Eka Kurniawan adalah pria kelahiran 28 November 1975 di Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, 45 tahun silam. Ia merupakan seorang penulis, novelis, komikus, serta sastrawan asal Indonesia. Namanya sudah tidak asing lagi dalam dunia sastra di Indonesia.
Eka menempuh pendidikan tinggi di Universitas Gadjah Mada dengan studi di bidang filsafat. Ia berhasil lulus di tahun 1999 dengan tugas akhir yang sangat memuaskan, yaitu berjudul Pramoedya Ananta Toer dan Sastra Realisme Sosialis.
Awal karier Eka dalam dunia sastra bermula dari hasil skripsinya yang dijadikan buku dan diterbitkan oleh Yayasan Aksara Indonesia pada tahun 1999, lalu diterbitkan untuk kedua kalinya oleh Penerbit Jendela pada tahun 2002, dan diterbitkan untuk ketiga kalinya oleh Gramedia Pustaka Utama di tahun 2009.
Pada tahun 2002, Penerbit Jendela menerbitkan novel Eka yang berjudul Cantik Itu Luka dan novel tersebut menjadi novel pertamanya yang mendunia. Hingga kemudian pada tahun 2004, novel Cinta Itu Luka diterbitkan kembali oleh Gramedia Pustaka Utama.
Karena kesuksesan novel tersebut, pada tahun 2006, Ribeka Ota menerjemahkan novel Cinta Itu Luka ke dalam bahasa Jepang dan kemudian diterbitkan oleh Shinpu-sha. Juga dialihbahasakan oleh Annie Tucker dan diterbitkan oleh The Next Publishing Company pada Agustus 2015.
Akan tetapi, sebenarnya di awal Eka merasa tidak yakin untuk menerjemahkan novel tersebut ke dalam bahasa asing, tetapi karena usaha yang dilakukan Ben Anderson dan Tariq Ali untuk meyakinkan Eka, ia akhirnya percaya diri untuk mengalihbahasakan novel itu. Terbukti, novel Cinta Itu Luka bisa masuk ke dalam daftar 100 buku terkemuka di The New York Time dan nama Eka menjadi populer di Amerika Serikat.
Namun, tidak berhenti di situ, novel ini terus diterjemahkan hingga mencapai 24 negara. Di antaranya, yaitu bahasa Arab, Bulgaria, Kroasia, Belanda, Prancis, Jerman, Itali, Korea, Malaysia, Norwegia, Portugis, Spanyol, Turki, Vietnam, dan masih banyak lagi.
Selain novel Cinta Itu Luka, novel lain karya Eka Kurniawan yang terkenal hingga mendunia adalah Lelaki Harimau yang lagi-lagi diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, seperti bahasa Inggris, Prancis, Jerman, Itali, serta Korea.
Berikut adalah beberapa karya-karya lain dari Eka Kurniawan yang terdiri atas novel, kumpulan cerita pendek, serta tulisan nonfiksi, di antaranya yaitu sebagai berikut:
- Kumpulan cerita pendek Gelak Sedih yang terbit pada tahun 2005 oleh Gramedia Pustaka Utama.
- Cerita pendek Cinta Tak Ada Mati yang terbit pada tahun 2005 oleh Gramedia Pustaka Utama.
- Novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas yang terbit pada tahun 2014 oleh Gramedia Pustaka Utama.
- Cerita pendek Perempuan Patah Hati yang Kembali Menemukan Cinta Lewat Mimpi yang terbit pada tahun 2015 oleh Gramedia Pustaka Utama.
- Novel O yang terbit pada tahun 2016 oleh Gramedia Pustaka Utama.
- Cerita nonfiksi Senyap yang Lebih Nyaring yang terbit pada tahun 2019 oleh Gramedia Pustaka Utama.
