Daftar isi
Pancasila tidak hanya sebatas dasar negara melainkan pandangan atau falsafah hidup bangsa. Sebagai falsafah hidup bangsa, Pancasila menjadi patokan dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Namun, sayangnya semakin hari nilai-nilai penerapan Pancasila mulai terkikis oleh zaman. Zaman yang semakin canggih membuat nilai-nilai Pancasila mulai pudar. Bahkan banyak generasi muda yang sudah mulai meninggalkan nilai-nilai Pancasila.
Keberadaan Pancasila terancam dengan adanya globalisasi. Globalisasi dapat diartikan sebagai keterkaitan dan hubungan antar masyarakat dunia. Dengan adanya globalisasi membuat batas-batas antar negara menjadi tidak ada. Globalisasi membuat negara semakin mengenal satu sama lain. Akses informasi semakin mudah didapatkan karena adanya globalisasi.
Sayangnya, keberadaan globalisasi tidak hanya membawa dampak baik namun juga dampak buruk. Salah satu dampak yang ditimbulkan dari adanya globalisasi adalah ancaman terhadap nilai-nilai Pancasila. Globalisasi membuat arus informasi semakin deras sehingga nilai-nilai dari negara lain dapat dengan mudah masuk. Kemunculan nilai-nilai dari negara lain inilah yang membuat adanya kelunturan pada nilai-nilai Pancasila.
Globalisasi menjadi ancaman serius bagi penerapan nilai-nilai Pancasila. Dapat dilihat saat ini, banyak sekali generasi muda yang justru lebih mengenal nilai-nilai dari negara lain dibandingkan negara sendiri. Tentunya hal itu tidak lepas dari keberadaan globalisasi. Maka dari itu, sudah sepatutnya keberadaan globalisasi diwaspadai dan diantisipasi. Berikut ini beberapa tantangan yang menghadang Pancasila.
Intoleransi dapat diartikan sebagai sikap yang tidak mempunyai rasa toleransi atau menghargai sesama. Biasanya sikap ini muncul dengan wujud diskriminasi, rasisme dan seksisme. Munculnya sikap intoleransi diakibatkan karena ketidaksiapan menerima adanya perbedaan di tengah-tengah masyarakat.
Terlebih di era globalisasi yang di mana arus informasi terbuka secara lebar. Berbagai budaya, ideologi dari negara-negara lain dapat masuk dengan mudah. Ketidaksiapan menerima perbedaan tersebut membuat seseorang akan bersikap tidak menyenangkan.
Padahal, sedari dulu kita ketahui Indonesia merupakan negara multikulturalisme. Indonesia terdiri dari berbagai ras, agama, suku, kebudayaan yang beragam. Sayangnya, tidak semua manusia tidak bisa menerima perbedaan tersebut. Mereka terkadang cenderung membanggakan apa yang dimilikinya dan meremehkan sesuatu yang berbeda dengan dirinya. Tak heran jika nantinya akan muncul sikap diskriminasi.
Sikap diskriminasi muncul karena merasa golongannya lebih banyak dibandingkan golongan lain sehingga akan terjadi pembedaan perlakuan. Sikap diskriminasi tentunya tidak dibenarkan karena menentang penerapan sila kedua pada Pancasila yakni kemanusiaan yang adil dan beradab. Sudah seharusnya kita memperlakukan sama terhadap berbagai golongan dan menerima adanya perbedaan.
Salah satu bukti nyata dari meningkatnya sikap intoleran dapat dilihat dari sosial media. Banyak sekali perlakuan yang tidak menyenangkan hanya karena memiliki perbedaan. Seperti mengolok-olok, menghina, menyudutkan bahkan tak segan memberikan ancaman.
Adanya kebebasan akibat globalisasi ternyata meningkatkan sikap intoleran di kalangan masyarakat. Kebebasan mengungkapkan pendapat di media sosial membuat orang berbuat semaunya.
Individualisme merupakan sikap mementingkan diri sendiri dibandingkan kepentingan masyarakat. Sikap individualisme tentunya bukanlah sikap yang baik karena Pancasila mengajarkan sikap gotong royong atau membantu sesama. Dengan adanya globalisasi dapat meningkatkan sikap individualisme di tengah-tengah masyarakat.
Hal ini sejalan dengan meningkatnya kemudahan memenuhi kebutuhan sehingga tidak membutuhkan bantuan orang lain untuk melakukannya. Contohnya jika dahulu kegiatan berbelanja hanya dapat dilakukan secara fisik, namun tidak dengan saat ini. Kegiatan belanja saat ini dapat dilakukan secara virtual sehingga kemungkinan untuk melakukan interaksi semakin kecil.
Hal-hal inilah yang kemudian memperkuat sikap individualisme di tengah-tengah masyarakat. Paham dapat menyelesaikan pekerjaan sendiri tanpa orang lain secara perlahan dapat mengikis kebersamaan di masyarakat.
