4 Perbedaan Kewenangan Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung dalam Pengawasan Hakim

√ Edu Passed Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Indonesia merupakan negara hukum di mana segala sesuatu tindak pidana dapat diselesaikan dengan jalur hukum. Oleh sebab itu, Indonesia memiliki beberapa lembaga peradilan yang bertugas untuk mengadili, memutuskan dan mengawasi tindak pelanggaran. Salah satu pejabat negara yang termasuk ke dalam lembaga peradilan adalah hakim.

Keadilan merupakan salah satu hak yang harus didapatkan oleh semua warga negara. Putusan hakim harus sesuai dengan undang-undang yang mengikat sehingga tidak ada pihak yang dirugikan. Sayangnya, beberapa bulan ke belakang, kasus penyuapan terhadap hakim membuat kepercayaan masyarakat kepada lembaga kehakiman memudar.

Masyarakat menilai hukum tajam ke atas dan tumpul ke bawah. Oleh sebab itu, perlu adanya pengawasan kepada hakim saat melakukan tugas dan wewenangnya. Untuk mengawasi hakim, terdapat dua lembaga yang memiliki wewenang tersebut yakni Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung.

Meskipun keduanya memiliki tugas yang sama yakni mengawasi hakim, bukan berarti tugas keduanya saling tumpang tindih. Terdapat sejumlah perbedaan wewenang pengawasan hakim yang dilakukan oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.

Berikut perbedaan wewenang pengawasan pada hakim.

1. Cakupan Wilayah Pengawasan

Dalam menjalankan kekuasaan kehakiman, seorang hakim harus memiliki sikap profesionalitas agar dapat menjaga martabatnya dalam menegakkan hukum. Hakim bertugas untuk memutuskan perkara dengan menjatuhkan hukuman kepada pelaku baik berupa kurungan atau denda.

Saat memutuskan, hakim memerlukan beberapa pertimbangan dan tidak boleh mendapatkan intervensi dari pihak manapun. Sayangnya, banyak sekali gangguan yang ditujukan kepada hakim ketika memutuskan hukuman sehingga hukuman yang dijatuhkan tidak adil bagi pihak tertentu.

Untuk itu, seorang hakim perlu dilakukan pengawasan saat melaksanakan tugasnya. Pengawasan terhadap kinerja hakim dilakukan oleh dua lembaga yakni Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung. Mahkamah Agung melakukan pengawasan hakim dalam lingkup internal sementara Komisi Yudisial dalam lingkup eksternal.

  • mahkamah Agung (wilayah pengawasan internal)

Mahkamah Agung merupakan lembaga kekuasaan tertinggi dalam hal pengawasan yang terjadi di lingkungan pengadilan mengenai perilaku hakim dalam melakukan tugasnya di lingkungan peradilan. Kewenangan inilah yang dinamakan dengan aspek teknis yudisial.

Dalam melaksanakan wewenang ini, mahkamah agung berhak untuk memberikan peringatan atau melayangkan teguran kepada hakim saat melakukan tindakan yang melanggar kode etik, meminta keterangan yang bersifat teknis kepada hakim saat memutuskan perkara, memberikan petunjuk dan lainnya.

Pengawasan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung ini bersifat internal. Sayangnya pada praktiknya, Mahkamah Agung masih saja kecolongan dalam menjalankan wewenangnya sehingga pengawasan yang dilakukan Mahkamah Agung dirasa kurang optimal. Oleh sebab itu, perlu adanya kontrol dari pihak lain dalam mengawasi perilaku hakim.

  • Komisi Yudisial (wilayah pengawasan eksternal)

Komisi Yudisial hadir sebagai lembaga yang membantu melakukan pengawasan kepada hakim secara eksternal. Komisi Yudisial merupakan sebuah lembaga yang hadir karena adanya tuntutan reformasi kepada lembaga peradilan. tugas dari komisi yudisial membantu menegakkan dan menjaga kehormatan martabat lembaga peradilan sehingga dapat menjalankan tugasnya dengan baik.

Pengawasan eksternal pada hakim yang dilakukan oleh Komisis Yudisial memiliki tujuan agar pengawasan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung tidak bersifat tirani yudikatif. Dengan keberadaan Komisi Yudisial dalam melakukan pengawasan eksternal pada hakim, yang melibatkan seluruh unsur masyarakat sehingga pengawasan tidak hanya bersifat internal pada lembaga itu sendiri.

Lemahnya pengawasan internal pada lembaga kehakiman menjadi salah satu dasar dari pembentukan Komisi Yudisial. Kelemahan pengawasan internal disebabkan oleh beberapa faktor yakni :

  • Kualitas serta integritas lembaga pengawas yang kurang profesional saat menyampaikan pengaduan
  • Tidak adanya akses ketika melakukan pemantauan pada hasil putusan,
  • Adanya sifat untuk membela sesama internal lembaga sehingga membuat ketidakadilan ketika menjatuhkan hukuman.

