Daftar isi
Sejarah keturunan Arab di Indonesia sudah ada sejak abad ke-7, saat Islam masuk ke Nusantara dan sebagian besar keturunan Arab yang masuk ke Indonesia datang tanpa istri, itulah mengapa terjadi perkawinan campuran antara bangsa Arab dan pribumi di abad lampau.
Perjuangan Indonesia hingga terbentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia saat ini tak leapas dari peran para pejuang keturunan Arab. Tidak sedikit keturunan Arab yang turut terlibat dalam perjuangan untuk meraih kemerdekaan negara kita.
Beberapa pejuang tersebut sudah ikut berjuang sejak awal, bahkan sebelum era perjuangan Indonesia di abad 19. Sebut saja salah satunya Sultan Badaruddin yang mendapat anugerah pahlawan nasional dan wajah beliau dapat kita lihat pada pecahan uang kertas 10 ribu.
Berikut beberapa pahlawan nasional dan pejuang kemerdekaan yang memiliki keturunan Arab.
Nama Baswedan mungkin tidak asing kita dengar, tentu kita mengenal nama Anies Baswedan, yaitu tokoh politik dan juga Gubernur DKI Jakarta. Kakek dari Anies Baswedan, yaitu Abdurrahman Baswedan adalah salah satu pahlawan nasional keturunan Arab.
AR Baswedan lahir di Surabaya pada tanggal 11 September 1908, ayahnya bernama Awad Baswedan dan ibunya bernama Aliyah Binti Abdullah Jahrum. Baswedan adalah nama marga Arab. AR Baswedan lahir dan tinggal di Ampel, yaitu sebuah wilayah di Surabaya yang menjadi pemukiman orang-orang keturunan Arab.
Kakek dari Abdurrahman Baswedan adalah saudagar dan ulama yang cukup terkemuka di Surabaya bernama Umar bin Abubakar bin Mohammad bin Abdullah Baswedan. Kakek dari AR Baswedan berasal dari Hadramaut Yaman.
Abdurrahman Baswedan merupakan pejuang kemerdekaan, beliau adalah sastrawan dan juga pernah menjabat sebagai diplomat. AR Baswedan adalah salah satu anggota Badan Penyelidik Usaha dan Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan juga menjabat sebagai wakil menteri Muda Penerangan RI di Kabinet Sjahrir.
AR Baswedan adalah diplomat Indonesia pertama yang berhasil mendapatkan pengakuan de jure dan de facto atas kemerdekaan Indonesia di Mesir pada tahun 1948. AR Baswedan, meskipun keturunan Arab, namun fasih berbahasa Jawa, karena beliau lahir di Surabaya.
AR Baswedan mengajak orang-orang keturunan Arab untuk bersatu demi memperjuangkan Indonesia, ajakan yang sering digaungkan yaitu ‘Di mana saya lahir, di situlah tanah airku’. AR Baswedan adalah pejuang revolusi yang turut melawan kebijakan-kebijakan Belanda. Beliau turut mempersiapkam pemuda-pemuda keturunan Arab untuk berperang melawan Belanda.
Tak banyak yang tahu jika Sultan Ageng Tirtayasa adalah keturunan Arab, Sultan Ageng adalah anak dari Sultan Abu al-Ma’ali Ahmad dan Ratu Martakusuma. Di tahun 1651, Sultan Ageng Tirtayasa mendapatkan gelar Sultan Abdul-Fattah al-Mafaqih karena diangkat menjadi Sultan Banten ke-6 menggantikan kakeknya.
Sultan Ageng Tirtayasa lahir pada tahun 1631 di Banten, meskipun lahir di Banten, namun Sultan Ageng memiliki garis keturunan Arab dari ayahnya. Kakeknya bernama Sultan Abul Mufakhir Mahmud Abdul Qadir.
Sultan Ageng Tirtayasa memimpin perlawanan terhadap Belanda dan menentang perjanjian monopoli perdagangan yang dibuat oleh VOC. Di tahun 1963, Sultan Ageng ditangkap Belanda dan dibawa ke Batavia. Beliau meninggal di dalam penjara dan dimakamkan di komplek pemakaman raja-raja Banten di dekat Masjid Agung Banten Lama.
Sultan Ageng Tirtayasa diberi gelar pahlawan nasional pada tahun 1970 dan saat ini namanya dijadikan nama universitas negeri di di Banten.
Tuanku Imam Bonjol, lahir pada tanggal 1 Januari 1772. Ayahnya adalah keturunan Arab bernama Bayanuddin Shahab dan Ibunya bernama Hamatun. Tuanku Imam Bonjol dikenal sebagai pemimpin perang Padri, perang terpanjang yang pernah terjadi di Nusantara.
