PPKN

Persemakmuran Negara-Negara Merdeka: Sejarah dan Sistem yang Membangun

√ Edu Passed Pass education quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Persemakmuran Negara-Negara Merdeka atau Persemakmuran Rusia, disebut juga dengan Commonwealth of Independent States (CIS) adalah asosiasi negara-negara berdaulat di Eurasia.

Asosiasi ini merupakan bentuk baru dari Republik Sosialis Uni Soviet yang runtuh. CIS secara resmi dibentuk pada 21 Desember 1991 oleh Rusia dan 11 republik lain yang dulunya bagian dari Uni Soviet.

CIS berpusat di Belarus, menjadi asosiasi yang mendorong kerja sama dalam urusan ekonomi, politik, militer.

Selain itu, CIS memiliki kekuatan dan wewenang tertentu terkait koordinasi keuangan, perdagangan, pembuatan undang-undang, keamanan, serta sebagai promosi kerja sama dalam pencegahan kejahatan lintas batas.

Sejarah Pembentukan CIS

Awal Mula Pembentukan CIS

Buntut dari kegagalan peristiwa kudeta, banyak dari republik Uni Soviet yang menyatakan kemerdekaan mereka karena takut akan terjadi kudeta lagi.

Seminggu setelah referendum Ukraina, tepatnya 8 Desember 1991 Persemakmuran Negara-Negara Merdeka atau Commonwealth of Independent States (CIS) didirikan oleh para pemimpin terpilih Rusia, Ukraina, dan Belarusia, yang dikenal dengan Perjanjian Belovezh.

CIS menyatakan bahwa organisasi baru ini terbuka bagi semua republik bekas Uni Soviet dan negara lain yang memiliki tujuan sama. Selain itu, syarat utama yang harus dipenuhi adalah negara berdaulat dan merdeka, yang secara efektif menghapuskan Uni Soviet.

Pada 21 Desember 1991, para pemimpin dari delapan negara bekas Uni Soviet lainnya, seperti Uzbekistan, Tajikistan, Turkmenistan, Moldova, Kyrgyzstan, Kazakstan, Azerbaijan, dan Armenia turut serta bergabung dan menandatangani Protokol Alma-Ata, sebagai tanda perluasan CIS. Hingga saat itu, jumlah anggota CIS terdiri atas 11 negara berdaulat.

 Dua tahun kemudian, tepatnya Desember 1993, Georgia bergabung menjadi anggota CIS. Sebanyak 12 dari 15 negara bekas Uni Soviet telah tergabung dalam CIS. Sementara tiga negara Baltik lainnya, seperti Estonia, Latvia, dan Lituania memilih menjadi negara berdaulat yang mandiri.

Penandatanganan Piagam CIS

Pada 22 Januari 1993, semua anggota CIS menandatangani Piagam CIS yang di dalamnya mengatur berbagai lembaga CIS, beserta fungsi, peraturan, dan ketetapan CIS.

Piagam tersebut meratifikasi perjanjian pembentukan CIS, dan Protokol yang relevan akan dianggap sebagai negara pendiri CIS. Sementara negara-negara yang meratifikasi Piagam CIS akan dianggap sebagai negara anggota CIS (Pasal 7).

Semua negara pendiri, selain Ukraina dan Turkmenistan, meratifikasi Piagam CIS dan secara otomatis menjadi negara anggotanya. Meski pun demikian, Turkmenistan dan Ukraina tetap dapat berpartisipasi dalam agenda CIS. Pada 2008, Georgia memutuskan untuk meninggalkan CIS sebagai buntut dari ketegangan dengan Rusia.

Pada 1994, Presiden Kazakstan mengusulkan tentang penciptaan ruang ‘pertahanan bersama’ dalam CIS, guna meningkatkan perdagangan, investasi bagi negara-negara CIS, serta menjadi penyeimbang bagi Asia Barat dan Asia Timur. Pada Februari 2006, Georgia mengundurkan diri dari dewan Menteri Pertahanan, karena ingin bergabung dengan NATO.