Adanya paham individualisme tentunya tidak sejalan dengan Pancasila sebagaimana yang terdapat pada sila kedua dan ketiga. Sila kedua menegaskan adanya sikap kemanusiaan dan sila ketiga mengenai kebangsaan. Maka dari itu, jika dibiarkan maka nilai-nilai Pancasila akan luntur dan semangat kebangsaan semakin berkurang.
Kosmopolitisme merupakan paham yang beranggapan bahwa semua manusia merupakan bagian dari komunitas global. Tentunya paham ini berdampak baik untuk menekan isu diskriminasi dan radikalisme. Namun sayangnya kemunculan paham ini membuat identitas dan solidaritas kebangsaan menjadi lemah.
Padahal indentitas nasional dan solidaritas kebangsaan adalah dua hal yang dijunjung tinggi dalam nilai-nilai Pancasila. Fatalnya, keberadaan Kosmopolitisme membuat identitas nasional sebagai seorang warga negara dihilangkan. Sebab mereka menganggap bahwa identitas mereka hanyalah sebagai anggota komunitas global.
Padahal identitas sebagai warga negara Indonesia menunjukkan kebanggaan terhadap negara. Jika sikap ini saja ingin dihilangkan, lalu bagaimana dengan sikap patriotisme dan nasionalisme. Maka dari itu, kemunculan Kosmopolitisme tidak dapat dianggap enteng. Memang di satu sisi memberikan dampak baik karena berhasil menerima perbedaan.
Namun, di sisi lain justru menghilangkan rasa kebanggaan dan kepemilikan terhadap bangsa sendiri. Hal ini tentunya bertentangan dengan sila ketiga yang terdapat dalam Pancasila. Di mana Pancasila selalu menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan bangsa.
Fundalisme pasar dapat diartikan sebagai pasar bukan hanya sebatas tempat untuk memenuhi kebutuhan hidup saja. Gagasan ini meyakini bahwa mekanisme pasar menjadi satu-satunya prinsip yang dapat mengendalikan kehidupan bermasyarakat. Keberadaan mekanisme pasar memang mendatangkan hal positif yakni adanya peningkatan pada kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh individu maupun kelompok.
Sayangnya, adanya Fundalisme pasar memiliki dampak negatif yakni masyarakat terus gencar untuk mendapatkan keuntungan. Adanya hasrat untuk mendapatkan keuntungan yang lebih banyak membuat masyarakat dapat menghalalkan berbagai macam cara termasuk merampas hak orang lain.
Adanya peningkatan Fundalisme pasar tentunya berlainan dengan prinsip dan nilai-nilai yang terdapat dalam Pancasila. Pancasila sangat menjunjung tinggi kemanusiaan dan keadilan sosial. Dengan adanya Fundalisme pasar telah menentang adanya nilai kemanusiaan dan keadilan.
Sebab, keberadaan Fundalisme pasa membuat individu menjadi gelap mata dengan menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan keuntungan.
Globalisasi membuat kemudahan dalam pertukaran informasi antar negara. Kemudahan inilah yang membuat mudah masuknya berbagai nilai-nilai, prinsip serta ideologi yang bertentangan dengan Pancasila.
Kemudahan akses informasi yang diakibatkan oleh globalisasi tentunya tidak dapat dihindarkan dari masyarakat. Masyarakat dapat dengan mudah mengakses berbagai informasi termasuk ideologi. Adanya arus globalisasi membuat ideologi radikalisme dan ekstrimisme bermunculan di Indonesia.
Ideologi tentu saja bertentangan dengan manusia. Namun sayangnya sudah banyak kasus yang menunjukkan ideologi radikalisme telah berkembang di Indonesia. Salah satu bukti nyatanya adalah terorisme.
Ideologi radikalisme membuat seseorang menjadi sentimen terhadap orang-orang yang bertentangan dengan dirinya. Bahkan tak jarang mereka berani untuk melukai dan membunuh orang yang tidak sama dengan ideologinya.
Radikalisme selama ini kerap diidentikkan dengan satu agama yakni Islam. Padahal, Islam sendiri melarang adanya tindak kekerasan apalagi pembunuhan terhadap sesama manusia. agama. Radikalisme bertentangan dengan sila kemanusiaan dan keadilan sosial.
Pancasila sangat menjunjung tinggi prinsip kemanusiaan dan melarang tindakan kekerasan yang berujung pembunuhan. Oleh sebab itu, keberadaan ideologi radikalisme dan ekstrimisme perlu diwaspadai karena dapat memecah belah masyarakat.
