Kiprah Kepemimpinan Daendels di Hindia-Belanda Singkat

√ Edu Passed Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info
Daendels

Daendels lahir dengan nama lengkap Herman Willem Daendels. Lahir di Hattem, Gelderland, Belanda pada tanggal 21 Oktober 1762. Ia adalah seorang politikus Belanda yang pernah memimpin Hindia Belanda yaitu sebagai Gubernur jenderal ke 36. Masa kepemimpinannya dimulai dari tahun 1808-1811. Saat itu Belanda berada di bawah kekuasaan Perancis.

Daendels datang dengan ke Indonesia pada tahun 1808 dengan menggunakan kapal. Kedatangannya yaitu untuk memimpin Pulau Jawa setelah diangkat menjadi gubernur jendral pada 29 Januari 1807 oleh Raja Belanda yaitu Louis Napoleon.

Daendels diberi tugas untuk mempertahankan wilayah Jawa agar tidak jatuh ke tangan Inggris. Saat itu Jawa adalah satu-satunya daerah kolonI Belanda-Perancis yang belum ditaklukan Inggris. Ia dipercaya untuk menjabat sebagai gubernur karena karirnya yang sangat cemerlang.

Pada tahun 1780-1787 ia bergabung dengan para pemberontak Belanda dan melarikan diri ke Perancis. Di sana ia menyaksikan dan mempelajari tentang revolusioner Perancis. Tahun 1795 ia kembali dengan Belanda dan bergabung dengan pasukan Batavia.

Di sana ia berpangkat sebagai letnan-jenderal. Daendels pun dikenal sebagai perwira tinggi Belanda yang paling luar biasa. Ia dapat membereskan masalah Administrasi dan menata pertahanan perang sekaligus.

Daendels yang telah mempelajari revolusioner Perancis, ingin menerapkan hal yang sama di Hindia. Tokoh inspirasinya adalah Napoleon Bonaparte sehingga ia berpikir akan membentuk negara yang sama seperti negara-negara bentukan Napoleon yang disebut dengan Napoleonik.

Oleh sebab itu Daendels berpacu pada Napoleon State yaitu Senralisme, Reorganisasi, dan Modernisasi Pemerintahan. Hal tersebut merupakan hal yang baru dan belum pernah diterapkan di Hindia. Tak heran jika Daendels mendapat julukan sebagai bapak modern Indonesia.

VOC yang sudah ada jauh sebelum Daendels tiba di Indonesia pun diwariskan kepadanya. Namun kondisi VOC Pada saat itu sangat kacau. Kemudian untuk memperbaikinya maka dilakukanlah reorganisasi. Daendels juga mulai memberlakukan sistem sentralisasi kekuasaan di bawah wewenang pemerintahan pusat.

Dengan adanya sistem tersebut maka kekuasaan paling tinggi yaitu berada di wakil Raja Belanda yang berada di tanah koloni. Ia berwenang mengatur birokrasi hingga ke level paling bawah. Jika ada pejabat yang menyeleweng maka bisa langsung dipecat demi berjalannya pemerintahan yang efektif. Setelah pemerintahan Daendels,

pejabat-pejabat VOC yang melakukan korupsi selama bertahun-tahun langsung diberantas hingga ke akarnya. Untuk mencegah para pejabat VOC kembali melakukan korupsi maka Daendels menaikan gaji mereka. Dengan begitu mereka tidak perlu mencari-cari uang tambahan dengan korupsi.

Daendels juga menerapkan sistem birokrasi yaitu dengan memberikan pangkat kemiliteran kepada pemerintahan sipil. Hal ini dilakukan untuk mempermudah jalur dari pemerintahan pusat ke pemerintahan daerah. Pangkat kemiliteran tersebut juga diberikan kepada bupati pribumi namun mereka tidak diberi kekuasaan untuk mengerahkan kekuasaan.

Daendels juga melakukan reformasi terhadap kerajaan-kerajaan tradisional. Kerajaan dengan pemerintahan dihubungkan dengan dipilihnya seorang residen. Kebijakan ini menjadikan posisi raja berada di bawah langsung gubernur jendral dan tidak diperkenankan untuk menerima perintah dari raja. Sayangnya kebijakan tersebut membuat hubungan antara raja-raja di Jawa dengan kolonial menjadi renggang. Raja merasa hubungan mereka tidak lagi horizontal melainkan atasan dan bawahan.

Pada masa kepemimpinan Daendels ibukota yang semula berada di Batavia dipindahkan ke Buitenzorg yang saat ini adalah Bogor. Di sana ia membangun sebuah rumah bak istana yang sangat megah. Namun istana ini dijual kepada pemerintah ketika masa jabatannya berakhir dan akan digantikan oleh W Janssens pada 27 April 1811.

fbWhatsappTwitterLinkedIn