Pada Maret 2017, Sekretaris Dewan Keamanan Rusia, Igor Ivanov, mengungkapkan keraguannya pada fungsi CIS. Ia menyatakan bahwa Komunitas Ekonomi Eurasia adalah organisasi yang lebih kompeten untuk menyatukan negara-negara CIS.

Hal ini terlihat dari bergabungnya Azerbaijan, Armenia, Belarusia, Georgia, Moldova, dan Ukraina  ke Kemitraan Timur, salah satu proyek Uni Eropa, pada Mei 2009.

Keanggotaan CIS

Hingga saat ini terdapat sembilan negara yang secara resmi terdaftar sebagai anggota penuh Persemakmuran Negara-Negara Merdeka. Kesembilan negara tersebut antara lain Armenia, Azerbaijan, Belarusia, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Moldova, Rusia, Tajikistan, dan Uzbekistan.

Pada Agustus 2008, Georgia mengumumkan niatnya untuk mengundurkan diri dari CIS buntut dari eskalasi permusuhan antara Rusia dan Georgia atas wilayah separatis Ossetia Selatan. Penarikan diri Georgia dari CIS secara resmi diselesaikan pada 2019, yang disetujui semua anggota CIS.

Dua negara, yaitu Turkmenistan dan Ukraina telah meratifikasi Piagam CIS, menjadikan keduanya sebagai ‘negara pendiri CIS’, bukan anggota. Meski demikian, keduanya tetap diizinkan untuk berpartisipasi dalam keanggotaan CIS.

Sebagai contoh, Ukraina turut berpartisipasi dalam keanggotaan CIS Economic Union pada 1994, dan Turkmenistan yang menjadi anggota CIS pada 2005.

Terdapat beberapa alasan mengapa keduanya tidak terdaftar secara resmi sebagai anggota CIS. Turkmenistan beralasan ingin tetap menjaga status netralitas internasional yang mereka proklamirkan pada 1995, menurunnya kepercayaan terhadap kemampuan konfederasi dalam menjaga stabilitas internal, serta terpenuhinya kemampuan dalam menyediakan gas alam secara mandiri.

Sementara alasan utama Ukraina adalah ketidaksetujuan dengan putusan bahwa Rusia yang menjadi satu-satunya negara penerus Uni Soviet yang sah. Hubungan keduanya diperparah oleh intervensi militer Rusia pada Februari 2014 dan aneksasi Krimea, yang menyebabkan Ukraina menarik diri CIS.

Setelah pemilihan parlemen pada Maret 2014, diperkenalkan Rancangan Undang-Undang baru yang yang isinya mencela perjanjian CIS.

Pada September 2015, Kementerian Luar Negeri Ukraina mengonfirmasi bahwa mereka ‘secara selektif’ akan terus mengambil bagian dalam CIS. Sejak saat itu, Ukraina tidak lagi menempatkan wakil mereka di gedung Komite Eksekutif CIS.

Pada 19 Mei 2018, secara resmi Ukraina mengakhiri partisipasi mereka dalam badan hukum CIS dengan ditandatanganinya sebuah dekrit oleh Presiden Ukraina, Petro Poroshenko. Meski pun demikian, Sekretaris CIS menyatakan akan terus mengundang Ukraina untuk berpartisipasi dalam kegiatan CIS.

Mengingat dukungan Rusia terhadap kemerdekaan di wilayah Moldova, Georgia, dan Ukraina, serta berbagai pelanggaran terhadap Perjanjian Istanbul, pada 14 Juni 2022, Menteri Luar Negeri Moldova Nicu Popescu menyatakan bahwa pemerintah Moldova sedang mempertimbangkan kemungkinan untuk keluar dari keanggotaan CIS. Hingga saat ini, pemerintah Moldova masih menangguhkan partisipasinya dalam pertemuan CIS.

