Daftar isi
Tahun 1998 dapat dikatakan sebagai masa kelam bagi perekonomian bangsa Indonesia. Padahal dua tahun sebelumnya yakni pada 1996, kondisi ekonomi Indonesia masih dalam keadaan baik-baik saja. bahkan hampir seluruh indikator kemakmuran terpenuhi seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi yang terkendali, kegiatan ekspor yang tumbuh pesat, dan banyak lagi.
Mungkin banyak dari kalian yang sudah tahu tentang Krisis Moneter 1998. Yap, itu merupakan sebutan untuk krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998. Lantas, seberapa buruk-kah kondisi ekonomi saat itu? berikut ini penjelasan lengkap mengenai kondisi ekonomi tahun 1998, penyebab hingga dampaknya.
Dari kondisi ekonomi Indonesia di atas, dapat kita temukan beberapa penyebab terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1998 sebagai berikut:
Masuk awal tahun 1997, kondisi ekonomi Indonesia masih dalam baik-baik saja. meskipun tanda-tanda gelembung ekonomi sudah mulai terendus, namun hal itu tertutupi oleh capaian angka makro ekonomi yang terbilang baik. Terlebih lagi, aliran modal yang masih mengalir deras ke Indonesia.
Selain itu, indikator makro ekonomi juga tidak menunjukkan adanya kekurangan. Hanya untuk tingkat inflasi saja yang menjadi perhatian, namun hal itu dianggap sebagai efek dari pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Sementara di pasar modal, Indek Harga Saham Gabungan (IHSG) justru terus meningkat. Tercatat, pada akhir tahun 1995 berada di level 514, sedangkan pada juli 1997 di level 720. Bahkan tingkat kemiskinan juga turun tajam.
Akan tetapi, pada Juli 1997 juga Thailand dilanda krisis ekonomi di mana mata uang mereka tiba-tiba anjlok. Selama 25 tahun sebelumnya, Thailand telah mematok mata uangnya senilai 25 baht per dolar AS. Sebelum itu, deficit neraca berjalan Thailand terbilang meroket di mana baht dianggap sudah overvalued.
Akhirnya, pemerintahan Thailand pun mendevaluasi baht pada 2 Juli 1997 dan secara langsung menimbulkan aksi spekulasi besar-besaran. Selain itu, pemerintah juga berupaya untuk mempertahankan pematokan mata uang dengan melakukan intervensi membeli baht. Namun ternyata, upaya ini tak berhasil.
Pemerintah Thailand pun menurunkan pematokan mata uang dan juga mengenalkan sistem mengambang. Akan tetapi, baht langsung anjlok terhadap mata uang dolar AS.
Krisis yang terjadi di Thailand inilah yang kemudian merembet cepat ke negara-negara Asia lainnya, salah satunya adalah Indonesia.
Dampak dari krisis di Thailand, akhirnya menyebabkan nilai rupiah mengalami deperesiasi yang sangat besar pada Juli – Desember 1997. Bank Dunia telah kajian melakukan dengan judul penelitan “Indonesia in Crisis, A Macroeconomic Update” yang terbitkan pada Juli 1998.
Di dalamnya, terlihat bahwa nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami pemerosotan atau depresiasi dari Juli hingga Desmber. Pada Juli 1998, nilai rupiah merosot hingga 10,7% terhadap dolar AS, pada Agustus 25,7%, September mencapai 39,8%, Oktober dan November hingga 55,6%, kemudian pada Desember melonjak tinggi sampai 109,6%.
Pelemahan rupiah terhadap dolar tersebut mulanya terjadi setelah para investor menarik dananya dari Indonesia. Kemudian kondisi ini makin diperburuk karena banyak perusahaan yang meminjam utang dalam bentuk valuta asing. Dari sinilah akhirnya utang mereka langsung membanyak.
Para korporasi pun mulai berburu dolar untuk mengantisipasi utang-utang yang sudah jatuh tempo. Hal ini dikarenakan utang yang dipinjam itu kebanyakan utang korporasi jangka pendek.
Tidak hanya itu, ketika nilai rupiah diambangkan atas dolar, perburan terhadap dolar AS pun semakin banyak. Dengan arti lain, pasokan dolar AS saat itu menipis, sedangkan permintaan terhadap dolar melonjak tinggi.
Berdasarkan laporan Bank Duna, kondisi tersebut semakin buruk ketika APBN yang diajukan oleh pemerintah pada 6 Januari 1998 direspon nnegatif oleh pihak pasar. Hal ini dianggap terlalu optimistis dan tidak kredibel.
Sehingga selama tiga pekan di awal Januari tersebut, nilai rupiah mengalami depresiasi dari Rp4.850 menjadi Rp13.600 per dolar AS. Bahkan sempat mencapai Rp17.000 per dolar AS. Krisis finansial itu pun diperburuk juga oleh kondisi politik yang semakin buruk di mana menyebabkan di beberapa wilayah mengalami kerusuhan dan berujung pada turunnya Presiden Soeharto pada Mei 1998.
Selain nilai tukar yang melemah, terjadinya krisis ekonomi tahun 1998 tentunya membawa dampak yang signifikan terhadap kehidupan masyarakat Indonesia khususnya. Adapun beberapa dampak terjadinya krisis ekonomi 1998 antara lain: