Daftar isi
Konferensi Inter Indonesia adalah perundingan yang terjadi antara pemerintah Republik Indonesia dengan Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO) atau Pertemuan Musyarawah Federal (PMF).
Perundingan ini diadakan dengan tujuan menyamakan visi menghadapi Belanda menjelang diselenggarakannya Konferensi Meja Bundar. Perundingan ini merupakan salah satu bentuk interaksi sosial akomodasi.
Konferensi Inter Indonesia menghasilkan kesepakatan tentang hal-hal yang berkaitan dengan ketatanegaraan negara baru dan lain-lain yang nantinya dibahas pada Konferensi Meja Bundar.
Latar belakang Konferensi Inter Indonesia tidak bisa dilepaskan dari kondisi politik keamanan Indonesia setelah Indonesia merdeka.
Konflik antara Indonesia dan Belanda dimulai ketika Belanda bermaksud menguasasi kembali Indonesia dengan membonceng tentara Sekutu yang datang ke Indonesia.
Tentara Sekutu datang ke Indonesia sebagai akibat dari kalahnya Jepang oleh tentara Sekutu.
Menurut ketentuan hukum, semua wilayah yang dikuasai Jepang harus dialihkan ke tentara Sekutu.
Kedatangan tentara Sekutu ini sebenarnya disambut baik oleh Indonesia. Namun, karena pasukan Sekutu dibonceng NICA, maka Indonesia berbalik memusuhi tentara Sekutu.
Keadaan semakin diperparah dengan dipersenjatainya kembali orang-orang KNIL yang sebelumnya ditahan oleh Jepang.
Indonesia sendiri, yang telah menyatakan kemerdekaannya tanggal 17 Agustus 1945 bertekad menjadi negara yang merdeka dan berdaulat.
Kedatangan tentara Sekutu yang dibonceng NICA dianggap sebagai ancaman terhadap kemerdekaan Indonesia yang telah diproklamasikan sebelum tentara Sekutu datang.
Akibatnya berbagai pertempuran terjadi di beberapa wilayah di Indonesia, di antaranya sebagai berikut.
Selain melakukan perjuangan fisik, Indonesia juga menggunakan cara-cara diplomasi untuk menghadapi Belanda dalam rangka mempertahankan kemerdekaannya.
Tercatat dalam sejarah beberapa perundingan yang dilakukan Indonesia sebagai upaya menyelesaikan konflik dengan Belanda dan mempertahankan kemerdekaan, di antaranya sebagai berikut.
Konflik yang merupakan contoh kontak sosial negatif ini pun berdampak pada nasib Indonesia sebagai sebuah negara.
Politik devide et impera yang kembali diterapkan Belanda menjadi tekanan tersendiri bagi Indonesia.
Hasil Perundingan Linggarjati dan Perundingan Renville yang mengakui asas federal sebagai dasar membentuk negara federal di Indonesia merupakan bentuk tekanan yang dilakukan Belanda.
Kedua hasil perundingan ini hanya mengakui secara de facto kekuasaan Indonesia atas Sumatera, Jawa, dan Madura. Hal ini membuat wilayah Republik Indonesia semakin sempit.
Tekanan lainnya adalah diselenggarakannya Konferensi Malino. Konferensi Malino sendiri berlangsung sejak tanggal 15 hingga 25 Juli 1946 di Sulawesi Selatan atas prakarsa Dr. H.J. van Mook.
Hingga akhirnya terjadi kosensus awal untuk menyelenggarakan Konferensi Inter Indonesia sebagai upaya untuk menghadapi Belanda di Konferensi Meja Bundar.
Tujuan diadakannya Konferensi Inter Indonesia adalah dialog antar sesama anak bangsa untuk menyamakan persepsi atau visi sebagai upaya untuk menghadapi Belanda pada Konferensi Meja Bundar.
Yang dimaksud dengan dialog adalah mencari kata sepakat tentang berbagai permasalahan pokok yang nantinya akan dibahasa dalam Konferensi Meja Bundar.
Konferensi Inter Indonesia melibatkan dua pihak yaitu pihak Republik Indonesia dan pihak BFO. Adapun tokoh-tokoh yang terlibat dalam Konferensi Inter Indonesia di antaranya adalah sebagai berikut.
Pada Konferensi Inter Indonesia, pihak Indonesia diwakili oleh para pemimpin Republik Indonesia, seperti :
Adapun pihak BFO diwakili oleh tokoh-tokoh sebagai berikut.
Melalui serangkaian pertemuan antara BFO dan Republik Indonesia, disepakati bahwa Konferensi Inter Indonesia dilaksanakan dua kali, yaitu sebagai berikut.
Telah disebutkan sebelumnya bahwa Konferensi Inter Indonesia diselenggarakan sebanyak dua kali yaitu Konferensi Inter Indonesia I dan Konferensi Inter Indonesia II.
1. Hasil Konferensi Inter Indonesia I
Hasil Konferensi Inter Indonesia I yang diselenggarakan di Gedung Kepatihan, Yogyakarta tanggal 19 – 22 Juli 1949 adalah sebagai berikut.
2. Hasil Konferensi Inter Indonesia II
Di Konferensi Inter Indonesia II, hal-hal yang dibahas adalah menyangkut berbagai macam pokok persoalan yang telah disetujui pada Konferensi Inter Indonesia I.
Adapun hasil Konferensi Inter Indonesia II yang diselenggarakan di Gedung Volksraad (Pancasila) Jakarta tanggal 30 Juli – 2 Agustus 1949 adalah sebagai berikut.
Sebagai bagian dari proses perjuangan mempertahankan kemerdekaan secara diplomasi, Konferensi Inter Indonesia memberikan dampak tersendiri bagi bangsa Indonesia secara umum.
Konferensi Inter Indonesia menegaskan bahwa kondisi politik dalam negeri Indonesia sangat kondusif menjelang Konferensi Meja Bundar.
Hal ini ditunjukkan dengan adanya konsensus nasional antara Republik Indonesia dan BFO terkait dengan berbagai pokok permasalahan yang akan dibahas di Konferensi Meja Bundar.
Selain itu, Konferensi Inter Indonesia juga merupakan pembuktian kepada dunia internasional termasuk Belanda bahwa Indonesia bersatu padu dalam upaya mencapai cita-cita dan tujuan.
Hal lainnya adalah dibentuknya delegasi Republik Indonesia untuk Konferensi Meja Bundar di Den Haag yang terdiri dari :
Adapun delegasi BFO pada Konferensi Meja Bundar di Den Haag diwakili oleh Sultan Hamid II.
Konferensi Inter Indonesia yang berlangsung dua kali juga memberikan dampak dalam bidang ekonomi yaitu mulai digunakannya satu alat pembayaran yang sah.
Selain itu, kegiatan ekspor impor dilakukan secara terpusat. Hal ini merupakan bagian dari upaya memperoleh pengakuan kedaulatan dari dunia internasional dan membangun Indonesia.
Adapun dampak dari segi pertahanan dan keamanan adalah terkait dengan pembentukan Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat beserta komponen pembentuknya
Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat adalah Angkatan Perang Nasional yang berintikan TNI dan orang-orang Indonesia dalam KNIL yang diterima sebagai anggota APRIS.
Di bidang ketatanegaraan disepakati bendera, bahasa, dan lagu kebangsaan Republik Indonesia Serikat yakni Sang Merah Putih, bahasa Indonesia, dan lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Meskipun bentuk negara Republik Indonesia Serikat tidak sesuai dengan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945, namun lambang dan bahasa negara Republik Indonesia Serikat tidak berubah dari sebelumnya.