Biografi Andi Djemma, Seorang Raja Luwu Asal Kerajaan Bugis

√ Edu Passed Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info
Andi Djemma

Andi Djemma adalah seorang Raja Luwu, Kerajaan Bugis, yang berasal dari Makassar, Sulawesi Selatan. Kerajaan Luwu merupakan kerajaan pertama di Sulawesi Selatan yang bergabung dengan Republik Indonesia

Andi Djemma pun diangkat menjadi wedana atau pembantu pimpinan wilayah di Kolaka sampai 1923 sebelum akhirnya diangkat menjadi datu atau raja. Dan pada 8 November 2002, Beliau dianugerahkan sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden Republik Indonesia.

Masa Kecil dan Pendidikan Andi Djemma

Andi Djemma lahir pada 15 Januari 1901 di Palopo, Sulawesi Selatan. Semasa muda, Andi Djemma sering diajak ibunya pergi untuk menghadiri rapat-rapat adat. Bahkan ia rela untuk meninggalkan segala kemewahannya dan memilih untuk berjuang melawan penjajah di wilayahnya untuk memperjuangkan Negara Republik Indonesia yang beliau cintai.

Andi Djemma menempuh pendidikan formal sekolah dasar di Inlandsche School selama lima tahun di Palopo. Setelah lulus pada 1915, beliau mendapatkan pendidikan informalnya di dalam istana. Beliau mulai mempelajari segala hal mengenai pemerintahan dan tradisi kerajaan dari sang ibu dan pejabat-pejabat tinggi Istana.  

Beliau diangkat menjadi seorang raja Luwu, bahkan saat kerajaan Luwu berada di bawah kepimpinannya menjadi kerajaan pertama di Sulawesi Selatan yang menyatakan bergabung dalam NKRI. Andi Djemma kemudian mendirikan Gerakan Soekarno Muda serta memimpin Perlawanan Semesta Rakyat Luwu. 

Peran dan Perjuangan Andi Djemma

Pada tahun 1919, Andi Djemma mulai terjun ke dalam bidang politik dan memang jabatan Sulewatang yaitu setingkat wedana di Kolaka atau dikenal sebagai kepala distrik di Ngapa, Kolaka, Sulawesi Tenggara.

Empat tahun setelahnya, beliau  dipindahkan ke Ware. Andi Djemma juga merangkap sebagai wakil Datu Luwu. Beliau menjabat sebagai Sulewatang hingga tahun 1923. Kemudian kembali ke kota kelahirannya, di Palopo dan mempersiapkan dirinya untuk menjadi datu.

Beliau lalu mulai mengenal paham nasionalisme dan  dipercaya memimpin sebuah organisasi yang merupakan cabang dari sebuah politik di Jawa. Karena kepemimpinannya itulah, segala kegiatan Andi Djemma terus diawasi oleh Belanda.

Pada tahun 1935, saat ibu dari Andi Djemma, Andi Kombo, meninggal dunia, golongan yang pro dengan Belanda berusaha menghalangi pengangkatan Andi Djemma sebagai Datu di Kerajaan Luwu.  

Namun banyak rakyat Luwu yang mendukung Andi Djemma, alhasil usaha tersebut berhasil digagalkan. Karena, mereka mengancam akan mengadakan kerusuhan apabila Andi Djemma tidak diangkat menjadi datu.

Selama Andi Djemma menjadi datu, organisasi kebangsaan dan agama seperti Partai Serikat Islam Indonesia (PSII) dan Muhammadiyah diberinya lebih banyak ruang untuk menjalankan kegiatannya di Kerajaan Luwu. Meskipun kebijakannya itu kurang disukai oleh para pemangku adat kerajaan.

Menjelang kemerdekaan Indonesia pada 15 Agustus1945, Andi Djemma bahkan memimpin ‘Gerakan Soekarno Muda’ dan Pada 19 Agustus 1945, Andi Djemma mendengar berita proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Beliau segera memerintahkan agar berita ini disebarluaskan di kalangan masyarakat. Beberapa pemuda, termasuk anaknya, Andi Makkalau, turut diperintahkan juga berangkat ke Makassar untuk menghubungi Dr. Ratulangie, Gubernur Sulawesi. 