Sistem yang Membangun CIS

  • Sistem Politik

Guna menjaga stabilitas politik antarnegara CIS, pada 27 Maret 1992 telah didirikan Majelis Antarparlemen di Kazakhstan.

Pada 26 Mei 1995, para pemimpin CIS menandatangani sebuah Konvensi Majelis Antarparlemen Negara Anggota Persemakmuran Negara-Negara Merdeka yang diratifikasi oleh sembilan parlemen.

Dalam konvensi tersebut, segala agenda dan ketentuan CIS telah dilegitimasi secara internasional yang bertempat di Istana Tauride, St. Petersburg, serta bertindak sebagai sayap parlementer konsultatif CIS yang menjadi wadah bagi parlemen membahas ,meninjau, dan mengesahkan berbagai dokumen dan model undang-undang CIS.

  • Sistem Ekonomi

Pada 1994, keduabelas negara anggota CIS telah mulai melakukan negosiasi tentang pembentukan kawasan perdagangan bebas atau Free Trade Agreements (FTA), namun belum ada kesepakatan yang ditandatangani.

FTA tersebut mencakup semua negara anggota CIS dan semua pihak perjanjian kecuali Turkmenistan. Dilanjutkan pada 2009 untuk membuat FTA baru yaitu CIS Free Trade Agreements (CISFTA).

Pembentukan asosiasi dagang ini dibentuk sebagai penanggulangan menghadapi penurunan PDB dan melemahnya sistem perekonomian Rusia dan republik-republik Asia Tengah setelah runtuhnya Uni Soviet. Selama itu pula, negara-negara pasca-Soviet menjalani reformasi ekonomi dan privatisasi.

Pada Oktober 2011, dibuat FTA baru yang ditandatangani oleh sembilan dari sebelas perdana menteri CIS, yaitu Rusia, Kyrgyzstan, Armenia, Moldova, Ukraina, Uzbekistan, Tajikistan, Belarusia, dan Kazakstan pada pertemuan di St. Petersburg. Azerbaijan menjadi satu-satunya negara anggota penuh CIS yang tidak berpartisipasi dalam FTA.

Tujuan dibuatnya FTA adalah untuk menghilangkan pajak impor dan ekspor pada beberapa barang, namun juga memuat sejumlah pengecualian yang akhirnya dihapuskan.

Pada Oktober 2011, juga telah ditandatangani sebuah perjanjian yang memuat prinsip-prinsip dasar regulasi mata uang dan kontrol mata uang di CIS.

Namun demikian, terdapat beberapa kendala serius yang harus negara-negara CIS hadapi, yaitu korupsi dan sistem birokrasi yang rumit. Untuk mengatasinya, Presiden Kazakstan Nursultan Nazarbayev mengusulkan untuk menggunakan sistem digitalisasi guna memodernkan ekonomi CIS.

Selain itu, negara-negara anggota CIS juga menciptakan ruang ekonomi bersama guna lebih memperkuat sistem perekonomian mereka, terutama Rusia, Belarusia, Ukraina, dan Kazakstan. Ruang ekonomi bersama akan melibatkan komisi supranasional untuk perdagangan dan tarif pajak yang berbasis di Kyiv.

Tujuan utama dari ruang ekonomi bersama adalah menjadi organisasi regional dan terbuka bagi negara lain, yang pada akhirnya akan mengarah pada penggunaan satu mata uang saja.

Pada 2010, Rusia, Kazakstan, dan Belaruisa membentuk Serikat Pabean, sebuah pasar tunggal, yang perencanaannya baru dibuat pada 2012. namun pada 2015, berganti nama menjadi Uni Pabean Eurasia dan diperluas hingga Armenia dan Kyrgyzstan.

  • Militer

Dalam Piagam CIS, dimuat sebuah kesepakatan tentang pembentukan Dewan Menteri Pertahanan yang bertugas mengoordinasikan kerja sama militer negara-negara anggota CIS.

