Daftar isi
Iwa Kusuma Sumantri adalah seorang tokoh hukum yang membangun bangsa Indonesia dari banyak segi sekaligus penggagas “Proklamasi” dan pengarang Indonesia yang berasal dari Ciamis.
Kelahiran Iwa Kusuma Sumantri
Beliau lahir pada 31 Mei1899 di Ciamis, Jawa Barat. Iwa Kusuma Sumantri pernah menjadi Menteri pada era pemerintahan Soekarno. Selama dua puluh tahun kemerdekaan Indonesia, Iwa telah memegang di beberapa posisi kabinet, salah satunya Menteri Pertahanan pada Kabinet Ali Sastroamidjoyo.
Beliau juga yang mengusulkan Bung Karno dan Bung Hatta supaya naskah proklamasi yang semula bernama Maklumat kemerdekaan menjadi Proklamasi.
Masa Remaja dan Pendidikan Iwa Kusuma Sumantri
Iwa Kusuma Sumantri adalah seorang bangsawan dari Sunda yang berasal Ciamis. Ayah Iwa Kusuma Sumantri, Wiramantri adalah seorang kepala sekolah rendah yang kemudian menjadi pemilik sekolah (school opziener) di Ciamis.
Iwa Kusuma Sumantri memulai pendidikannya dengan bersekolah di sekolah dasar Hollandsch Inlandsche School (HIS), yaitu sekolah dasar untuk anak-anak kalangan menak atau bangsawan pribumi dengan menggunakan pengantar bahasa Belanda.
Iwa pernah belajar di sekolah calon ambtenar yaitu sekolah calon pegawai pemerintahan di Bandung. Namun hanya sampai setahun saja, beliau memutuskan untuk keluar karena tidak sesuai dengan cita-cita dan hati nuraninya.
Pada tahun 1916, beliau kemudian masuk ke sekolah hukum (Recht School) yang berada di Batavia, lalu Iwa Kusuma Sumantri bergabung dalam Jong Java, yaitu sebuah organisasi untuk pemuda Jawa.
Setelah 5 tahun menempuh pendidikannya di Recht School, Iwa Kusuma Sumantri pergi ke Belanda untuk meneruskan pendidikannya di Universitas Leide. Di sana, beliau bergabung dengan Indonesisch Vereniging adalah organisasi yang diikuti beliau semasa hidunya di Belanda, atas usulnya pula, organisasi tersebut berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan Iwa Kusuma Sumantri menjadi ketuanya saat itu.
Dalam kelompok ini, beliau menekankan bahwa semua orang Indonesia harus bekerja sama, terlepas dari perbedaan ras, keyakinan, atau kelas sosial.
Pada tahun 1925, Iwa Kusuma Sumantri pindah ke Uni Soviet, lalu beliau menghabiskan setengah tahunnya belajar di sana. Setelah itu, Dua tahun kemudian, pada tahun 1927, Iwa Kusuma Sumantri kembali ke Indonesia.
Peran dan Perjuangan Iwa Kusuma Sumantri
Usai menamatkan kuliahnya, Iwa Kusuma Sumantri dan Semaun diutus oleh Perhimpunan Indonesia (PI) untuk pergi ke Moscow mempelajari Front Persatuan atau Eenheidsfront yang didengungkan oleh Komintern atau semacam organisasi komunis internasional. Di satu sisi, beliau memang tertarik mempelajari sosialisme, tapi tidak dengan komunisme
Pada tahun 1927, setelah selesai menempuh pendidikannya, Iwa Kusuma Sumantri kembali ke Indonesia dan setibanya di Indonesia, beliau membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, Medan.
Ketika di Medan, beliau aktif dalam menerbitkan surat kabar bernama Matahari Indonesia, yaitu koran yang mengaspirasi hak-hak pekerja dan mengkritik perkebunan milik Belanda, dan mendekati buruh dan tani yang tertindas.
Iwa Kusuma Sumantri juga disebutkan pernah mendirikan SKBI yaitu Sarekat Kaoem Boeroeh Indonesia cabang Medan.
Karena memiliki afiliasi dengan Moscow dan Komintern, para pemimpin SKBI ditangkap dan diasingkan. Hal tersebut membuat Iwa Kusuma Sumantri juga di tangkap oleh pemerintah Belanda, pada Juli 1929 di Medan.
Beliau lalu dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira selama 10 tahun dan pada akhir Februari 1941, Iwa Kusuma Sumantri dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Kemudian ketika Jepang telah menaklukkan Belanda, Iwa Kusuma Sumantri akhirnya dibebaskan.
Jepang sempat mengangkat beliau sebagai hakim Keizei Hooin atau Pengadilan Kepolisian Makassar. Dan tidak lama setelah itu, Iwa akhirnya kembali membuka praktek sebagai pengacara di Jakarta.
Dirinya lalu diangkat menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia bersama tokoh lain, seperti Latuharhary dan Soepomo.
Pada sidang PPKI, Iwa Kusuma Sumantri menjadi salah seorang yang berpandangan rancangan UUD 1945 adalah konstitusi yang lahir dalam keadaan darurat dan sangat mungkin untuk diperbaiki.
Oleh karena itu, Beliau mengusulkan agar dimasukkan satu pasal yang mengatur tentang perubahan UUD 1945. Usulnya itu disambut oleh Soepomo.
Setelah adanya pembahasan dan perdebatan, maka muncullah Pasal 37 UUD 1945 yang mengatur tentang bagaimana cara untuk mengubah konstitusi.
Lalu setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, Iwa Kusuma Sumantri diangkat menjadi Menteri Sosial di bawah pimpinan Presiden Soekarno.
Pada tahun 1946, beliau sempat ditangkap dan ditahan karena terlibat dalam peristiwa 3 Juli 1946 bersama dengan Mohammad Yamin, Subardjo, dan Tan Malaka.
Setelah menjalani hukumannya, beliau masih dipercaya oleh Soekarno untuk menjabat sebagai menteri, yaitu Menteri Pertahanan pada Kabinet Ali Sastroamidjoyo.
Pada saat itu, Fraksi Masyumi pernah mengajukan mosi kepada Iwa Kusuma Sumantri karena dituduh sebagai seorang komunis dan adanya upaya kudeta oleh Angkatan Perang Republik Indonesia.
Hal tersebut membuat Iwa memutuskan untuk mengundurkan diri dari kursi Menteri Pertahanan.
Pada tahun 1957, Iwa Kusuma Sumantri sudah tidak menjabat sebagai menteri, melainkan menjadi rektor Universitas Padjadjaran Bandung.
Lalu pada tahun 1961, beliau menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung dan merangkap juga sebagai menteri kembali, yaitu Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan.
Pada masa pensiunnya, beliau habiskan dengan menjadi ketua Badan Penelitian Sejarah Indonesia dan aktif menerbitkan beberapa buku.
Wafatnya Iwa Kusuma Sumantri
Iwa Kusuma Sumantri meninggal pada 27 September 1971 karena penyakit jantung. Beliau dimakamkan di TMP Kalibata.
Pada 6 November 2002, Iwa Kusuma Sumantri diangkat menjadi Pahlawan Indonesia karena jasanya kepada Republik Indonesia sesuai dengan Keppres No. 73/TK/2002.