Nama asli Tuanku Imam Bonjol adalah Muhammad Shahab, ia juga mendapat julukan Syekh Muhammad Said Bonjol atau Inyik Bonjol. Ayahnya yang bernama Bayanuddin Shahab adalah keturunan Arab dan juga seorang alim ulama.
Perang Padri yang terjadi di tanah Minangkabau terjadi selama 18 tahun yaitu tahun 1803-1821, perang Padri yang tadinya merupakan konflik antara kaum ulama dan kaum adat, kemudian kaum adat melibatkan Belanda di tahun 1921 dengan melakukan perjanjian yang berisi Belanda akan mendapatkan sebagian wilayah di Minangkabau.
Namun di tahun 1833, kaum adat dan kaum Padri bersatu melawan Belanda. Di tahun 1837 Tuanku Imam Bonjol dibuang ke Cianjur, namun meninggal ;ada tahun 1864 di tempat pengasingan terakhirnya yaitu di Lotta, Minahasa.
Salah satu pahlawan Nasional keturunan Arab yang berasal dari kesultanan Tidore adalah Sultan Nuku, nama sebenarnya ada Muhammad Amirudin. Sultan Nuku adalah Sultan Tidore yang memimpin sejak tahun 1779 hingga 1805.
Kesultanan Tidore dan penyebaran agama Islam memang berkaitan erat dengan bangsa Arab yang sudah datang ke wilayah Tidore sejak abad ke-7. Pemimpin kerajaan Tidore yang pertama pada abad ke-12 adalah seorang bangsa Arab yang bernama Syahadati.
Selama memimpin perang melawan VOC, Sultan Nuku mendapat julukan Jou Barakati, yang artinya Tuan Yang Diberkahi. Sultan Nuku telah berperang melawan penjajah selama 25 tahun, dalam perjalanannya beliau juga melakukan diplomasi dengan Inggris dan Belanda demi mempertahankan wilayahnya.
Belanda akhirnya menangkap Sultan Nuku karena dianggap membahayakan rencana Belanda untuk menguasai tanah dan perairan Tidore. Gelar pahlawan nasional diberikan kepada Sultan Nuku di tahun 1995.
Sultan Hamid II adalah putra sulung Sultan Pontianak, nama asli Sultan Hamid II adalah Sultan Syarif Muhammad Alkadrie. Sultan Hamid juga salah satu pejuang yang merupakan keturunan Arab, kakek buyutnya adala seorang pendakwah yang berasal dari Tarim-Hadramaut di Yaman Selatan.
Kakek Sultan Hamid II bernama Habib Husein Al Qodrie, beliau adalah keturunan ahlul bait atau artinya memiliki hubungan darah terdekat dengan Nabi Muhammad SAW. Sultan Hamid II lahir dan dibesarkan di dalam lingkungan Istana Qadriyah Kesultanan Pontianak.
Sultan Hamid II sempat menentang konsep Presiden Soekarno, karena ia mendukung konsep Indonesia berbentuk federal yang berseberangan dengan negara kesatuan yang diutarakan oleh Soekarno. Namun Presiden Soekarno pada tanggal 17 Desember 1949 mengangkat Sultan Hamid II masuk ke dalam kabinet RIS.
Peranan Sultan Hamid yaitu merancang gambar lambang negara Indonesia, perintah ini diberikan oleh Ir Soekarno melalui sayembara untuk mencari gambar lambang negara yang tepat. Rancangan Sultan Hamid rupanya masuk seleksi dan berlanjut disempurnakan melalui musyawarah panjang bersama Ir Soekarno dan Moh Hatta.
Sebagai salah satu pahlawan nasional keturunan Arab, Sultan Mahmud Badaruddin turut berperang melawan Inggris dan Belanda. Sultan Mahmud Badaruddin adalah sultan Palembang yang memimpin sejak tahun 1804 dan bergelar Raden Muhammad Hasan Pangeran Ratu.
Sultan Mahmud Badaruddin adalah putra dari Sultan Muhammad Bahauddin, yang juga merupakan keturunan dari Maulana Ainul Yaqin atau lebih dikenal dengan Sunan Giri.
Perang Menteng dalah perang yang dipimpinnya, terjadi di tahun 1819, perang tersebut terjadi untuk mempertahankan wilayah Palembang dari Belanda. Namun di tahun 1921, Belanda berhasi mengalahkan pasukan Sultan Mahmud.
Sultan Mahmud Badaruddin II bersama keluarganya diasingkan ke Ambon pada tanhun 1822. Pada tahun 1984, sultan Badaruddin II diberi gelar pahlawan nasional. Wajah pahlawan nasional keturunan Arab, Sultan Mahmud Badaruddin ini diabadikan pada pecahan uang kertas sepuluh ribu rupiah.