Daftar isi
Aceh merupakan provinsi yang ada di Indonesia dengan ibukotanya berada di Banda Aceh. Dengan jumlah penduduk sekitar 5.274.871 jiwa pertahun 2020 ini, tentu memiliki keberagaman tersendiri mulai dari sejarah, budaya, kesenian hingga agama yang dianut. Nah, salah satu suku terbesar yang ada di Aceh adalah Suku Aceh.
Suku Aceh merupakan masyarakat asli yang menetap dan mendiami wilayah pesisir yang berada di Provinsi Aceh dan sebagian pula ada di wilayah pedalaman Aceh. Kelompok masyarakat ini telah menamakan diri mereka dengan sebutan “Ureueng Aceh”. Tidak hanya itu, Suku Aceh ini juga mempunyai sebutan lain seperti Atse, A-tse, Achin, Asji, Akhir, Lambri dan juga Lam Muri.
Dari jumlah penduduk 5,2 juta ini, mayoritas Suku Aceh bertempat tinggal di sana. Bahkan sebagian diantaranya juga tersebar ke seluruh wilayah yang ada di Indonesia sampai luar negeri. Misal, negara asing yang terdapat Suku Aceh seperti Malaysia, Singapura, Arab Saudi, Kanada, Australia, Amerika Serikat, Qatar dan sebagainya.
Suku Aceh inilah yang dikenal sebagai kelompok atau golongan masyarakat yang berpegang teguh pada ajaran islam. Suku ini adalah salah satu suku dengan sejarah yang sangat panjang di mana budayanya tersebut telah mengalami masa kejayaan pada abad ke-16 sampai abad ke-17 yakni di masa Kerajaan Islam Aceh Darussalam.
Berdasarkan bukti-bukti arkeologis, wilayah Aceh ini dihuni pertama kali oleh manusia sekitar pada masa pasca Plestosen. Nenek moyang dari Suku Aceh menetap di pantai timur Aceh di mana saat ini yang namanya dikenal dengan Kota Langsa dan Tamiang. Mereka mulai bertahan hidup dari hasil laut terutama hasil kerang-kerangan.
Bahkan mereka juga berburu badak dan babi. Ketika itu, suku ini sudah mengenal api di mana mereka juga melaksanakan ritual penguburan mayat serta telah mengenal upacara-upacara adat tertentu. Selain itu, terdapat pula perpindahan suku-suku Melayu yakni Suku Mantir dan Lhan (dua suku Melayu Tua atau Proto Melayu).
Terdapat juga suku lainnya seperti Champa, Melayu dan Minang yang tergolong kedalam Suku Melayu Muda (Deutro Melayu). Suku-suku dari Melayu Muda inilah yang akhrinya berperan besar dalam pembentukan pribumi Aceh. Saat itu juga Aceh telah menjadi lokasi tujuan dari bangsa asing seperti India Selatan, Arab, Turki, Persia dan Portugis.
Karena banyaknya warga asing yang pernah singgah tersebut disebabkan wilayah Aceh ini berada dalam posisi strategis yakni terletak di bagian utara Pulau Sumatera. Lokasi inilah yang akhirnya menjadikan Aceh sebagai tempat persinggahan bagi beberapa suku bangsa hingga ribuan tahun lamanya.
Ciri khas dari Suku Aceh dapat kita lihat dari segi tradisi, adat istiadat, bahasa, budaya dan juga kepercayaan yang dimiliki oleh suku tersebut. adapaun ciri khasnya yaitu:
Pakaian adat dari Suku Aceh ini merupakan hasil inspirasi dari baju adat Melayu. Pakaian adat ini hanya dipakai untuk acara-acara tertentu saja seperti upacara adat, pernikahan dan sebagainya. Pakaian adat antara pria dan wanita ini berbeda. Untuk pria, pakaian adat tersebut berupa Meukasah untuk atasannya dan Cekak Musang untuk bawahannya. Meukasah merupakan baju berwarna hitam yang telah dilengkapi dengan ornamen-ornamen kuning keemasan. Sedangkan celana Cekak Musang yang dikenakan bermodel celana panjang longgar.
Sementara untuk pakaian adat wanita berupa baju kurung dengan lengan panjang dan bawahannya berupa celana Cekak Musang. Baju kurung ini sangat erat dengan budaya Melayu. Bentuknya longgar dan tidak membentuk siluet untuk bentuk tubuh wanita.
Sebelum ajaran islam masuk ke Aceh, dahulu kala sebagian besar dari masyarakatnya masih memeluk agama Hindu. Hal ini bisa kita lihat dari beberapa budayanya yang merupakan hasil adaptasi dari unsur-unsur agama Hindu dan India.
Karena Aceh menjadi tempat persinggahan bagi para pedagang dari Timur Tengah yang akhirnya mendapatkan pengaruh Islam. Secara perlahan, agama islam pun masuk ke wilayah Aceh dan sejak saat itu Aceh menjadi wilayah di Indonesia sebagai salah satu penganut syariat islam terbesar sampai saat ini.
Rumah adat Aceh yang paling populer bernama Krong Bade. Rumah adat ini mempunyai struktur seperti rumah panggung. Tingginya sekitar 2,5 – 3 meter dari permukaan tanah. Bangunan adat ini sengaja dibuat tinggi agar dapat menghindari serangan hewan buas serta bencana alam seperti banjir dan gempa bumi.
Sebagian besar material yang digunakan untuk membuat rumah adat ini berupa kayu mulai dari bagian atap, lantai serta beberapa ornamen lainnya. Sementara bagian atapnya berbahan dasar dari daun enau yang sudah dianyam. Selain itu, bagian kolom Krong Bade ini digunakan sebagai tempat untuk menyimpan persediaan bahan-bahan makanan. Bagian atas rumahnya difungsikan untuk menerima tamu, tempat berkumpul dan juga sebagai tempat beristirahat bagi pemilik rumah.
Masyarakat asli Aceh biasanya menuturkan bahasa Aceh-Chamik di mana mempunyai kemiripan dengan bahasa Roglai, Cham, Rhade, Chru, Jarai, Utset dan bahasa lainnya yang masih ada pada rumpun bahasa Chamik. Dalam bahasa Aceh itu sendiri terdapat kata-kata pinjaman dari bahasa Mon-Khmer yang dapat memungkinkan nenek moyang mereka sempat singgah di Thailand Selatan atau Semenanjung Melayu, sebelum akhirnya mereka pindah ke daerah Sumatera.
Selain itu, kosakata dalam bahasa Aceh juga masih diperkaya dengan kata-kata serapan dari bahasa Sanksekerta dan bahasa Arab. Terutama diaplikasikan pada pemerintahan, hukum, ilmu, seni dan peperangan.
Selain pakaian dan rumah adat, Suku Aceh juga memiliki kebudayaan-kebudayaan lainnya, seperti:
Selain kebudayaan, terdapat pula kesenian yang diciptakan oleh masyarakat Aceh. Adapun kesenian-kesenian tersebut berupa tari daerah dan lagu daerah.
Seperti yang kita ketahui, Aceh memang merupakan provinsi di Indonesia dengan penduduk islam terbesar. Dengan perjalanan sejarah yang panjang, hal ini mempengaruhi munculnya keberagaman yang ada di Aceh. Keberagaman tersebut masih terpelihara hingga saat ini.