Sejarah

Sejarah Kerajaan Kediri – Raja dan Peninggalannya

√ Edu Passed Pass education quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Kerajaan Kediri atau disebut Kerajaan Panjalu berpusat di kota Kediri. Letaknya satu pulau dengan kerajaan Cirebon yang ada dipulau Jawa.

Kerajaan Kediri termasuk kerajaan bercorak Hindu, selain kerajaan Singasari, kerajaan Pajajaran, dan kerajaan Kutai.

Kerajaan ini terkenal akan konflik untuk mencari penguasa tunggal. Berikut ini pembahasan sejarah Kerajaan Kediri.

Latar Belakang Kerajaan Kediri

Bermula dari Raja Airlangga penguasa Kerajaan Medang Kamulan atau Kerajaan Mataram Kuno yang memiliki dua putra, yakni Samarawijaya dan Mapanji Grasakan.

Kedua putra ini saling bersaing ingin memperebutkan kekuasaan dan tahta.

Untuk menengahi persaingan, Raja Airlangga pun membagi wilayah kerajaannya, yakni wilayah barat untuk Samarawijaya yang dinamakan Kerajaan Panjalu dan timur dekat Sungai Brantas untuk Mapanji Grasakan yang dinamakan Kerajaan Jenggala.

Namun, tetap ada persaingan di antara mereka, bahkan terjadi perang saudara antara Kerajaan Panjalu dan Jenggala hampir 60 tahun.

Perseteruan berakhir dan dimenangkan Raja Jayabaya, yang memimpin Kerajaan Panjalu.

Untuk mengenang kemenangan ini, Raja Jayabaya didokumentasikan di Prasasti Ngantang yang berisi “panjalu hayati”. Artinya, Panjalu menang.

Selain itu, Raja Jayabaya mengeluarkan Jangka Jayabaya atau ramalan Jawa.

Tidak hanya itu, Raja Jayabaya juga meminta Empu Sedah dan Empu Panuluh untuk menulis Kitab Bharatayuda.

Kitab ini berisi cerita kemenangan Kerajaan Panjalu dan Kerajaan Jenggala.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, nama Kerajaan Panjalu pun berubah menjadi Kerajaan Kediri.

Karena, ibu kota pindah ke Kediri dari Dahanapura. Dengan penguasa Raja Jayabaya, ia menjadi pemimpin populer di masanya.

Raja-raja yang Pernah Menjabat di Kerajaan Kediri

1. Airlangga (1009-1042)

Raja Airlangga atau Erlangga memiliki dua putra, yakni Samarawijaya dan Mapanji Grasakan.

Kedua putra ini diberi dua wilayah yang nantinya menjadi Kerajaan Panjalu (Kediri) dan Kerajaan Jenggala.

2. Samarawijaya (1042)

Sebagai putra Raja Airlangga, Samarawijaya turut menjadi pendiri Kerajaan Panjalu atau Kerajaan Kediri.

Pemerintahannya dimulai saat adanya pemisahan kerajaan yang dilakukan Raja Airlangga pada tahun 1042. Ini tercatat pula di Prasasti Pamwatan.

3. Sri Jayawarsa (1104-1115)

Sri Jayawarsa disebut dalam Prasasti Sirah Keting yang dibuat pada 1104. Sri Jayawarsa merupakan raja yang giat memajukan sastra.

Karena itu, Sri Jayawarsa dikenal dengan gelar Sastra Prabu atau Raja Sastra.

Pada masa pemerintahannya, terbit Kitab Kresnayana yang dikarang Empu Triguna.

4. Sri Bameswara (1115-1135)

Sri Bameswara disebut di Prasasti Pandegelan 1 (1116-1117), Prasasti Panumbangan (1120), dan Prasasti Tangkilan (1130). Prasasti tersebut kebanyakan ditemukan di daerah Tulungagung dan Kertosono.

Dalam prasasti tersebut, Sri Bameswara disebutkan bahwa ia adalah pemimpin yang peduli terhadap masalah keagamaan. Sehingga, keadaan pemerintahnya pun berjalan cukup baik.

5. Prabu Jayabaya (1135-1157)

Nama Prabu Jayabaya atau Raja Jayabaya disebut di Prasasti Ngantang (1135), Prasasti Talan (1136), dan Kitab Bharatayudha (1157).

Raja Jayabaya menjadi raja populer yang dikenang rakyatnya, karena Kerajaan Kediri mencapai puncak kejayaan di bidang pemerintahan, hukum, sastra, ekonomi, dan sosial masyarakat.

6. Sri Sarwewara (1159-1169)

Sri Sarwewara disebut pada Prasasti Pandegelan II (1159) dan Prasasti Kahyunan (1161).