Proses pengawasan eksternal dilakukan agar adanya keterlibatan unsur masyarakat di luar struktur lembaga parlemen dalam proses pengangkatan, penilaian kinerja serta pemberhentian seorang hakim.

2. Batasan Objek yang Dilakukan Pengawasan

Objek yang menjadi pengawasan hakim antara yang dilakukan oleh Komisi Yudisial dengan Mahkamah Agung tentu saja berbeda. Objek pengawasan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung jauh lebih luas dibandinhkan objek pengawasan yang dilakukan oleh Komisi Yudisial.

  • Komisi Yudisial (pengawasan terbatas)

Hal ini dikarenakan objek pengawasan Komisi Yudisial hanya terbatas pada pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Sebagai seorang hakim, penting untuk menjaga martabat dan kehormatan hakim di mata masyarakat. Oleh karena itu, perilaku seorang hakim harus sesuai dengan kode etik yang telah ditetapkan.

Dalam berperilaku, seorang hakim harus mengacu pada Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Jika tidak, maka akan dikenakan sanksi baik itu berupa sanksi ringan ataupun sanksi berat tergantung dengan jenis pelanggaran.

Komisi Yudisial dalam melakukan pengawasan hanya berfokus pada perilaku hakim yang menyimpang dari Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Di luar dari itu, bukan lagi menjadi daerah wewenang Komisi Yudisial. Hal ini dikarenakan objek pengawasan Komisi Yudisial terbatas karena sebagai pengawas eksternal untuk melengkapi kekurangan pengawasan internal yang dilakukan oleh Mahkamah Agung.

  • Mahkamah Agung (lebih luas dari KEPPH)

Mahkamah Agung merupakan lembaga peradilan yang memiliki lima fungsi yakni :

Fungsi pengawasan yang dilakukan oleh hakim yakni mengawasi lembaga peradilan yang berada di bawah kekuasaannya, mengawasi perilaku hakim dan para pejabat peradilan dalam melaksanakan tugasnya yang berhubungan dengan tugas pokok kekuasaan kehakiman.

Dalam menjalankan fungsi pengawasan, Mahkamah Agung dibantu oleh Komisi Yudisial sebagai pengawas eksternal. Hanya saja objek pengawasan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung jauh lebih luas.

Dalam menjalankan fungsi pengawasan, Mahkamah Agung membentuk badan pengawasan (bawas) Mahkamah Agung. Badan ini memiliki tugas untuk membantu sekretaris Mahkamah Agung dalam melakukan pengawasan di lingkungan peradilan.

Badan pengawasan melakukan tugasnya mengawasi 910 satuan kerja badan peradilan di bawah Mahkamah Agung. Adapun yang menjadi objek pengawasan oleh Mahkamah Agung adalah sebagai berikut:

  • Pengawasan bidang teknis peradilan atau teknis yudistial. Pengawasan bidang ini meliputi pengawasan pada tugas pokok hakim yakni menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan perkara yang telah diajukan kepada hakim serta pelaksanaan putusan. Dalam hal ini, pengawasan dilakukan untuk meningkatan kualitas seorang hakim.
  • Pengawasan pada administrasi pengadilan, maksudnya pengawasan dilakukan pada tugas pokok kepaniteraan pengadilan. Segala hal yang menyangkut administrasi pengadilan akan diawasi oleh badan pengawas.
  • Pengawasan terhadap penegakkan kode etik dan pedoman perilaku hakim. Pengawasan pada perilaku hakim ini berfungsi untuk menjaga kehormatan hakim baik bersifat kedinasan ataupun non kedinasan yang berada di lingkungan persidangan ataupun di luar persidangan. Perilaku yang diawasi dalam hal ini menyangkut, ucapan, perbuatan ataupun sikap yang dilakukan hakim yang dilakukan kapan saja termasuk perbuatan ketika sedang melaksanakan profesi hakim.
  • Pengawasan perilaku pejabat peradilan. Selain mengawasi perilaku soerang hakim, Mahkamah Agung juga memiliki wewenang untuk mengawasi pejabat peradilan seperti panitera, sekretaris serta juru sita.

3. Kedudukan Pengawas

Dalam menjalankan tugas pemeriksaan terhadap pelanggaran kode etik, Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial memiliki wewenang untuk membentuk Majelis Kehormatan Hakim. Majelis Kehormatan Hakim merupakan lembaga negara yang memiliki sifat ad hoc.

Lembaga tersebut memberikan kesempatan pembelaan diri bagi hakim yang disarankan untuk berhenti dari jabatannya. Jumlah Majelis Kehormatan Hakim disarankan berjumlah ganjil yakni terdiri dari 4 orang Komisi Yudisial dan 3 orang dari Mahkamah Agung.

