Kesultanan Utsmaniyah: Latar Belakang – Masa Kejayaan dan Runtuhnya

√ Edu Passed Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Kali ini kita akan membahas mengenai kesultanan Utsmaniyah, berikut pembahasannya.

Latar Belakang Kesultanan Utsmaniyah

Kesultanan Utsmaniyah muncul pada tahun 669 H, serta menjadi negara Islam dengan sistem kekhalifan pada tahun 923 H hinggan tahun 1337 H.

Kesultanan ini didirikan oleh bangsa Turki dari kabilah Oghuz (ughu) yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara China yang berpindah ke Turki, Persi hingga Irak.

Para keturunan dari kabilah Oghuz tersebut kemudian memeluk agama Islam sekitar abad IX atau X masehi.

Hal ini lantaran tempat tinggal mereka yang berdekatan dengan dinasti Samani dan dinasti Ghaznawi, dan karena tekanan-tekanan bangsa Mongol sehingga mereka mencari perlindungan kepada saudara perempuannya yakni dinasti Saljuq.

Dalam sejarah, Ertogul pemimpin Turki Usmani membantu Sultan Saljuq menghadapi Byzantium. Karena jasa inilah ia kemudian mendapat penghargaan dari Sultan, berupa sebidang tanah di Asian kecil yang berbatasan dengan Bizantium.

Sejak itu mereka membangun wilayah dan ibu kota di sana, bahkan diberikan wewenang untuk memperluas wilayahnya tersebut.

Setelah Entogrol meninggal, raja berikutnya digantikan oleh anaknya yakni Utsman. Dan setelah itum Saljuq mendapat serangan dari bangsa Mongol, yang menyebabkan dinasti ini menjadi dinasti kecil-kecil yang tersebar di seluruh asia.

Ustman kala itu, telah memebaskan wilayahnya dari Saljuq sehingga ia kemudian memproklamasikannya menjad Turki Utsmani. Inilah asal mula diberi nama dinasti Utsmani.

Sultan yang Pernah Menduduki Kesultanan Utsmaniyah

  • Utsman I/ Sultan Al-Ghazi Utsman (1299-1326 M)
  • Orkhan (1326-1359 M)
  • Murad I (1359-1389 M)
  • Bayazid I (1389-1402 M)
  • Muhammad I (1403-1421 M)
  • Murad II (1421-1451 M)
  • Muhammad II Fath (1451-1481 M)
  • Bayazid (1481-1512 M)
  • Salim I (1512-1520 M)
  • Sulaeman I Qanuni (1520-1566 M)
  • Salim II (1566-1699 M)
  • Murad III (1573-1596 M)
  • Muhammad III (1596-1603 M)
  • Ahmad I (1603-1617 M)
  • Mustafa I (1617-1618 M)
  • Usman II (1618-1622 M)
  • Murad IV (1623-1640 M)
  • Ibrahim I (1640-1648 M)
  • Muhammad IV (1648-1687 M)
  • Sulaeman III (1687-1691 M)
  • Ahmad II (1691-1695 M)
  • Mustafa II (1695-1703 M)
  • Ahmad III (1703-1730 M)
  • Mahmud I (1730-1754 M)
  • Usman III (1754-1757 M)
  • Mustafa III (1757-1774 M)
  • Abdul Hamid I (1774-1788 M)
  • Salim III (1789-1807 M)
  • Mustafa IV (1807-1808 M)
  • Mahmud II (1808-1839)
  • Abdul Majid I (1839-1861 M)
  • Abdul Azis (1861-1876 M)
  • Murad V (1876 M)
  • Abdul Hamid II (1876-1909 M)
  • Muhammad V (1909-1918 M)
  • Muhammad VI (1918-1922 M)
  • Abdul Majid II (1922-1924 M)

Masa Kejayaan Kesultanan Utsmaniyah

Perkembangan serta ekspansi Turki Utsmani begitu luas sehingga melahirkan kemajuan-kemajuan diberbagai bidang, seperti politik, ilmu pengetahuan, sosial hingga perkembangan keagamaan.

Bidang Politik

Turki Usmani mengatur urusan pemerintah atau negara dibentuk Undang-Undang (qanun) yakni pada masa Sulaeman I, yang disebut Multaqa al-Abhur.

Undang-Undang ini menjadi pegangan hukum bagi Turki Usmani sampai datangnya reformasi pada abad 19. Undang-Undang ini memiliki arti historis yang sangat penting karena merupakan Undang-Undang pertama di dunia.

Sementara itu, dari struktur pemerintahan, Sultan sebagai penguasa tertinggi dibantu oleh Shadr al-Azham (perdana menteri) yang membawahi pasya (gubernur). Dibawah pasya terdapat al-Awaliyah (bupati).