Ia disebut sebagai pemimpin yang taat beragama dan berbudaya.

Tidak hanya itu, Sri Sarwewara memegang prinsip moksa, yakni prinsip yang menjunjung jalan kebenaran sebagai arah kesatuan.

7. Sri Aryeswara (1169-1181)

Sri Aryeswara disebutkan di Prasasti Angin yang dibuat pada tahun 1171 dan Prasasti Meleri pada tahun 1169.

Ia bergelar Sri Maharaja Rake Hino Sri Aryeswara Madhusudanawatara Arijamuka.

Sri Ayeswara memimpin Kerajaan Kediri dengan lambang Ganesha.

8. Sri Gandara (1181-1182)

Sri Gandara atau Sri Gandra disebutkan dalam Prasasti Jaring (1181) dengan masa pemerintahan sekitar satu tahun.

Pada masa pemerintahannya, angkatan laut cukup kuat. Sehingga Sri Gandra bergelar Senopati Sarwojala, artinya Senopati yang menguasai seluruh lautan.

Sri Gandra pun menguasasi lautan Nusantara bagian timur, yang saat itu juga dikuasai Kerajaan Sriwijaya.

9. Sri Kameswara (1182-1194)

Sri Kameswara disebutkan dalam Prasasti Ceker (1182) dan Kitab Smaradhana.

Dalam Kitab Smaradhana, Sri Kameswara dikisahkan sebagai sosok yang menikahi putri Kerajaan Jenggala.

Pada masa Sri Kameswara, perkembangan seni sastra cukup signifikan. Bahkan, saat itu terkenal cerita Panji Semirang.

10. Sri Kertajaya (1190-1222)

Sebagai raja terakhir, Sri Kertajaya atau Raja Kertajaya dimuat dalam:

  • Prasasti Galunggung (1194)
  • Prasasti Kamulan (1194)
  • Prasasti Palah (1197)
  • Prasasti Wates Kulon (1205).

Tidak hanya itu, nama Raja Kertajaya juga tertulis di Kitab Negarakertagama dan Kitab Pararaton. Dan dikenal sebagai dandang gendis.

Raja Kertajaya merupakan raja pertama yang mengambil hak-hak kaum Brahmana, dengan meminta mereka menyembahnya.

Di masa itu, performa Kerajaan Kediri menurun akibat pertentangan tersebut.

Masa Kejayaan Kerajaan Kediri

Masa kejayaan Kerajaan Kediri dimulai pada masa pemerintahan Raja Jayabaya.

Daerah kekuasaannya meluas hampir seluruh daerah di Pulau Jawa.

Bahkan, pengaruh Kerajaan Kediri masuk ke Pulau Sumatera yang saat itu dikuasai Kerajaan Sriwijaya.

Hal itu diperkuat ketika sebuah catatan kronik yang ditulis Zhou Kufei tahun 1178 dari Cina, menceritakan negeri paling kaya pada masa Kerajaan Kediri yang dipimpin Raja Jayabaya.

Dari segi kehidupan ekonomi, Kerajaan Kediri disebut negeri yang subur dan makmur.

Karena bergantung dengan aliran Sungai Brantas, terletak di kaki gunung Kelud (sebelum pindah ke Kediri), dan hasil pertanian yang melimpah.

Hasil pertanian ini diangkut perahu lewat Sungai Brantas menuju Jenggala, dekat Surabaya.

Tidak hanya itu, perkebunan kapas pun melimpah dan didukung dengan budidaya ulat sutra.

Untuk menopang penghasilan, diberlakukan sistem pajak dan untuk mengatur kerajaan dan sistem hukumnya, dikeluarkanlah kitab-kitab hukum seperti Kitab Bharatayuda, Gathotkacasraya, dan Hariwangsa.

Sedangkan untuk karya sastra, muncul kitab-kitab seperti Kitab Wertasancaya, Kitab Smaradhahana, Kitab Lubdaka yang terbit pada masa pemerintahan Kameswara.

Sebab Runtuhnya Kerajaan Kediri

Kerajaan Kediri runtuh karena konflik internal di pemerintahan Raja Kertajaya.

Pada saat itu, Raja Kertajaya menentang ajaran Hindu. Raja Kertajaya mulai mengurangi hak-hak dari kaum Brahmana.

Selain itu, Raja Kertajaya meminta kaum Brahmana untuk menyembahnya seperti dewa.

Alasannya, ia merasa sakti, hingga mampu duduk bersila di tombak tajam yang berdiri tanpa terluka.

Raja Kertajaya juga yakin kalau dirinya hanya mampu dikalahkan Dewa Siwa, yakni salah satu dari tiga dewa utama Trimurti dalam agama Hindu.

