Daftar isi
Kehidupan manusia purba yang ada di Indonesia terbukti sudah dimulai sejak kala Holosen dengan adanya Homo Sapiens. Hal tersebut dapat dilihat dari berbagai temuan fosil tengkorak dan tulang-tulang yang tersebar di beberapa daerah.
Salah satu jenis manusia purba itu adalah Pithecanthropus mojokertensis yang sudah termasuk dalam kelompok manusia cerdas dengan kemampuan dan pengetahuan yang lebih maju untuk bertahan hidup. Berikut adalah penjelasan mengenai jenis manusia tersebut.
Pengertian Pithecanthropus Mojokertensis
Secara bahasa, pengertian dari Pithecanthropus mojokertensis dibagi menjadi tiga, yakni pithe yang berarti kera, anthropus yang berarti manusia, sedangkan mojokertensis adalah Mojokerto. Dengan demikian, Pithecanthropus mojokertensis dapat diartikan sebagai manusia kera asal Mojokerto.
Tidak jauh berbeda dari pengertian tersebut, menurut Nur S., (2016), Pithecanthropus mojokertensis diartikan sebagai manusia kera dari Mojokerto (salah satu kabupaten di Jawa Timur). Hal tersebut dikarenakan jenis manusia ini ditemukan pertama kali di daerah Perning, Mojokerto.
Sejarah Penemuan Pithecanthropus Mojokertensis
Fosil dari Pithecanthropus mojokertensis yang berupa tengkorak anak-anak ditemukan pada tahun 1936 di daerah Perning, Mojokerto, Jawa Timur.
Terdapat tiga orang yang memiliki andil dalam upaya penemuan fosil tengkorak Pithecanthropus mojokertensis sebagai bagian dari Java Mapping Program of the Bureau of Mining of the Netherlands Indies.
Pertama yaitu Andoyo yang menemukan tempat fosil berada ketika sedang mengumpulkan fosil vertebrata untuk Johan Duyfjes yang juga berperan sebagai pemeta area penemuan sejak tahun 1933, dan terakhir G. H. Ralph von Koenigswald sebagai orang yang mengidentifikasi spesimennya lalu menyebarluaskan informasi ini dalam artikel koran serta tulisan akademis.
Huffman, dkk. (2005) memaparkan kronologi yang jelas mengenai sejarah ditemukannya tengkorak Pithecanthropus mojokertensis ini. Pada 8 Januari 1936, Andoyo memulai pekerjaannya di daerah utara-tengah Mojokerto. Satu bulan setelah itu, tepatnya 13 Februari 1936, ia pertama kali menemukan tengkorak tersebut dibantu oleh beberapa orang yang bekerja pada hari itu.
Duyfjes (1936) dalam Widianto (2006) berpendapat bahwa fosil Pithecanthropus mojokertensis berada pada endapan yang tebal dari kala Pleistosen bawah dan tengah berupa pasir konglomeratan di bagian ujung timur pegunungan Kendeng.
Sekitar tanggal 18-19 Februari 1936, Andoyo mengirimkan surat bahwa ia akan mengirimkan seluruh spesimen ke Bandung. Tidak diketahui pasti apakah tengkorak Pithecanthropus mojokertensis berada dalam pengiriman yang sama. Namun, Koenigswald melaporkan bahwa ia mulai mengidentifikasi fosil dari Perning pada 3 Maret 1936.
Berdasarkan proses identifikasi dan analisis data yang ada mengenai temuan fosil tengkorak itu, terdapat beberapa informasi, seperti pemilik tengkorak adalah anak Pithecanthropus berusia 5-6 tahun, memiliki volume otak sekitar 650 cc, berbentuk bundar, dan tulang-tulang di bagian atapnya tidak terlalu tebal (Mursitno, 2010).