Konflik sosial sebenarnya merupakan hal yang wajar di tengah masyarakat. Terlebih lagi Indonesia yang terdiri dari beragam etnis dan budaya sehingga memungkinkan adanya konflik sosial. Keberadaan konflik sosial bisa timbul karena adanya ketidaksesuaian, ketidakadilan, ketidaknyamanan di tengah masyarakat.
Akibatnya, masyarakat akan melakukan pemberontakan terhadap apa yang tidak sesuai dengan kehendaknya. Konflik juga dapat dipicu dari permasalahan kecil yang tidak kunjung diselesaikan. Di era globalisasi, konflik sosial menjadi tantangan yang berat bagi Pancasila.
Masyarakat saat ini cenderung menyelesaikan masalah dengan cara kekerasan dan aksi protes yang mengakibatkan adanya kericuhan. Padahal, hal tersebut bertentangan dengan sila keempat Pancasila. Pancasila mengajarkan kita untuk menyelesaikan masalah dengan jalan musyawarah mufakat. Sayangnya, saat ini musyawarah mufakat kerap dilupakan menjadi solusi dari permasalahan yang terjadi.
Contohnya ketika ada ketidaksesuaian dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, masyarakat cenderung melakukan aksi demontrasi yang merusak sejumlah fasilitas umum. Bahkan tak jarang, ada yang menjadi korban dalam peristiwa tersebut.
Akibatnya, masalah tidak mendapatkan solusi justru malah menambah masalah baru. Oleh sebab itu, sudah seharusnya pemerintah mengembalikan kebiasaan musyawarah mufakat sebagai solusi dari permasalahan sehingga meminimalisir adanya konflik sosial.
Sejalan dengan adanya perkembangan teknologi dan munculnya berbagai platform sosial media membuat maraknya ujaran kebencian. Tak tanggung-tanggung, ujaran kebencian kerap disasarkan kepada pemerintah terutama presiden. Negara memang mengatur adanya kebebasan berpendapat di muka umum. Sayangnya, kebebasan berpendapat kerap disalahgunakan oleh sejumlah oknum.
Mereka sering melontarkan ujaran kebencian, cacian, fitnah bahkan bullying terhadap orang-orang yang dinilai tidak sejalan dengannya. Ujaran kebencian dengan kritik tentu saja berbeda. Kritik disasarkan pada objektivitas sedangkan ujaran kebencian berdasarkan subjektivitas yang dihiasi dengan cacian dan fitnah.
Ujaran kebencian tentu saja bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Ujaran kebencian dapat membuat perpecahan di masyarakat sehingga perlu dihindari. Oleh sebab itulah, pemerintah membuat adanya UU ITE untuk mengatur semua itu. Ujaran kebencian semakin meningkat jelang pemilihan presiden. Tak heran jika saat ini kita mengenal istilah buzzer yang disematkan pada seseorang yang melontarkan ujaran kebencian.
Ujaran kebencian di sosial media begitu jelas terasa. Kolom komentar yang seharusnya diisi dengan komentar yang baik dan membangun justru dipenuhi dengan fitnah dan cacian. Berbagai kalimat pedas yang dibumbui bahasa kasar memenuhi kolom komentar.
Tak tanggung-tanggung bahasa hewan pun sering digunakan untuk mengungkapkan kebencian terhadap seseorang. Mirisnya, penangangan ujaran kebencian hanya sebatas pelaporan dan tidak ditindak tegas dengan diberikan sanksi. Akibatnya, semakin banyak orang-orang yang berani untuk melakukan ujaran kebencian.
Pornografi merupakan salah satu permasalahan yang hingga saat ini masih belum terselesaikan. Keberadaan pornografi semakin diperparah dengan adanya perkembangan teknologi dan informasi. Arus informasi yang semakin deras membuat pornografi semakin menjamur di Indonesia.
Pornografi tidak lagi hanya berbalut film, melainkan bisa berbentuk komik, novel bahkan dengan mudah bermunculan di sosial media. Semua itu dapat diakses dengan mudah oleh semua orang termasuk anak kecil. Meskipun sudah banyak situs-situs pornografi yang telah ditutup, kenyataannya masih banyak situs-situs pornografi yang dapat diakses.
Pornografi merupakan sesuatu yang berbahaya bagi kemajuan bangsa terutama generasi muda. Sebagai negara yang terkenal dengan kesopanannya, pornografi tentu saja bertentangan dengan Indonesia. Pornografi dapat membuat kemunduran pada generasi muda. Hal ini dikarenakan pornografi dapat menurunkan kecerdasan pada otak manusia.
Pornografi sama halnya seperti narkoba yakni sekali dinikmati maka akan kecanduan. Oleh sebab itu, sulit bagi seseorang yang kecanduan pornografi untuk terlepas dari belenggunya. Bahaya pornografi selain merusak generasi muda, menimbulkan berbagai permasalahan lain. Contohnya seperti meningkatnya kasus pelecahan seksual di masyarakat.