Terdapat beberapa fakta menarik dari Eka Kurniawan. Pertama, namanya kembali muncul dan ramai diperbincangkan belum lama ini di media sosial karena ada salah satu pengguna Twitter yang menyoroti kutipan novel Cinta Itu Luka yang berbunyi “Semua perempuan itu pelacur sebab seorang istri baik-baik pun menjual kemaluannya demi mas kawin dan uang belanja, atau cinta jika itu ada.”
Tidak lama kemudian, Eka membahas kutipan tersebut dalam tweet-nya yang berbunyi “Bahaya baca buku, atau bahaya tidak membaca buku?” dan kemudian membahas kutipan yang viral tersebut di akun Twitter pribadinyanya pada 6 Oktober 2021.
Fakta menarik berikutnya dari Eka Kurniawan adalah banyaknya penghargaan yang ia terima dan hampir seluruhnya berasal dari luar negeri. Di antaranya yaitu sebagai berikut:
- 100 Global Thinkers pada tahun 2015 dari Foreign Policy Journal
- Book of the Year pada tahun 2015 untuk Novel Lelaki Harimau dari IKAPI.
- World Readers Award pada tahun 2016 untuk novel cantik Itu Luka.
- Emerging Voices dan Fiction Award pada di tahun yang sama, yakni 2016 untuk novel Lelaki Harimau.
- Penghargaan Sastra dan Badan Bahasa pada tahun 2016 untuk karyanya yang berjudul Cinta Tak Ada Mati.
- Prince Claus Award pada tahun 2018 dengan kategori Sastra dari Kerajaan Belanda.
- Lalu yang terakhir, nominasi Anugerah Kebudayaan dan Maestro Seni Tradisi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan kategori pencipta, pelopor, dan pembaharuan.
Akan tetapi, di balik seluruh penghargaan yang Eka dapatkan, ada fakta menarik, yakni terdapat satu penghargaan yang ia tolak. Eka secara terang-terang menolak penghargaan yang diberikan kepadanya dalam acara Malam Anugerah Kebudayaan dan Maestro Seni Tradisi yang diselenggarakan saat Pekan Kebudayaan Nasional oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2019.
Melalui akun media sosial pribadinya, Eka Kurniawan menyampaikan alasan ia menolak penghargaan tersebut salah satunya yaitu karena ia merasa tidak ada perlindungan yang tegas terhadap hasil kerja terkait kebudayaan, termasuk perlindungan terhadap industri perbukuan.
Menurutnya, saat ini negara masih belum bisa melindungi penulis atau seniman Indonesia atas hasil karya mereka. Contohnya adalah pembajakan buku-buku yang tentunya sangat merugikan bagi para seniman. Selain itu, negara juga belum dapat memberi ruang yang lebih besar bagi seniman untuk berekspresi sebebas mungkin. Hal ini dibuktikan dengan adanya kasus perampasan dan razia buku-buku sebelumnya.
Demikianlah informasi mengenai kelahiran, pendidikan, karya-karya, dan juga fakta menarik dari Eka Kurniawan. Eka Kurniawan adalah seorang penulis dan sastrawan asal Tasikmalaya yang namanya mendunia karena novel Cinta Itu Luka.
Pada tahun 1999, Eka lulus dari Universitas Gadjah Mada dengan skripsi yang berjudul Pramoedya Ananta Toer dan Sastra Realisme Sosialis yang kemudian diterbitkan dan menjadi titik awal namanya lebih dikenal. Selain itu, ia juga menerbitkan novel lain, seperti Lelaki Harimau dan O.
Fakta menarik dari Eka Kurniawan, yaitu namanya yang ramai diperbincangkan kembali karena ada orang yang mengirimkan kutipan novelnya mengenai perempuan dan pelacur. Selain itu, fakta menarik lainnya adalah Eka sempat menolak penghargaan yang diberikan kepadanya dari Kemendikbud karena merasa pemerintah tidak memberikan perlindungan tegas bagi penulis atau seniman terkait karya mereka.