Sejarah

Sejarah Peninggalan Kerajaan Candi Prambanan dan Bangunannya

√ Edu Passed Pass education quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Candi Prambanan merupakan candi yang termasuk ke dalam situs warisan dunia UNESCO. Candi ini menjadi candi Hindu terbesar di Indonesia dan salah satu candi terindah di Asia Tenggara. Candi yang beralamat di Desa Bokoharjo, Kecamatan Prambanan ini kerap disandingkan dengan legenda Roro Jonggrang. Lalu, bagaimana masa pendirian candi megah ini sebenarnya? Selengkapnya di bawah ini.

Sejarah Pendirian Candi Prambanan

Nama Candi Prambanan diambil dari sebuah nama desa tempat candi ini berdiri. Diduga nama ini lahir berasal dari pergeseran dari Teologi Hindu Para Brahman yang memiliki makna Brahman Agung. Pendapat lain mengatakan bahwa Para Brahman merujuk pada masa jaya dari candi ini yang dipenuhi oleh kaum Brahmana.

Ada pula yang mengatakan bahwa nama Prambanan sendiri berasal dari kata mban dalam bahasa Jawa yang berarti menanggung atau memikul tugas. Hal ini selaras pada tugas dewa yang bertugas untuk menata dan menjalankan keselarasan jagat raya.

Candi Hindu terbesar di Indonesia ini memiliki nama asli Siwargha. Kata Siwargha berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti rumah Siwa. Candi ini dibangun pada masa Rakai Pikatan untuk menandingi pembangunan candi Borobudur dan Candi Sewu. Dimana dua candi bercorak Buddha ini berada tidak jauh dari candi Prambanan.

Beberapa sejarawan memperkirakan bahwa pembangunan candi ini menandai kembalinya berkuasa keluarga Sanjaya di tanah Jawa. Hal ini terkait dengan adanya teori wangsa kembar yang berbeda keyakinan dan saling bersaing ketika itu yakni wangsa Sanjaya yang menganut Hindu dan wangsa Syailendra yang menganut Buddha.

Dengan dibangunnya candi ini menandai bahwa Hinduisme yang beraliran Siwa kembali mendapat dukungan dari keluarga kerajaan setelah sebelumnya wangsa Syailendra lebih mendukung Buddha beraliran Mahayana.

Pertama kali Candi Prambanan dibangun pada tahun 850 Masehi oleh Rakai Pikatan yang kemudian disempurnakan dan diperluas oleh Raja Lokapala dan Raja Balitung Maha Sambu. Berdasarkan prasasti Siwargha, Candi Prambanan dibangun untuk memuliakan dewa Siwa.

Di dalam prasasti ini juga dijelaskan bahwa ketika pembangunan candi Siwargha atau Candi Prambanan, terjadi pula beberapa pekerjaan umum untuk memindahkan aliran sungai yang ada di dekat candi tersebut. Adapun sungai dimaksud ialah sungai opak yang mengalir dari Utara ke Selatan seanjang sisi barat area Candi Prambanan.

Para sejarawan menduga semula aliran sungai ini berbelok melengkung ke arah timur dan dianggap terlalu dekat dengan candi sehingga dapat menyebabkan erosi yang bisa membahayakan konstruksi candi.

Proyek penataan air ini dilakukan dengan membuat sodetan sungai baru yang memotong lengkung sungai dengan poros Utara Selatan sepanjang dinding barat di luar kompleks candi. Kemudian bekas aliran sungai ditimbun untuk memberikan lahan yang lebih luas bagi pembangunan deretan candi Perwara.

Penyempurnaan Candi oleh Kerajaan Medang, Mataram

Area Candi Prambanan kemudian disempurnakan oleh raja-raja Medang Mataram seperti Raja Daksa dan Tulodong. Mereka membangun ratusan candi-candi di sekitar candi utama. Oleh sebab kemegahan candi ini, Candi Prambanan berfungsi sebagai Candi Agung Kerajaan Mataram yang di mana kerap dijadikan tempat upacara penting kerajaan.

Pada saat kerajaan Medang Mataram mencapai puncak kejayaan, diperkirakan ratusan pendeta brahmana dan muridnya berkumpul serta memenuhi pelataran luar candi untuk mempelajari kita Weda dan melakukan ritual upacara Hindu.

Maka dari itu, diperkirakan pusat kerajaan Mataram berada di suatu tempat yang tidak jauh dari Prambanan yakni di daratan Kewu. Sekitar tahun 930-an, ibu kota kerajaan berpindah ke Jawa Timur oleh Mpu Sendok yang mendirikan Wangsa Isyana.