Karena itu, kaum Brahmana menentangnya. Raja Kertajaya pun mengancam untuk membunuh siapapun yang tidak menyembahnya.

Akhirnya, kaum Brahmana meminta tolong pada penguasa dari Tumapel, Ken Arok.

Kebetulan Ken Arok juga memimpin Kerajaan Kediri, dan memiliki ambisi untuk menguasai seluruh Jawa Timur. Ken Arok pun menyetujuinya.

Akhirnya, terjadilah Pertempuran Ganter yang dilakukan oleh Ken Arok dan Raja Kertajaya. Pertempuran ini terjadi di Desa Ganter pada abad ke-13.

Pertempuran ini dimenangkan Ken Arok, kemudian ia mendirikan Kerajaan Singasari pada tahun 1222.

Peninggalan Kerajaan Kediri

Candi Penataran adalah candi yang terletak di barat daya lereng Gunung Kelud, utara kota Blitar.

Candi Penataran dibangun pada pemerintahan Raja Srengga – Raja Wikramawardhana sekitar abad 12-14 Masehi.

  • Candi Gurah

Candi Gurah ditemukan di Kecamatan Gurah, Kediri, Jawa Timur. Candi ini mulanya ditemukan pada tahun 1957.

Letak Candi Gurah terletak persis 2 km dari Candi Tondowongso.

  • Candi Tondowongso

Candi Tondowongso adalah candi yang berada di Desa Gayam, Kecamatan Gurah, Kediri dan dibangun sekitar abad ke-9, saat perpindahan pusat politik dari Jawa Tengah ke Jawa Timur.

Candi Tondowongso merupakan situs peninggalan terbesar yang ditemukan pada awal tahun 2007.

Penemuan candi ini diawali dengan penemuan arca oleh perajin batu bata di daerah setempat.

  • Candi Tuban

Candi Tuban terletak di lapangan Desa Mirigambar, Kecamatan Sumbergempol, Tulungagung, Jawa Timur.

Candi Tuban berjarak 500 meter dari Candi Mirigambar. Namun sudah luluh lantah dan hanya tersisa pondasi saja.

  • Arca Buddha Vajrasattva

Arca Buddha Vajrasattya dibangun pada abad ke-10 atau 11 Masehi. Namun, peninggalan arca ini dipindahkan ke Museum Indische Kunst di Berlin-Dahlem, Jerman.

  • Prasasti Kamulan

Prasasti Kamulan terletak di Desa Kamulan, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur.

Prasasti Kamulan dibangun pada tahun 1194 atau 1116 Saka, saat pemerintahan Raja Kertajaya.

Prasasti Kamulan berisi informasi mengenai pembangunan Kabupaten Trenggalek pada tahun 1194.

Selain itu, juga memuat nama Kediri yang diserang Kerajaan Jenggala pada 1191.

  • Prasasti Galunggung

Prasasti Galunggung ditemukan di daerah Rejotangan, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur.

Prasasti Galunggung ditulis dengan aksara Jawa Kuno dengan keadaaan tulisan yang tidak terlalu jelas dibaca.

  • Prasasti Jaring

Prasasti Jaring dibuat pada tahun 1181 pada masa Raja Sri Gandra. Prasasti Jaring memuat sejumlah nama-nama pejabat dengan menggunakan nama hewan. Misalnya Kebo Waruga dan Tikus Jinada.

  • Prasasti Panumbangan

Prasasti Panumbangan adalah prasasti yang dibuat oleh Sri Bameswara pada tahun 1120.

Panumbangan atau Panumbang merupakan wilayah bebas pajak yang disebut sebagai Siwa Swatantra.

Isi Prasasti Panumbangan yakni tentang permohonan penduduk Desa Panumbangan agar piagam penetapan desa mereka sebagai wilayah bebas pajak ditulis di daun lontar dan batu.

  • Prasasti Sirah Keting

Prasasti Sirah Keting dibuat pada tahun 1104 dengan aksara Jawa Kuno. Prasasti Sirah Keting memuat tentang pemberian hadiah tanah pada rakyat desa yang dilakukan Raja Jayawarsa. kerajaan

  • Prasasti Talan

Prasasti Talan terletak di Desa Gurit, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Prasasti Talan dibuat sekitar tahun 1136 atau 1058 Saka.

Prasasti Talan berisi tentang masuknya Desa Talan ke wilayah Panumbang. Wilayah Panumbang merupakan salah satu wilayah bebas pajak.

Prasasti Talan juga menampilkan ukiran Garudamukalanca, yakni patung berbentuk tubuh manusia dengan sayap dan berkepala elang.