Zat aditif secara umum adalah zat yang ditambahkan ke dalam produk makanan atau minuman yang tujuannya untuk mempercantik warna, memperkuat rasa makanan, mengatur keasaman, memperpanjang usia penyimpanan produk, meningkatkan aroma, bahkan meningkatkan kandungan gizinya. Zat aditif hanya digunakan untuk menambahkan rasa pada makanan. Secara ilmiah, zat aditif adalah zat yang ditambahkan dalam jumlah kecil pada proses pengolahan makanan untuk meningkatkan mutunya.
Zat aditif termasuk pewarna, penyedap, pengawet, pengemulsi, penggumpal, pengental dan anti gumpal serta antioksidan. Banyak yang keliru menyamakan zat aditif dengan zat adiktif. Apabila zat adiktif merupakan zat yang menimbulkan kecanduan serta ketergantungan, zat aditif sama sekali tidak menimbulkan kecanduan, namun juga cukup berbahaya terutama pada zat aditif sintetis yang berkaitan dengan macam – macam wujud benda dan jenisnya materi fisika. Berikut ini adalah pengertian zat aditif alami dan buatan beserta contohnya.
Zat Aditif Alami
Pengertian zat aditif alami adalah zat aditif yang berasal dari alam, aman digunakan dan tidak menimbulkan efek samping dalam jumlah besar. Zat aditif alami pada umumnya tidak termasuk pada pengertian pencemaran lingkungan karena terbuat dari alam, berbeda dengan zat aditif buatan kimia. Beberapa contoh dari pengertian zat aditif alami dan buatan yaitu:
- Pewarna – Contoh : Anggur, stroberi, apel, bit yang menghasilkan zat warna antosianin (oranye, merah, biru). Wortel, tomat, cabe, minyak sawit, jagung, daun – daunan, ikan salmon menghasilkan karotenoid (kuning, merah, oranye). Daun suji, daun pandan yang menghasilkan klorofil (hijau). Kunyit menghasilkan kurkumin (kuning).
- Pemanis – Madu, gula putih dan gula merah adalah contoh pemanis alami nutritif, sementara pemanis alami non nutritif adalah Stesiovida dari tumbuhan Stevia Rebadiana yang tingkat kemanisannya sebesar 300 kali gula biasa.
- Penyedap – Bumbu penyedap alami contohnya cabe, laos, ketumbar, merica, jahe, kunyit, pala, cengkeh, bunga – bungaan dan lainnya.
- Pengawet – Contoh pengawet alami dalam makanan adalah garam, gula, kapur, cuka, dan es batu.
- Pengental – Contoh pengental alami adalah pati dan gelatin.
- Pengemulsi – Contoh pengemulsi alami adalah lesitin yang terdapat pada kuning telur.
- Penambah Aroma – Contoh penambah aroma alami adalah sereh, daun jeruk, minyak atsiri atau vanili.
Zat Aditif Sintetis
Zat aditif yang ditambahkan pada makanan pada awalnya dibuat dari bahan alami seperti tumbuh – tumbuhan. Pada umumnya tidak menyebabkan efek samping yang berbahaya bagi kesehatan manusia, tetapi seiring kemajuan zaman maka pemakaian zat aditif alami tidak lagi mencukupi. Karena itulah diproduksi makanan yang menggunakan zat aditif buatan atau sintetis yang bahan bakunya berasal dari zat kimia yang direaksikan.
Untuk dapat membuat zat aditif sintetis, perlu diketahui apa itu ilmu kimia mari belajar kimia dasar. Mengetahui ilmu kimia dasar berguna untuk memahami sifat – sifat materi dalam kimia dasar dengan mudah. Kelebihan zat aditif sintetis bisa menyebabkan efek samping bagi kesehatan tubuh antara lain bisa menimbulkan penyakit seperti alergi bahkan hingga kanker. Contoh zat aditif sintetis yaitu:
- Pewarna – Zat pewarna sintetis pertama kali ditemukan pada 1856 oleh William Henry Perkins. Contoh pewarna sintetis yaitu Tartrazin yang kerap digunakan sebagai pewarna makanan seperti Tartrazin CI 19140, Sunset Yellow FCF (Jingga), Karmoisin (merah), Brilliant Blue FCF (biru).
- Pemanis – Sakarin (300 kali gula alami), Siklamat (30 kali gula alami), Aspartam (200 kali gula alami) dan Sorbitol. Dulsin merupakan salah satu pemanis buatan yang dilarang penggunaannya dalam peraturan Menteri Kesehatan RI no.722/Menkes/Per/IX/1998 karena dapat menimbulkan tumor dalam jumlah tertentu dan mengotori sel darah merah.
- Bumbu Penyedap – MSG atau vetsin adalah asam amino karbosilat yang diperlukan tubuh untuk pembentukan protein. Namun jika digunakan berlebihan akan menyebabkan penyakit. Contoh penyedap sintetis lainnya adalah asam cuka, benzaldehida, dan amil asetat.
- Pengawet – Contoh pengawet sintetis yaitu asam asetat, asam propinoaat, asam skorbat, natrium benzoat, senyawa sulfat, nitrat dan nitrit. Boraks adalah pengawet sintetis yang dilarang karena pada dosis 5 – 10 gram bisa menimbulkan keracunan hingga kematian pada pemakainya. Formalin juga dilarang karena bisa menyebabkan kanker paru – paru, gagal ginjal, gangguan pencernaan dan fungsi jantung.
- Antioksidan – Fungsinya untuk melindungi makanan mengandung lemak atau minyak dari rasa tengik yang terjadi karena terkena proses oksidasi. Contoh antioksidan antara lain Butil Hidroksi Anisol (BHA), Butil Hidroksitoluena (BHT) yang biasanya ditambahkan agar makanan yang berlemak dan digoreng tidak cepat basi. Ada pula asam askorbat pada daging olahan, makanan bayi dan kaldu. Selain itu yang diizinkan dalam Permenkes adalah Tokoferol, Alfa Tokoferol, Gama Tokoferol, Propil Galat, Asam Eritorbat dan garam natriumnya, Butil Hidrokuinon Tersier dan masih banyak lagi.
- Pengikat Logam – Bahan ini adalah penstabil dalam berbagai macam makanan olahan untuk mengikat logam yang terkandung didalamnya sehingga bahan tetap stabil. Contoh yang paling sering digunakan adalah asam sitrat dan turunannya, fosfat, serta garam etilendiamintetraasetat (EDTA).
- Penambah Aroma – Ditambahkan untuk memberikan aroma buah pada makanan. Contoh : Etil Butirat, Amil Valerat, Oktil Asetat, Butil Asetat, Isobutil Propionat, Benzaldehida.
- Pengemulsi – Digunakan untuk mempertahankan dispersi lemak dalam air dan juga sebaliknya, misalnya pada mayones untuk mengikat lemak dan air. Contoh pengemulsi buatan yaitu gliserin.
Dalam pengertian zat aditif alami dan buatan, zat aditif alami memang tidak berbahaya dan tidak menimbulkan efek samping namun jumlah yang tersedia terbatas karena berasal dari alam yang harus beregenerasi lebih dulu untuk memenuhi kebutuhan akan zat alami. Karena itu banyak orang beralih pada zat sintetis yang berbahan kimia.
Keunggulan zat aditif sintetis memang tersedia dalam jumlah banyak karena dapat diproduksi dalam jumlah besar, penggunaan lebih sedikit dan lebih tahan lama, namun banyak diantaranya yang bersifat karsinogenik karena terjadi perubahan wujud zat pada komposisinya.