Suku Bugis adalah salah satu suku bangsa Indonesia yang mendiami Pulau Sulawesi Selatan. Suku Bugis memiliki berbagai macam keanekaragaman budaya yang unik dan menarik untuk kita pelajari. Berikut ini tradisi atau adat yang dimiliki oleh Suku Bugis.
1. Upacara Mappalili
Upacara Mappalili adalah salah satu upacara yang masih dipegang teguh dan terus dilestarikan oleh masyarakat Bugis khususnya di Kabupaten Pangkep. Tradisi ini adalah suatu pesta yang dilakukan setiap satu tahun sekali pada musim bertanam di sawah. Sebagian besar masyarakat Bugis bermata pencaharian sebagai petani. Tak heran jika tradisi ini masih bertahan hingga saat ini.
Mappalili berasal dari kata palili yang bermakna keliling sedangkan arti mappalili sebenarnya adalah penanda dimulainya waktu menanam di ladang atau dalam bahasa Bugis artinya adalah menjaga tanaman padi dari gangguan yang dapat menyebabkan gagal panen.
Upacara ini dianggap sangat sakral oleh masyarakat lokal. Mereka percaya jika upcara ini tidak dilaksanakan maka semua harapan akan sia-sia. Upacara ini diawali dengan membangunkan benda pusaka atau disebut dengan ritual mattedu aranjang.
Benda pusaka tersebut merupakan alat bajak yang terbuat dari kayu yang tidak memiliki sambungan. Setelah itu ritual selanjutnya adalah membersihkan benda tersebut kemudian dibungkus dengan kain putih dan dilanjutkan dengan ritual mattunu pelleng dan mallise walasuji.
2. Sigajang Leleng Lipa
Tradisi sigajang leleng lipa adalah sebuah tradisi yang harus diadakan oleh masyarakat Bugis ketika mereka tidak menemui kesepakatan ketika berdiskusi. Sigajang leleng lipa dilakukan oleh para leleku Bugis dengan cara berkelahi di dalam sarung dengan menggunakan senjata khas Bugis yaitu badik. Tradisi ini sudah ada sejak zaman kerajaan Bugis dan menjadi jalan terakhir untuk menyelesaikan sebuah masalah.
Sarung yang digunakan sebagai pembatas adalah simbol persatuan suku Bugis. Tradisi ini membahayakan bagi yang melaksanakannya oleh sebab itu masyarakat Bugis sangat menghindari hal ini terjadi. Mereka memiliki semboyan yang jika diterjemahkan maka artinya adalah “Ketika badik telah keluar dari sarungnya, pantang diselip di pinggang sebelum terhujam di tubuh lawan”. Semboyan tersebut memiliki filosofi yakni suatu masalah dapat diselesaikan dengan mencapai solusi yang terbaik tanpa harus menggunakan badik yang dapat melukai lawannya.
3. Mapalette Bola
Mapalette Bola adalah sebutan untuk sebuah tradisi pindahan rumah yang dilakukan oleh suku Bugis. Ketika pindah rumah, masyarakat lain akan mengemasi barang-barang mereka namun hal ini tidak berlaku untuk masyarakat Bugis. Mereka akan memindahkan sekaligus rumah mereka yang diangkat oleh puluhan hingga ratusan warga lainnya. Masyarakat Bugis mempercayai rumah mereka itu sakral dan bukan hanya sekedar tempat tinggal saja.
Umumnya orang-orang Bugis akan memindahkan rumah mereka jika tanah tempat berdiri rumah tersebut dijual. Oleh sebab itu rumah suku bugis yang merupakan rumah panggung ini memiliki konstruksi yang mudah dibongkar pasang agar mudah dipindahkan. Sebelum rumah dipindahkan pemilik akan mengadakan doa terlebih dahulu dan memindahkan seluruh barang pecah belah atau yang mudah bergerak. Proses pemindahan dilakukan oleh kaum laki-laki dan dipimpin oleh seorang kepala adat.
4. Massallo Kawali
Masallo kawali adalah sebuah permainan tradisional yang biasa dilakukan oleh masyarakat suku Bugis. Permainan ini sejenis dengan permainan tradisional gobak sodor hanya saja pada masallo kawali membawa senjata badik atau kawali. Senjata tersebut dibawa oleh kelompok yang bertahan untuk menghalau tim lawan. Permainan ini berasal dari perang para perajurit kerajaan Bone.
Permainan ini akan dimainkan oleh dua kelompok atau tim dengan masing-masing terdiri dari tiga orang pemain. Badik atau kawali yang digunakan merupakan senjata asli. Karena itu sebelum dilakukannya permainan ini diperlukan adanya ritual untuk kelancaran dan keselamatan baik pemain maupun penonton. Permainan ini juga merupakan simbol dari semangat patriotisme para pemuda bugis untuk menjaga kehormatan tanah kelahiran dan harga diri.
5. Angngaru
Tradisi Angngaru adalah suatu tradisi pengucapan sumpah atau ikrar yang dilakukan oleh orang-orang Bugis Gowa pada zaman dahulu. Biasanya orang yang mengucapkan ikrar tersebut adalah seorang abdi raja kepada rajanya, raja kepada abdinya, ataupun raja kepada rakyatnya.
Istilah angngawru diambil dari kata “aru” yang artinya sumpah sedangkan angngaru sendiri artinya adalah bersumpah. Orang yang akan melakukan sumpah disebut dengan tubarani. Tubarani akan berlutut dengan tegap dihadapan raja atau pemerintah. Sedangkan tangan kanannya memegang badik yang terhunus dan wajah menghadap ke depan tanpa ada keraguan sedikitpun.
Pada zaman dahulu sumpah ini sering dilakukan oleh para prajurit sebelum berangkat ke medan perang. Prajurit akan disumpah untuk mempertahankan daerah kekuasaan kerajaan, membela kebenaran, dan tak akan mundur selangkah pun sebelum musuh yang dihadapi kalah. Tradisi ini dipercaya mampu untuk membangkitkan semangat dan rasa ksatria para prajurit.