Konsep Homeostasis
Homeostasis adalah kemampuan beradaptasi internal tubuh dalam memelihara stabilitas dan menjaga kondisi keseimbangan cairan tubuh yang konstan dan dinamis.
Tubuh orang dewasa rata-rata mengandung sekitar 40 liter air. Jumlah ini disebut sebagai total body water (TBW), yang jumlahnya akan selalu sama dalam kondisi normal.
Setiap hari tubuh kita mendapatkan pemasukan dan pengeluaran cairan tubuh dalam jumlah yang sama yaitu sekitar 2500 mL.
Pemasukan Cairan | Pengeluaran Cairan |
Minuman dan makanan = 2300 mL | Ginjal = 1500 mL |
Metabolisme sel = 200 mL | Kulit = 600 mL |
Paru-paru = 300 mL | |
Saluran pencernaan = 100 mL | |
Total = 2500 mL | Total = 2500 mL |
Jenis Gangguan Homeostasis
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai homeostasis cairan tubuh, berikut empat contoh ketidakseimbangan cairan tubuh berdasarkan proporsi hilangnya air dan solut yang perlu diketahui.
- Hipervolemia, terjadi saat terlalu banyak penambahan air dan solut sehingga menyebabkan peningkatan volume cairan ekstraseluler, tetapi osmolaritas plasma tetap normal. Contohnya infusi cairan intravena isotonik yang berlebihan.
- Hipovolemia, terjadi saat kehilangan air dan solut secara bersamaan sehingga menyebabkan penurunan volume plasma, tetapi osmolaritas plasma tetap normal. Contohnya kehilangan darah.
- Overhidrasi, terjadi saat terlalu banyak penambahan air tanpa solut, sehingga menyebabkan peningkatan volume tetapi osmolaritas plasma menurun karena kandungan solut yang rendah. Contohnya terlalu banyak minum air.
- Dehidrasi, terjadi saat tubuh hanya kehilangan air tidak termasuk solut. Kondisi ini menyebabkan penurunan volume dan osmolaritas plasma meningkat karena proporsi air lebih banyak daripada solut. Contohnya berkeringat
Mekanisme Homeostasis
Tubuh menjaga keseimbangan intake dan output cairan melalui rangkaian yang melibatkan sistem endokrin dan sistem saraf. Berikut 4 mekanisme utama yang mengatur homeostasis cairan tubuh.
1. Hormon Antidiuretik (ADH)
Saat tubuh kehilangan air dalam kondisi dehidrasi, maka konsentrasi solut dalam plasma akan meningkat. Osmoreseptor di hipotalamus akan mendeteksi peningkatan konsentrasi solut (osmolaritas) di plasma.
Hal ini menyebabkan pelepasan hormon antidiuretik ke plasma oleh lobus posterior kelenjar pituitari.
Kemudian hormon antidiuretik akan menuju ke sel tubulus kontortus distal dan tubulus kolektivus di ginjal.
Keberadaan hormon antidiuretik menyebabkan sel tubulus kontortus distal dan tubulus kolektivus menjadi hanya permeabel terhadap air, sehingga meningkatkan reabsorbsi air dan terjadi perpindahan air dari filtrat urin ke plasma dengan cara osmosis. Kondisi ini akan terus terjadi sampai dehidrasi tubuh teratasi.
Dalam hal ini, hormon antidiuretik berperan mencegah kehilangan cairan tubuh dengan cara reabsorbsi filtrat urin ke plasma, sehingga efek yang dihasilkan yaitu volume urin menurun dan osmolaritas meningkat.
Maka dari itu, sering ditemukan kondisi dengan volume urin sedikit dan warna lebih pekat pada orang yang mengalami dehidrasi.
2. Mekanisme Haus
Mekanisme haus adalah pengatur utama intake cairan yang melibatkan peran hormon, saraf, dan perilaku.
Terdapat 3 alasan utama mengapa dehidrasi menyebabkan rasa haus :
- Saat produksi saliva menurun, mulut dan tenggorokan menjadi kering. Hal ini menghasilkan impuls yang merangsang ke pusat haus di hipotatalmus.
- Saat tubuh dehidrasi terjadi peningkatan tekanan osmotik plasma yang kemudian merangsang osmoreseptor pada pusat haus di hipotalamus.
- Penurunan volume plasma akibat dehidrasi menyebabkan penurunan tekanan darah. Tekanan darah yang menurun mentimulasi pelepasan hormon renin dari ginjal yang kemudian menyebabkan produksi hormon angiotensin II. Hormon angiotensin II menstimulasi pusat haus di hipotalamus sehingga menyebabkan rasa haus.
Setelah minum maka volume darah akan meningkat dan tubuh kembali ke kondisi homeostasis.
3. Aldosteron
Saat seseorang mengalami hipovolemia (penurunan volume plasma), maka tekanan darah akan menurun dan menyebabkan pelepasan renin oleh ginjal.
Di dalam aliran darah, renin mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I. Kemudian angiotensin I akan melewati paru-paru dan dirubah menjadi angiotensin II oleh angiotensin–converting enzyme (ACE) di paru-paru.
Angiotensin II akan menuju ke kelenjar adrenal dan menstimulasi sel korteks adrenal untuk menghasilkan hormon aldosteron.
Angiotensin II juga memiliki efek vasokontriksi (penyempitan) terhadap pembuluh darah sehingga membantu meningkatkan tekanan darah.
Pelepasan aldosteron juga dapat disebabkan oleh peningkatan konsentrasi K+ dalam plasma.
Aldosteron di ginjal akan mempengaruhi penambahan kanal di tubulus kontortus distal dan tubulus kolektivus. Penambahan kanal ini menyebabkan perpindahan ion Na+ dari filtrat urin ke plasma dan juga perpindahan ion K+ dari plasma ke filtrat urin.
Air akan mengikuti perpindahan Na+ ke plasma secara osmosis, sehingga meningkatkan volume plasma dan tekanan darah pun meningkat.
Jadi dapat disimpulan bahwa efek dari aldosteron yaitu :
- Reabsorbsi Na+ ke plasma
- Sekresi K+ ke urin
- Reabsorbsi air ke plasma di ginjal yang mencegah hilangnya cairan tubuh lebih banyak dan menjaga stabilitas volume dan tekanan darah.
4. Sistem Saraf Simpatik
Penurunan volume darah yang menyebabkan penurunan tekanan darah akan menstimulasi sistem saraf simpatik.
Saat tekanan darah rendah, baroreseptor di jantung, lengkurang aorta, dan arteri karotid mengirim infromasi sensori (neurotransmiter) ke medula.
Pelepasan neurotransmiter ini akan menstimulasi penyempitan sel otot halus pada arteriol aferen menyebabkan penurunan aliran darah di glomerulus. Hal ini menyebabkan urin yang dihasilkan oleh tubuh menjadi lebih sedikit.
Stimulasi simpatik juga menyebabkan pelepasan renin yang kemudian menstimulasi sekresi aldosteron dan terjadi mekanisme aldosteron yang meningkatkan reabsorbsi Na+.
Sebagai hasil, maka penurunan volume darah akan berhenti dan tekanan darah menjadi stabil.