Adapun alasan pemindahan ibu kota ini belum diketahui secara pasti. Namun, diperkirakan pemindahan ibu kota ini dikarenakan adanya letusan hebat dari Gunung Merapi yang mencapai 20 kilometer di Utara Candi Prambanan.

Kemungkinan lainnya adalah karena adanya peperangan dan perebutan kekuasaan. Setelah adanya pemindahan ibu kota, candi Prambanan mulai ditelantarkan dan tidak terawat sehingga secara perlahan candi ini mulai rusak dan runtuh.

Pada abad ke-16, candi Prambanan mengalami runtuhan karena gempa bumi yang hebat. Meskipun tidak lagi menjadi pusat keagamaan dan tempat ibadah umat Hindu, candi ini masih dikenali dan diketahui oleh masyarakat sekitar. Kemudian muncul lah sebuah legenda yang biasa kita kenal dengan legenda Roro Jonggrang.

Legenda ini diilhami karena adanya candi-candi dan arca Durga yang ada di bangunan utama candi Prambanan. Pada tahun 1755, setelah kesultanan Mataram mengalami perpecahan, reruntuhan candi dan sungai opak yang ada di sekitarnya menjadi tanda pembatas antara wilayah kekuasaan kesultanan Yogyakarta dan kasunanan Surakarta.

Keberadaan reruntuhan candi Prambanan sebenarnya sudah diketahui oleh penduduk sekitar. Namun, secara pasti mereka tidak mengetahui bagaimana latar belakang sejarah yang sesungguhnya. Maka dari itu, rakyat setempat menciptakan dongeng lokal guna menjelaskan asal-usul keberadaan candi Prambanan.

Asal usul ini diwarnai dengan kisah raja raksasa, ribuan candi yang dibangun oleh makhluk halus jin serta dedemit hanya dalam waktu satu malam serta putri cantik yang dikutuk menjadi seorang arca. Legenda inilah yang selanjutnya dikenal dengan kisah Roro Jonggrang. Kemudian candi ini berhasil ditemukan oleh CA. Lons seorang berkebangsaan Belanda pada tahun 1733.

Pemugaran Candi

Sekitar tahun 1880-an dilakukan penggalian yang sayangnya malah menyuburkan praktik penjarahan ukiran dan batu candi. Pemugaran baru dilakukan pada tahun 1918 namun pemugaran yang secara serius baru dilakukan 1930-an.

Pemugaran sesuai kaidah arkeolog dilanjutkan pada tahun 1918-1926 yang dilakukan oleh Jawatan Purbakala di bawah P.J Perquin. Upaya pemugaran terus dilakukan bahkan hingga saat ini. Pemugaran candi Siwa baru selesai dilakukan pada tahun 1953 dan diresmikan langsung oleh Presiden Soekarno.

Pada saat restorasi ini terdapat beberapa candi kecil yang tidak dibangun ulang dan hanya tampak fondasinya saja. Hal ini dikarenakan sebuah candi hanya akan direstorasi jika minimal 75% candi tersebut masih asli batunya.

Bangunan Sekitar Candi Prambanan

Aslinya candi yang terdapat pada candi Prambanan sebanyak 240 candi yang berdiri. Pada bagian pintu masuk kompleks bangunan terdapat empat arah penjuru mata angin. Namun bangunan Candi Prambanan menghadap ke arah timur. Adapun komplek bangunan Candi Prambanan terdiri atas :

  • 3 candi trimurti
  • 3 candi wahana
  • 2 candi apit
  • 4 candi kelir
  • 4 candi patok
  • 224 candi perwara dengan jumlah seluruh candi 240 candi di kompleks Prambanan.

3 candi trimurti terdiri dari candi Siwa, Wisnu dan Brahma sementara 3 candi wahana terdiri dari candi Nandi, Garuda dan Angsa. 2 buah candi apit berada di antara barisan candi-candi trimurti dan candi wahana yang ada di sebelah Utara dan selatan.

Sementara itu, 4 buah candi kelir berada di 4 penjuru mata angin yang berada tepat di balik pintu masuk halaman dalam zona inti. 4 candi patok ada di 4 sudut halaman dalam dan 224 candi perwira tersusun dalam 4 barisan konsentris.

Aslinya pada bangunan Candi Prambanan terdapat 240 candi namun saat ini hanya tersisa 18 candi. Adapun candi tersebut terdiri dari 8 candi utama dan 8 candi kecil di zona inti serta 2 candi perwara. Sisanya banyak candi Perwara yang masih belum dilakukan pemugaran.