Badan pengawas memiliki wewenang dalam menentukan hakim agung dengan memberikan saran nama-nama kepada Mahkamah Agung. Dalam menjalankan tugas pengawasan, Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial secara bersama melakukan koordinasi pada dugaan pelanggaran kode etik.

Dan pedoman perilaku hakim serta pengajuan klarifikasi oleh terduga pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim. Di mana setiap pemeriksaan dibuat berita acara yang perlu ditandatangani oleh Komisi Yudisial dan badan pengawas.

Untuk klarifikasi hanya dapat diajukan selama 14 hari semenjak pemanggilan yang dilakukan oleh Komisi Yudisial atau badan pengawas. Hasil pemeriksaan yang dilakukan terhadap dugaan pelanggaraan berupa bukti ada atau tidaknya dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim.

Nantinya, pengambilan keputusan akan dilaksanakan secara musyawarah untuk mencapai kesepakatan. Namun, jika tidak didapatkan kesepakatan maka akan diambil suara terbanyak dari forum. Hubungan antara Komisi Yudisial dengan badan pengawas yang dibentuk oleh Mahkamah Agung bersifat kerja sama dalam melakukan pengawasan.

Pengawasan yang dilakukan oleh kedua lembaga ini bukan bersifat check and balance melainkan bersifat sebagai kontrol atas perilaku hakim. Badan pengawas berhak untuk menjatuhkan hukuman pada pelaku tindak pelanggaran sedangkan Komisi Yudisial tidak memiliki wewenang tersebut.

Komisi Yudisial hanya dapat merekomendasikan jenis hukuman kepada hakim agung. Hanya saja kedudukan badan pengawas dalam menjalankan fungsi pengawasan jauh lebih luas karena tidak hanya mengawasi perilaku hakim saja melainkan mengawasi pejabat peradilan lainnya selain hakim seperti panitera, sekretaris dan juru sita.

Tidak hanya itu, badan pengawas juga memiliki wewenang untuk mengawasi keuangan serta administrasi peradilan. Sedangkan Komisi Yudisial hanya terbatas pada pengawasan perilaku hakim. Komisi Yudisial tidak memiliki untuk memeriksa kasus tindakan pidana yang dilakukan oleh hakim.

Jika ditemukan kasus pelanggaran pidana, Komisi Yudisial tidak berhak melakukan penyidikan secara lebih lanjut. Selain itu, saran atau ajuan sanksi administrasi yang diusulkan oleh Komisi Yudisial tidak serta merta langsung diterima Hakim Agung.

Hakim Agung memiliki wewenang untuk tidak menjalankan saran sanksi administrasi. Meskipun begitu, sejauh ini saran sanksi administrasi yang diajukan Komisi Yudisial selalu diterima oleh hakim agung.

4. Mekanisme Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Pengawas Hakim

Dalam melakukan wewenang sebagai pengawas, Komisi Yudisial mendapatkan laporan dari masyarakat atau adanya dugaan pelanggaran kode etik. Saat mendapatkan laporan, Komisi Yudisial berhak meminta keterangan atau laporan dari lembaga peradilan.

Sejak dimintanya laporan, pimpinan peradilan atau hakim berkewajiban memberikannya dalam kurun waktu 14 hari. Apabila pimpinan peradilan tidak kunjung memberikan laporan selama kurun waktu yang ditentukan, Komisi Yudisial berhak meminta laporan tersebut kepada Mahkamah Agung.

Kemudian, Pimpinan Mahkamah Agung akan meminta laporan tersebut kepada pimpinan peradilan selama 14 hari. Namun, jika hal tersebut tidak kunjung dilaksanakan, maka pimpinan peradilan akan dikenakan sanksi sebagaimana mestinya.

Saat melaksanakan tugasnya, Komisi Yudisial akan melakukan verifikasi terhadap laporan yang telah diterima, melakukan pemeriksaan, memanggil atau meminta keterangan dari terduga pelanggaran kode etik, melakukan pemanggilan dan memeriksa para saksi dan merekomendasikan sanksi yang akan dijatuhkan.

Jika saat pemanggilan, saksi tidak kunjungan memenuhi panggilan, maka saksi akan dikenakan sanksi sesuai undang-undang. Jika dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim terbukti, maka Komisi Yudisial akan mengajukan sanksi terhadap Mahkamah Agung.

Sanksi dapat berupa sanksi ringan, sedang ataupun berat tergantung dengan jenis pelanggaran. Sanksi ringan berupa teguran baik secara lisan ataupun tulisan. Sanksi sedang meliputi :

  • Penundaan gaji selama satu tahun lamanya
  • Penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji selama satu tahun
  • Penundaan kenaikan pangkat paling lama satu tahun.

Sementara itu, sanksi berat meliputi pembebasan dari jabatan struktural, pemberhentian sementara, pemberhentian tetap dengan hak pensiun atau pemberhentian secara tidak hormat.

fbWhatsappTwitterLinkedIn