Daftar isi
Salah satu suku bangsa Indonesia yang sangat terkenal karena ukiran kayunya yang unik adalah Suku Asmat.
Menurut BPS Kabupaten Asmat, hasil proyeksi jumlah populasi suku Asmat tahun 2019 adalah sebesar 97.490 jiwa.
Apa itu Suku Asmat?
Suku Asmat adalah suku yang mendiami Papua bagian selatan, khususnya di sekitar sungai-sungai besar yang bermuara ke Teluk Irian atau Laut Arafuru yaitu Aswets, Pomats, Undir, Bets, Sirets, dan Brazza.
Bagi masyarakat suku Asmat, dirinya adalah as-asmat yang artinya manusia pohon.
Menurut mereka, pohon merupakan benda yang sangat luhur dan identik dengan manusia karena memiliki kaki berupa akar pohon, tubuh berupa batang pohon, lengan berupa dahan, dan kepala berupa buahnya.
Selain disebut sangat identik dengan manusia, pohon juga merupakan urat nadi bagi kehidupan masyarakat suku Asmat karena mereka memperoleh makanan pokok dan rumah yang aman mengingat keadaan alam yang penuh rawa lumpur.
Sejarah Perkembangan Suku Asmat
Menurut mitologis, orang Asmat percaya bahwa mereka berasal dari Dewa Fumeripits, Sang Pencipta.
Namun, secara antropologis, leluhur suku Asmat adalah bangsa Melanesoid. Mereka datang ke Indonesia ketika zaman es terakhir sekitar tahun 70.000 SM.
Saat itu, suhu turun drastis dan air laut membeku. Dampaknya, permukaan laut menjadi lebih rendah hingga 100 meter lebih dibandingkan saat ini.
Pulau-pulau baru pun bermunculan sehingga memudahkan makhluk hidup untuk melakukan migrasi dari kawasan Asia ke Oseania.
Salah satu bangsa yang bermigrasi adalah bangsa Melanesoid. Mereka bermigrasi dari timur hingga ke Papua dan Benua Australia.
Ketika zaman es berakhir tahun 5.000 SM, air laut mulai naik kembali hingga memisahkan kepulauan Papua dan Benua Australia.
Bangsa Melanesoid sendiri berasal dari Proto Melanesia, yaitu manusia Wajak yang merupakan penduduk asli Pulau Jawa. Mereka tinggal di Papua untuk beberapa waktu lamanya hingga bangsa Melayu datang.
Bangsa Melanesoid ini pulalah yang menurunkan suku-suku bangsa di Papua termasuk suku Asmat.
Ciri Khas Suku Asmat
Penduduk suku Asmat memiliki beberapa ciri khusus yang membedakannya dari suku bangsa lainnya yang ada di Papua yaitu sebagai berikut.
- Berkulit hitam
- Berambut keriting
- Tinggi badan laki-laki rata-rata 172 cm dan perempuan 162 cm.
Pakaian Adat Suku Asmat
Sebagaimana suku bangsa lainnya di Indonesia, suku Asmat juga memiliki pakaian adat yang khas.
Pakaian adat suku Asmat terbuat dari bahan-bahan yang berasal dari alam. Selain itu, desainnya pun banyak dipengaruhi alam.
Untuk laki-laki, pakaian adat dibuat menyerupai bentuk burung atau binatang lainnya sebagai lambang kejantanan.
Sedangkan untuk perempuan, rok dan penutup dada dibuat dari daun sagu sehingga sekilas mirip dengan keindahan bulu burung kasuari.
Pakaian adat suku Asmat biasanya dilengkapi dengan penutup kepala yang juga terbuat dari sagu dan bulu burung kasuari.
Agama yang dianut Suku Asmat
Sebelum mengenal agama, masyarakat suku Asmat adalah penganut animisme.
Masyarakat suku Asmat meyakini bahwa mereka merupakan keturunan dewa Fumeripits yang turun dari dunia ghaib yang berada di seberang laiut di belakang ufuk, tempat matahari terbenam.