Dari 224 candi Perwara hanya 2 buah candi saja yang sudah dilakukan pemugaran dan sisanya hanya tumpukan batu yang berserakan. Kompleks candi Prambanan terdiri dari tiga buah zona. Pertama zona luar, kedua zona tengah yang terdiri dari banyak candi dan ketiga zona dalam yang merupakan tempat tersuci di mana delapan candi utama dan delapan kuil kecil berada.

1. Candi Wahana

Candi Garuda merupakan salah satu candi Wahana. Candi-candi wahana berada di depan candi trimurti. Candi ini dipersembahkan kepada kendaraan atau wahana dewa-dewa. Sang lembu nandi wahana Siwa, sang angsa wahana untuk Brahma dan sang Garuda wahana Wisnu. Candi-candi terletak tepat di depan dewa penunggangnya.

Di depan candi Siwa terdapat candi Nandi yang di dalamnya ada arca lemu mandi. Pada bagian dinding belakang candi Nandi ini, di sebelah kiri dan kanannya diapit oleh arca Chandra uang merupakan dewa bulan dan Surya dewa matahari. Chandra digambarkan berdiri di atas kereta yang ditarik oleh sepuluh kuda sementara Surya berdiri di atas kereta yang ditarik oleh 7 kuda.

Begitupun dengan di depan candi Brahma yang terdapat candi angsa. Sayangnya candi ini kosong dan tidak ada angsa sebagai wahana dewa. Konon dulunya angsa menjadi wahana atau kendaraan dewa Brahma.

Sama halnya dengan dua candi tersebut, di depan candi Wisnu terdapat candi yang dipersembahkan untuk Garuda. Sayangnya kondisi candi ini sama seperti candi angsa, tidak ditemukan arca Garuda di dalamnya.

2. Candi Apit

Di antara barisan candi-candi utama terdapat candi apit. Candi ini memiliki ukuran yang sama dengan candi Perwara yakni dengan tinggi 14 meter dan denah berukuran 6×6 meter. Di samping 8 candi utama, terdapat beberapa candi kecil yang memiliki bentuk seperti kuil kecil.

Candi ini memiliki fungsi yang hampir sama dengan pelinggihan dalam pura Hindu Bali yang biasa dijadikan tempat menyimpan canang atau sesaji sekaligus sebagai aling-aling di depan pintu masuk.

Candi Apit yang berada di Kompleks Candi Prambanan berjumlah dua buah candi. Candi Apit sebelah utara berdiri di sebelah utara berdekatan dengan pintu masuk utara dengan arah hadap candi menghadap ke arah selatan. Secara arsitektur, bentuk candi ini memiliki bentuk yang sama dengan candi utama hanya saja dalam ukuran yang lebih kecil

3. Candi Kelir

Candi kelir merupakan candi kecil yang menemani 8 candi utama. Candi ini memiliki luas dasar candi sekitar 1,55 meter persegi dengan tinggi sekitar 4,1 meter. Candi Kelir ini tidak mempunyai tangga masuk. Fungsi candi ini sebagai penolak bala. Terdapat 4 buah candi kelir yang diletakkan searah empat penjuru mata angin di depan pintu masuk halaman inti.

Kompleks Candi Prambanan sendiri memiliki tiga halaman. Di mana halaman pertama merupakan halaman pusat yang terdapat tiga candi utama, tiga candi wahana, dua candi kelir, dan delapan candi pathok. Halaman kedua berisi candi perwara yang berjumlah 224 candi. Halaman ketiga merupakan halaman paling luar tidak memiliki bangunan candi.

4. Candi Patok

Selain candi kelir dan candi apit terdapat pula candi Patok. Candi ini sama dengan candi kelir yang memiliki 4 buah candi. Sebenarnya candi ini berjumlah delapan buah, hanya saja tinggal tersisa 4 buah saja. Candi ini ditempatkan di setiap sudut. Candi patok memiliki bentuk yang hampir sama dengan candi kelir. Tidak memiliki tangga dan memiliki tinggi sekitar 2 meter.

Candi Patok merupakan bangunan berbentuk bujur sangkar yang berada di sudut-sudut pagar candi utama. Candi Patok terdiri dari beberapa bagian yakni pondasi, tubuh, dan atap. Candi patok tidak memiliki kaki namun kaki pada candi umumnya diwujudkan dalam bentuk perbingkaian.

Tubuh candi berdiri di atas sebuah pondasi yang diawali dengan ban bawah. Di atasnya terdapat sebuah perbingkaian bawah yang terdiri dari sisi genta, pelipit setengah lingkaran, dan pelipit mendatar. pada masing-masing sudutnya, bidang dinding hanya terdapat hiasan pilaster.