Ciri-Ciri Pithecanthropus Mojokertensis
Pithecanthropus mojokertensis mempunyai beberapa karakteristik yang membedakannya dengan jenis manusia purba yang lain, di antaranya sebagai berikut:
- Diperkirakan hidup antara 3,5 sampai 1,5 juta tahun silam sehingga menjadi Pithecanthropus tertua di Indonesia.
- Mempunyai postur tubuh yang hampir tegak.
- Bentuk badannya hampir mirip dengan Meganthropus, tetapi memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil.
- Tinggi badan antara 165 hingga 180 sentimeter.
- Memiliki gigi geraham dan rahang yang kuat sebagai alat pengunyah.
- Tulang belakang kepala sedikit menonjol.
- Bentuk hidung yang lebar.
- Tidak memiliki dagu.
- Pada bagian kening terlihat ada tonjolan.
- Kapasitas otaknya sekitar 750 sampai 1.300 cc sehingga volume otak kurang sempurna.
- Hidup sehari-hari dengan mengonsumsi daging dari hasil buruan.
- Hidup secara berpindah-pindah tempat (nomaden).
Kehidupan Pithecanthropus Mojokertensis
Pithecanthropus mojokertensis hidup dalam kelompok-kelompok yang beranggotakan 4 sampai 15 orang dengan salah satu diantaranya adalah laki-laki dewasa yang berperan sebagai pemimpin atau ketua untuk mengarahkan kelompoknya dalam mencari tempat tinggal.
Peran tersebut dirasa penting karena mereka hidup secara nomaden atau sering berpindah tempat sehingga harus ada yang memiliki kendali. Alasan dari cara hidup tersebut adalah karena mereka bergantung pada kondisi alam, termasuk dalam upaya mencari makan dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Dengan hidup berkelompok, mereka juga bisa berburu hewan-hewan yang dapat dikonsumsi. Akan tetapi, jumlah dari kelompok ini biasanya tidak terlalu besar agar pembagian sumber makanan dapat mencukupi setiap anggotanya.
Peninggalan Pithecanthropus Mojokertensis
Peninggalan dari Pithecanthropus mojokertensis berupa alat-alat sederhana yang dibuat untuk membantu mereka memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pada umumnya, alat yang mereka buat berbahan dasar batu dan bentuknya tidak terlalu rumit.
Beberapa contoh dari peninggalan Pithecanthropus mojokertensis, yakni alat serpih, kapak perimbas, dan kapak penetak. Selain itu, mereka juga membuat peralatan dari tulang. Alat-alat tersebut digunakan sebagai alat pemotong hasil buruan atau bisa juga untuk menggali makanan yang ada di bawah tanah.
Kesimpulan Pembahasan
Demikianlah penjelasan mengenai pengertian, sejarah, ciri-ciri, kehidupan, serta peninggalan dari Pithecanthropus mojokertensis. Kesimpulannya, Pithecanthropus mojokertensis merupakan manusia kera dari zaman purba yang berdasarkan tempat ditemukannya berasal dari Mojokerto.
Sejarah ditemukannya jenis manusia tersebut dimulai dari penemuan tengkorak oleh Andoyo pada Februari tahun 1936 berdasarkan peta dari Johan Dufyjes yang kemudian diteliti dan ditetapkan jenisnya oleh von Koenigswald. Pithecanthropus mojokertensis memiliki beberapa ciri, seperti hidup sekitar 3.5-1.5 juta tahun lalu, tubuh yang tegak, tinggi 165-180 cm, serta kapasitas otak antara 750-1.300 cc.
Kehidupan Pithecanthropus mojokertensis dijalani dalam kelompok kecil yang dipimpin oleh ketua untuk mengarahkan tempat tinggal sebab mereka hidup secara nomaden atau berpindah-pindah tempat menyesuaikan dengan ketersediaan makanan. Untuk membantu kehidupan sehari-hari, mereka menciptakan beberapa alat sederhana dari batu, seperti kapak penimbas.