Mereka juga percaya bahwa alam semesta didiami oleh setan seperti roh, jin, dan makhluk halus lainnya.
Menurut kepercayaan mereka, setan ini ada yang hanya mengganggu bahkan ada yang membahayakan kehidupan manusia.
Mereka juga percaya dengan kekuatan magis yang biasanya digunakan untuk menguasai alam atau menemukan barang-barang yang hilang, barang curian, atau menunjukkan posisi pencuri.
Selain itu, ilmu sihir juga banyak diperaktekkan oleh masyarakat suku Asmat, terutama kaum perempuan.
Biasanya, kekuatan ini diturunkan dari seorang ibu kepada anak perempuannya sebagai bentuk perlindungan diri.
Kepercayaan seperti tersebut di atas, lambat laun mulai ditinggalkan setelah mereka mengenal agama.
Kini, tidak sedikit masyarakat suku Asmat yang menganut agama Kristen Protestan, Katolik, dan Islam.
Rumah Adat Suku Asmat
Dari berbagai literatur disimpulkan bahwa ada beberapa macam rumah adat suku Asmat yaitu jew, tsyem, dan bivak.
Jew
Jew adalah salah satu rumah adat suku Asmat yang berukuran cukup besar dan berpondasi kayu besi yang kokoh, yang dibangun di antara pohon di pinggir sungai.
Panjang rumah mencapai 25 meter dengan pintu masuk lebih dari satu. Ada pula tangga sederhana yang terletak di depan pintu rumah sebagai jalur masuk ke dalam rumah.
Jew disebut rumah bujang karena menjadi kediaman bagi kaum laki-laki yang belum pernah menikah.
Tidak hanya itu, jew juga dapat digunakan oleh seluruh penduduk suku Asmat, terutama laki-laki, karena mereka merupakan pimpinan keluarga.
Jew juga dapat berfungsi sebagai balai desa yakni tempat untuk melakukan rapat desa atau menentukan strategi perang yang dilakukan oleh para pemuka adat dan pimpinan suku Asmat.
Tsyem
Tsyem adalah rumah adat suku Asmat berupa rumah panggung kecil berukuran (3 x 4 x 5) m. Rumah ini berfungsi sebagai tempat tinggal, tempat menyimpan senjata, tempat menyimpan peralatan untuk berburu, maupun alat bercocok tanam.
Bivak
Bivak adalah rumah adat suku Asmat berukuran besar yang dibangun di hutan dan berfungsi sebagai tempat tinggal sementara.
Pendirian rumah bivak ini tidak terlepas dari pola hidup suku Asmat yang dahulu kerap berpindah-pindah tempat untuk mencari bahan makanan.
Bahasa yang digunakan Suku Asmat
Menurut para ahli lingustik, bahasa yang digunakan masyarakat suku Asmat termasuk dalam golongan bahasa-bahasa bagian selatan Papua atau Language of The Southern Division.
C. L. Voorhoeve (1965) menggolongkan bahasa-bahasa bagian selatan Papua ke dalam filum bahasa-bahasa Papua Non-Melanesia.
Bahasa-bahasa tersebut digolongkan lagi berdasarkan wilayah yaitu orang Asmat wilayah pantai atau hilir sungai dan orang Asmat wilayah hulu sungai.
- Bahasa suku Asmat hilir sungai, terdiri dari :
- kelompok Pantai Barat Laut atau pantai Flamingo seperti bahasa Kaniak, Bisman, Simay, dan Becembub.
- kelompok Pantai Barat Daya atau Kasuarina seperti bahasa Batia dan Sapan.
- Bahasa suku Asmat hulu sungai merupakan bagian kelompok Keenok dan Kaimok.
Kebudayaan Suku Asmat
Sebagaimana suku bangsa lainnya di Indonesia, suku Asmat juga memiliki budaya berupa adat istiadat serta tradisi upacara adat yang ditujukan untuk maksud tertentu.
Adat Istiadat
Saah satu adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat suku Asmat adalah berkaitan dengan siklus hidup manusia.