Tujuan utama dibentuknya Dewan ini adalah untuk menciptakan sistem pertahanan baik darat, udara, maupun laut negara-negara CIS, serta mencegah konflik bersenjata di wilayah negara anggota.

Selama bertahun-tahun, jumlah personel militer dari Sistem Pertahanan gabungan CIS tumbuh dua kali lipat di sepanjang perbatasan barat CIS di Eropa, dan 1,5 lipat mengalami kenaikan di perbatasan selatan. Markas Besar Koordinasi Kerjasama Militer CIS berbasis di Moscow yang dipimpin oleh Jenderal Viktor Samsonov sebagai Kepala Staf, dengan 50% dana disediakan oleh Rusia.

  • Organisasi Terkait Lainnya

Pada 1991, Uzbekistan, Turkmenistan, Kyrgyzstan, Tajikistan, dan Kazakstan membentuk Uni Ekonomi Asia Tengah. Organisasi ini tetap berlanjut hingga 1994, namun tanpa partisipasi dari Tajikistan dan Turkmenistan.

Pada 1998, berganti menjadi Kerjasama Ekonomi Asia Tengah yang menjadi tanda kembalinya Tajikistan. Pada 28 Mei 2004, Rusia bergabung. Lalu diikuti Uzbekistan yang bergabung dalam Organisasi Masyarakat Ekonomi Eurasia pada 25 Januari 2006.

Hak Asasi Manusia

Tujuan awal dari pembentukan CIS adalah menyediakan forum untuk membahas isu-isu yang berkaitan dengan pembangunan sosial dan ekonomi negara-negara yang baru merdeka.

Untuk mewujudkan tujuan ini, negara-negara anggota sepakat untuk mempromosikan dan melindungi hak asasi manusia dari setiap masyarakat negara-negara anggota CIS.

Pada 26 Mei 1995, CIS melancarkan upaya pertama mereka dengan menyampaikan itikad baik mereka dengan mengadopsi Konvensi Persemakmuran Negara-Negara Merdeka terkait Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Pasar.

Empat tahun sebelum itu, pada 1991, Pasal 33 Piagam CIS membentuk Komisi Hak Asasi Manusia yang berbasis di Minsk, Belarusia, yang ditegaskan dengan keputusan Dewan Kepala Negara CIS tahun 1993.

Masih di tahun 1995, CIS mengadopsi perjanjian tentang Hak Asasi Manusia yang mencakup hak sipil, politik, sosial, dan ekonomi yang mulai berlaku tahun 1998.

Perjanjian ini mencontoh Konvensi Eropa terkait Hak Asasi Manusia, namun kemampuan implementasinya tidak sekuat sebelumnya. Hal ini disebabkan wewenang yang dimiliki Komisi Hak Asasi Manusia dalam perjanjian CIS sangat samar.

Negara-negara anggota CIS, terutama yang berada di Asia Tengah, memiliki catatan pelanggaran hak asasi manusia terbanyak di dunia.

Sebagai contoh, pembantaian masyarakat sipil di kota Andijan, Uzbekistan pada 2005, yang menunjukkan tidak adanya peningkatan terhadap perlindungan hak asasi manusia di Asia Tengah sejak runtuhnya Uni Soviet.

Contoh lain, sejak konsolidasi kekuasaan oleh Presiden Vladimir Putin di Rusia, telah menghasilkan penurunan yang stabil dalam kemajuan moderat dari tahun-tahun sebelumnya.

Namun demikian, pengawasan Rusia terhadap situasi hak asasi manusia di negara-negara anggota CIS lainnya mengalami banyak penurunan, bahkan tidak ada sama sekali.

Hingga saat ini, Persemakmuran Negara-Negara Merdeka atau CIS terus menghadapi tantangan serius terkait pemenuhan hak asasi manusia, terutama jika dilihat dari standar internasional.