Turki Usmani juga salah satu kerjaan yang meluaskan wilayah kekuasaannya dengan ekspansi berupa kekuatan militer yang begitu kuat. Tabiat para tentara Turki Usmani memilki karakter militer yang disiplin hingga patuh pada aturan pemimpinnya.

Bidang Ilmu Pengetahuan dan Sosial

Memang dalam hal ilmu pengetahuan kurang mendapat perhatian dari oleh Turki Usmani. Mengapa demikian, karena sangat berfokus pada kekuatan militer tersebut.

Namun bukan berarti tidak ada kemajuan dalam bidang ini. Perkembangan ilmu pengetahuan dari Turki Usmani berupa seni arsitektur, bisa ditemukan di berbagai bangunan mesjid yang indah.

Seperti yang ditemukan di mesjid Al-Muhammadi atau mesjid Jami’ Sultan Muhammad Al-Fatih, mesjid agung Sulaeman hingga masjid Ayyubb al-Ansari yang dikenal dulu sebagai gereja Aya Shopia.

Pada masa Sulaeman, pembangunan besar-besar dilakukan seperti masjid, sekolah, rumah sakit, gedung-gedung, pemakaman, saluran air, villa dan pemandian umum terutama kota-kota besar.

Disebutkan bahwa 235 buah dari bangunan itu dibangun di bahwa koordinator Hojasinan, seorang arsitek as Anatolia. Selain pada arsitek, aspek intelektual meliput lahirnya dua surat kabar berita harian terkini yakni Feka (18310), jurnal Tasfiri Efkyar (1862), dan terjukani ahfal (1860).

Dalam bidang pendidikan terjadi namanya transformasi pendidikan dengan berdirinya sekolah-sekolah dasar menengah (1881) serta perguruan tinggi (1869), juga mendirikan fakultas kedokteran dan fakultas hukum.

Terdapat pula program yang mana para pelajar berprestasi akan dikirim ke Perancis untuk melanjutkan studinya, yang pada periode sebelumnya hal itu tidak pernah terjadi.

Bidang Keagamaan

Turki Usmani menempatkan agama sebagai peranan penting dalam kehidupan sosial maupun politik. Pihak penguasa sangat terikat dengan syariat Islam sehingga fatwa ulama menjadi hukum yang berlaku.

Mufti sebagai pejabat urusan agama tertinggi yang berwenang memberi fatwa resmi terhadap problem keagamaan. Bisa dikatakan, tanpa Mufti keputusan hukum kerajaan tidak bisa berjalan.

Terdapat dua tarekat besar pada masa Turki Usmani yakni Al-bektasi dan Al-Maulawi. Bahkan kebanyakan penguasa Usmani cenderung bersikap taklid dan fanatik terhadap suatu mazhab dan menentang mazhab-mazhab lainnya.

Runtuhnya Kesultanan Utsmaniyah

Kemunduran dan kehancuran Kesultanan Utsmaniyah disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:

  • Kelemahan para sultan dan sistem birokrasi
    Sistem birokrasi sultan Usmani yang mengandalkan kemampuan satu orang dalam mengendalikan pemerintahan menjadikan instruksi politik menjadi kejatuhan kerajaan. Ketika sultan lemah maka membuat peluang untuk degradasi politik di Kesultanan Ustmaniyah. Bahkan ketika terjadi benturan kepentingan di kalangan elit politik maka dengan mudah mereka berkotak-kotak dab terjebak dalam sebuah perjuangan politik yang tidak berarti. Ditemukan pula praktik money politik di kalangan elit, ,pertukaran penjagaan wilayah perbatasan dari pasukan kefelerike tangan pasukan inpantri serta meluasnya beberapa pemberontakan oleh korp Jarrisari untuk menggulingkan kekuasaan pada waktu itu.
  • Kemerosotan ekonomi
    Perubahan mendasar juga terjadi dalam jumlah penduduk sehingga mempengaruhi struktur ekonomi dan keuangan. Kerajaan menghadapi problem internal sebagai dampak pertumbuhan dan perdagangan internasional. Kemudian kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri semakin melemah. Di satu sisi, kekuatan bangsa Eropa yang telah mengembangkan struktur kekuatan ekonomi dan keuangan bagi keuntungan mereka. Perubahan politik dan kependudukan saling bersinggungan dengan perubahan penting di bidang ekonomi
  • Munculnya kekuatan Eropa
    Munculnya kekuatan politik baru pada bangsa Eropa dianggap menjadi faktor utama proses jatuhnya kesultanan Ustmani. Konfrontasi langsung dengan kekuatan Eropa berawal pada abad 17 ketika masing-masing kekuatan ekonomi berusaha mengatur tata ekonomi dunia. Ketika kesultanan Utsmani sibuk membenahi negara dan masyarakat, bangsa Eropa malah menggalang militer, sehinggn mengambil manfaat dari melemahnya kesultanan Utsmani tersebut.
fbWhatsappTwitterLinkedIn