- Pernikahan
Pernikahan terjadi ketika kedua mempelai berusia 17 tahun. Prosesi pernikahan dilakukan oleh orang tua laki laki setelah mencapai kesepakatan dan uji keberanian. Adapun mas kawin yang diberikan berupa piring antik yang nilainya setara dengan harga penafsiran perahu Johnson. - Kehamilan
Ketika perempuan suku Asmat tengah mengandung, mereka akan menjaga kondisi kehamilan sebaik mungkin hingga proses melahirkan tiba. - Kelahiran
Ketika proses melahirkan tiba, diadakan upacara adat yang disertai dengan proses pemotongan tali pusar dengan menggunakan sembilu. Si bayi kemudian akan diberi ASI selama kurang lebih 2 tahun sampai 3 tahun. - Kematian
Ada beberapa ketentuan mengenai halini, yaitu sebagai berikut.- Jika yang meninggal adalah kepala suku atau kepala adat, jasadnya dimumikan dan dipajang didepan joglo suku Asmat.
- Jika yang meninggal adalah warga biasa, jenazah dikubur atau dihanyutkan melalui upacara kematian.
Upacara Adat
Beberapa upacara adat yang kerap dilakukan oleh masyarakat suku Asmat diantaranya adalah sebagai berikut.
- Upacara Yentpokmbu
Upacara Yentpokmbu adalah upacara adat yang dilakukan dalam rangka pembuatan dan pengukuhan rumah jew atau rumah bujang. - Upacara Tsyimbu
Upacara Tsyimbu adalah upacara adat yang dilakukan dalam rangka pembuatan dan pengukuhan perahu lesung. Hal ini disebabkan suku Asmat selalu membuat perahu lesung setiap lima tahun sekali. - Upacara Mbismbu
Upacara Mbismbu adalah upacara adat yang dilakukan dalam rangka pembuatan tiang. Upacara Mbismbu merupakan upacara yang sangat sakral karena berkaitan erat dengan dengan pembuatan ukiran patung mbis. - Upacara Kematian
Upacara kematian adalah upacara adat yang dilakukan untuk mengantar mereka yang telah meninggal kembali ke alam roh. Masyarakat suku Asmat percaya bahwa jika orang yang telah meninggal dibuatkan patung mbis-nya maka roh orang yang telah meninggal tersebut masih berada pada lingkungan rumah. Dalam upacara kematian ini, mayat yang telah meninggal akan dihanyukan ke sungai.
Kesenian Suku Asmat
Suku Asmat juga memiliki beragam kesenian yang membuat mereka unik dan menarik di antaranya seni kerajinan dan seni pertunjukan.
1. Seni Kerajinan
Masyarakat suku Asmat memiliki seni kerajinan yang cukup terkenal, yaitu membuat ukiran kayu dalam bentuk patung, topeng, tombak, perisai, tifa, dan penokak sagu.
Setelah ukiran kayu selesai dikerjakan, ukiran kayu tersebut kemudian diberi warna putih, merah, dan hitam. Biasanya, pewarna dibuat dari ramuan kulit kayu, dedaunan, akar-akaran, dan lumpur.
Salah satu seni ukiran kayu yang paling terkenal dari suku Asmat adalah seni patung atau tiang mBis.
Jenis patung yang dibuat biasanya berupa patung-patung nenek moyang yang dibuat secara bersusun dan disesuaikan dengan silsilah nenek moyang.
Selain mahir membuat patung, masyarakat adat suku Asmat juga pandai membuat peralatan rumah tangga, seperti kapak yang terbuat dari batu.
2. Seni Pertunjukan
Seni pertunjukan masyarakat suku Asmat tidaklah banyak, dalam artian hanya terbatas pada tarian adat yang berkaitan dengan upacara religi atau upacara kemasyarakatan lain.
Misalnya tari perang atau tari pergaulan yang biasa dibawakan oleh sekelompok penari laki-laki dan perempuan secara berpasangan.
Adapun gerakan tarian yang ditampilkan tidaklah rumit. Intinya adalah gerakan kaki dan badan yang dilakukan secara harmonis sesuai dengan iringan musik yang sederhana.