Pada 2 September 1945, para anggota dari Soekarno muda yang dipimpin oleh Andi Djemma, , organisasi buatan Andi Djemma untuk melakukan gerakan untuk merebut senjata Jepang di Palopo. 

Menjelang akhir September 1945, pasukan Australia yang mewakili Sekutu tiba di Sulawesi Selatan. Mereka bertugas untuk melucuti pasukan Jepang dan membebaskan para tawanan perang.

Pada awalnya hubungan Andi Djemma dengan pasukan Australia berjalan tanpa adanya masalah. Namun muncul masalah yaitu pihak Australia atas desakan Belanda melarang pengibaran Bendera Merah Putih dan pasukan Belanda mulai melakukan patroli luar kota.

Pada Oktober 1945, Andi Djemma memelopori  pertemuan para raja Sulawesi Selatan di Wetampone. Dalam pertemuan ini, para raja menyatakan tekad mereka untuk berdiri di belakang pemerintah RI. 

Tidak hanya itu, beliau juga merestui pembentukan badan-badan perjuangan Palopo khususnya dan daerah Luwu pada umumnya. Badan-badan tersebut antara lain Pemuda Nasional Indonesia (PNI) dan Pemuda Republik Indonesia.

Lalu sepulangnya dari pertemuan tersebut, Andi Djemma pun menyatakan bahwa daerah Luwu telah menjadi bagian dari Negara Republik Indonesia. 

Andi Djemma juga menegaskan bahwa pemerintah Luwu menolak untuk bekerja sama dengan Netherlands Indies Civil Administration (NICA) atau pemerintahan sipil Hindia Belanda. 

Dan terjadi kesepakatan antara Andi Djemma dengan komandan pasukan NICA, bahwa pasukan ini hanya bertugas untuk melucuti pasukan Jepang. 

Pada 5 Oktober 1945, Andi Djemma mengeluarkan ultimatum pihak Sekutu agar segera melucuti tentaranya dan kembali ke tangsinya di Palopo dalam waktu 2×24 jam. Dan Ultimatum itu dibalas Gubernur Jenderal Belanda, Van Mook, dengan mengirim puluhan bom kedalam kota Palopo.

Datu Luwu Andi Djemma bersama dengan rakyatnya tidak pantang menyerah dengan serangan dari laut itu, Persembahan jiwa dan raga dari Bumi Sawerigading (julukan tanah Luwu) yang tidak rela di jajah oleh pihak sekutu terus berkobar.

Hal tersebut akhirnya membuat terjadinya Perang di hampir semua wilayah Luwu raya. Kota Palopo di kuasi pemuda dan untuk beberapa jam sekutu mundur ke selatan. Sebelum bantuan yang besar datang dan menguasai pusat kota Palopo.

Perlawanan semesta rakyat Luwu ini mempunyai cerita sejarah karena perlawanan tersebut termasuk yang paling luas. Perang terjadi sepanjang kurang lebih sampai 200 km. Perang dengan lokasi yang panjang tersebut menyulitkan sekutu.

Alhasil dampak dari perang tersebut, Belanda sangat murka dan mengirim Raymond Wasterling. Mereka merasa dipermalukan, dan akhirnya Wasterling mengamuk dengan membantai kurang lebih 40.000 jiwa rakyat tak berdosa sepanjang Sulawesi Selatan.

Walau angka korban 40.000 jiwa itu masih diperdebatkan mengingat angka 40.000 jiwa terlalu besar. Karena tekanan oleh kekuatan yang tidak seimbang, Andi Djemma terpaksa meninggalkan istana bersama permaisurinya, dan memimpin rakyatnya bergerilya di dalam wilayah kerajaannya.

Hal tersebut yang mengakibatkan Andi Djemma tertangkap oleh tentara NICA, pada 3 Juli 1946. Dan beliau diasingkan ke Ternate.

Wafatnya Andi Djemma

Andi Djemma wafat pada 23 Februari 1965 di Makassar. Atas jasa-jasanya, pada 6 November 2002, Andi Djemma diangkat menjadi Pahlawan Nasional melalui Surat Keppres RI No. 073/TK/2002. Tidak hanya itu, Andi Djemma juga mendapat penghargaan dari Kementerian Pertahanan (1960) dan Satylanacana Karya tingkat II (1964). Andi Djemma juga namanya diabadikan menjadi nama jalan di Kota Makassar. 

fbWhatsappTwitterLinkedIn