Perbingkaian atas tubuh terdiri atas pelipit mendatar dua lapis, pelipit rata, dan diakhiri dengan ban atas tubuh. Secara umum atap Candi Patok mirip dengan gapura dan Candi Perwara. Di mana bagian ban bawah atap di atasnya terdapat sisi genta yang dihias degan 16 antefik.

5. Candi Perwara

Candi Perwara berada di zona kedua yang dibatasi dengan dua dinding. Dua dinding tersebut memiliki denah bujur sangkar yang mengurung dua halaman yang ada di dalamnya. Dua dinding tersebut tersusun dengan arah sesuai dengan empat penjuru mata angin.

Dinding kedua memiliki panjang sekitar 225 meter pada setiap sisinya dan di antara dua dinding ini terdapat halaman kedua atau zona kedua tempat candi Perwara bersemayam. Zona kedua sendiri terdiri dari 224 candi Perwara yang disusun dalam empat baris konsentris.

Candi candi Perwara dibangun di atas empat undakan teras-teras yang jika semakin ke tengah akan semakin tinggi. Empat baris candi-candi ini memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan candi-candi utama.

Candi-candi ini dinamakan dengan Candi Perwara atau candi Pengawal atau Candi Pelengkap. Candi Perwara disusun dalam empat baris yang didalamnya terdiri dari 44 candi, pada baris kedua terdapat 52 candi, pada baris ketiga terdapat 60 candi, dan baris keempat sekaligus baris terluar terdapat 68 buah candi.

Masing-masing candi Perwara memiliki tinggi 14 meter dengan denah berukuran 6×6 meter dan jumlah keseluruhan candi Perwara yang ada di halaman adalah 224 candi. Semua candi Perwara memiliki satu tangga serta pintu masuk sesuai dengan arah candi tersebut menghadapnya kecuali pada 16 buah candi di sudut.

Candi-candi itu memiliki dua buah tangga dan pintu masuknya menghadap kedua arah luar. Atap candi Perwara berbeda dengan atap candi lainnya yang biasanya berbentuk wajra. Atap candi Perwara berbentuk Ratna yang melambangkan permata.

Semula candi Perwara memiliki 224 candi hanya saja saat ini candi tersebut tinggal sisa sedikit. Hal ini dikarenakan beberapa candi Perwara belum dilakukan pemugaran. Candi-candi yang belum dipugar masih berantakan. Bentuk candi Perwara yang sudah dipugar diseragamkan.

Para sejarawan memperkirakan bahwa pembiayaan candi-candi ini dibangun oleh para penguasa daerah sebagai bentuk bakti dan persembahan kepada raja. Sementara itu, ada pula yang mengatakan bahwa empat baris dalam candi Perwara melambangkan 4 tingkatan kasta dan hanya orang-orang anggota kasta yang dapat masuk dan beribadah di sana.

Pada baris paling dalam hanya boleh dimasuki oleh kasta Brahmana. Sementara itu, pada baris paling luar boleh dimasuki oleh kasta Ksatria, waisya dan sudra. Namun beberapa pihak tidak setuju dengan anggapan itu.

Menurutnya tidak ada kaitan antara baris dalam candi Perwara dengan empat kasta. Barisan candi Perwara diperkirakan hanya digunakan untuk ibadah atau tempat bertapa para pendeta dan pengikutnya.

6. Prasasti Siwagrha

Prasasti Siwagrha adalah salah satu peninggalan dari kerajaan Mataram Kuno yang berangka tahun 778 saka atau 856 masehi. Prasasti ini dikeluarkan atas usulan Raja Dyah Lokapala. Prasasti ini terbuat dari batu andesit dengan bentuk tinggi memanjang dan termasuk prasasti yang berukuran besar.

Pesan yang ada di dalam prasasti pun tergolong panjang sekitar 30 baris tulisan. Sayangnya, tidak semua tulisan dapat terbaca karena dalam keadaan rusak. Dari prasasti ini dapat diketahui bahwa nama asli Candi Prambanan adalah Shivarga yang berarti rumah dewa Siwa.

Penemuan prasasti ini menceritakan bahwa gugusan candi Shivargha mempunyai tembok penjaga-penjaga pintu yang menakutkan. Di mana pada pintu gerbangnya terdapat dua buah bangunan kecil sementara itu di bagian timur candi induk terdapat pohon tanjung yang mirip dengan pohon parijataka punya dewata.