berhasil menjadi anggota organisasi kepramukaan sedunia.
Untuk putri, terdapat dua federasi yaitu PKPI (Persatuan Kepanduan Puteri Indonesia) dan POPPINDO (Persatuan Organisasi Pandu Puteri Indonesia).
Tanggal 10-20 Agustus 1955, Ipindo menyelenggarakan Jambore Nasional di Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta.
Bulan Januari 1957, diselengarakan seminar Tugu yang diselenggarakan di Tugu, Bogor yang menghasilkan rumusan yang diharapkan dapat dijadikan rujukan bagi setiap gerakan kepramukaan di Indonesia.
BuLAN November 1958, Departemen Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan menyelengarakan seminar di Ciloto, Bogor, tentang Penasionalan Kepanduan.
Tahun 1959, federasi organisasi kepramukaan puteri menyelenggarakan perkemahan di Ciputat. Di tahun ini pula Ipindo mengirimkan kontingennya ke Jambore Dunia di MT. Makiling, Filipina.
Tahun 1960, terbit Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/1960 tanggal 3 Desember 1960 tentang Rencana Pembangunan Nasional Semesta Berencana.
Dalam ketetapan ini juga disebutkan hal-hal sebagai berikut.
- Pasal 330 C menyatakan bahwa dasar pendidikan di bidang kepanduan adalah Pancasila.
- Pasal 741 menyatakan tentang penertiban kepanduan.
- Pasal 349 ayat 30 menyatakan bahwa pendidikan kepanduan agar diintensifkan dan menyetujui rencana Pemerintah untuk mendirikan Pramuka.
- Lampiran C ayat 8 menyatakan membebaskan kepanduan dari sisa-sisa Lord Baden Poweliisme.
Tanggal 9 Maret 1961, berdasarkan ketetapan tersebut, Presiden selaku Mandataris MPRS kemudian mengumpulkan beberapa orang tokoh dan pemimpin gerakan kepramukaan Indonesia di Istana Negara.
Dalam pertemuan itu, Presiden Sukarno menyatakan bahwa kepanduan yang ada harus diperbaharui, metode dan aktivitas pendidikan harus diganti, seluruh organisasi kepanduan yang ada dilebur menjadi satu yang disebut Pramuka.
Presiden Sukarno kemudian membentuk panitia yang terdiri atas tokoh-tokoh sebagai berikut.
- Sri Sultan Hamengku Buwono IX
- Menteri P dan K Prof. Prijono
- Menteri Pertanian Dr.A. Azis Saleh
- Menteri Transmigrasi, Koperasi dan Pembangunan Masyarakat Desa, Achmadi
- Mentri Sosial Muljadi Djojo Martono
Panitia ini disahkan melalui Keputusan Presiden RI No.112 Tahun 1961 tanggal 5 April 1961, tentang Panitia Pembantu Pelaksana Pembentukan Gerakan Pramuka.
Berdasarkan Keppres No. 238 Tahun 61 tentang Gerakan Pramuka, Gerakan Kepanduan Indonesia berganti nama menjadi Gerakan Praja Muda Karana atau Gerakan Pramuka. Disebutkan pula hal-hal sebagai berikut.
- Semua organisasi kepanduan melebur ke dalam Gerakan Pramuka, menetapkan Pancasila sebagai dasar Gerakan Pramuka.
- Gerakan Pramuka adalah suatu perkumpulan yang berstatus nongovernmental (bukan badan pemerintah) yang berbentuk kesatuan. Gerakan Pramuka diselenggarakan menurut jalan aturan demokrasi, dengan pengurus (Kwartir Nasional, Kwartir Daerah, Kwartir Cabang dan Kwartir Ranting) yang dipilih dalam musyawarah.
Selain itu, disahkan pula Anggaran Dasar Gerakan Pramuka yang dijadikan pedoman, petunjuk dan pegangan bagi para pengelola Gerakan Pramuka dalam menjalankan tugasnya.
Tanggal 30 Juli 1961, bertempat di Istana Olahraga Senayan, para wakil organisasi kepanduan di Indonesia bersedia meleburkan diri dalam organisasi Gerakan Pramuka. Peristiwa ini dikenal dengan sebutan Hari Ikrar Gerakan Pramuka.
Tanggal 14 Agustus 1961, diselenggarakan upacara pelantikan Mapinas, Kwarnas dan Kwarnari di Istana Negara, penganugerahan Panji-Panji Gerakan Pramuka dan defile Pramuka. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai Hari Pramuka.