Daftar isi
Arnoldus Isaac Zacharian Mononutu atau yang dikenal dengan Arnold Mononutu merupakan salah satu tokoh pahlawan nasional yang dikenal dekat dengan wakil presiden pertama Indonesia, Drs. Mohammad Hatta. Kedekatan itu terjadi lantaran keduanya pernah sama-sama menempuh pendidikan di negeri Belanda.
Arnold Mononutu merupakan tokoh yang berperan besar dalam menghubungkan perjuangan dan gerakan kemerdekaan Indonesia dengan negara-nagara Asia lainnya yang kala itu tengah sama-sama berada dalam kekuasaan kolonial.
Arnold Isaac Zacharias Mononutu lahir pada tanggal 4 Desember 1896 di Manado, Sulawesi Utara. Ayahnya bernama Karel Charles Wilson Mononutu merupakan seorang pegawai negeri (ambtenaar) pemerintahan kolonial Hindia Belanda, sedangikan ibunya adalah Agustina van der Slot.
Saat Arnold Mononutu berusia dua tahun, ayahnya dipindahtugaskan ke Kota Gorontalo. Disanalah Arnold Mononutu memperoleh pendidikan sekolah dasar berbahasa Belanda di ELS (Europeesche Lagere School). Pada tahun 1913, Mononutu menempuh studi di sekolah menengah Belanda HBS (Hogere burger school) di Batavia. Disanalah ia kemudian bertemu dan berkawan dengan tokoh-tokoh yang kelah menjadi kawan seperjuangannya, seperti AA Maramis yang juga beradal dari Minahasa serta Achmad Subardjo.
Pada tahun 1920, Mononutu bertolak ke Belanda untuk memulai studinya setelah sebelumnya selama beberapa tahun ia mengambil kursus persiapan untuk mendaftar di universitas. Mononutu memutuskan untuk mendaftar di Akademi Hukum Internasional Den Haag (Académie de droit internasional de La Haye di Den Haag).
Pada awalnya, tidak ada jiwa nasionalisme dalam diri Mononutu. Akan tetapi, setelah menghadiri rapat-rapat dari para pemuda Indonesia yang tergabung dalam Perhimpunan Indonesia (Indische Vereeniging) di Belanda, rasa nasionalisme itu perlahan mulai tumbuh dalam dirinya. Seiring waktu dia menjadi lebih terlibat dalam organisasi tersebut dan bahkan terpilih sebagai wakil ketua. Pada periode dimana ia menjadi wakil ketua, Mohammad Hatta terpilih sebagai bendahara. Disinilah ia kemudian menjadi cukup dekat dengan Mohammad Hatta.
Ketika Arnold Mononutu mendapat amanat untuk mewakili Perhimpunan Indonesia dalam sebuah pertemuan organisasi-organisasi mahasiswa di Paris, Perancis, unsur-unsur dari Dinas Intelijen Politik Belanda mulai menaruh curiga terhadap kegiatan Mononutu.
Pemerintah kolonial Belanda di Indonesia mulai menyebarkan desas-desus kepada ayahnya bahwa Mononutu bersimpati kepada gerakan komunis serta mengancam ayahnya untuk dipindahkan dari posisinya jika ia terus mengirim uang kepada Arnold Mononutu.Berhentinya pembiayaan dari sang ayah membuat Mononutu menjadi tergantung pada teman-temannya. Pada saat kembali dari Perancis ke Belanda, Mononutu kemudian tinggal bersama Ali Sastroamidjojo dan keluarganya.
Suatu ketika pamannya yang datang ke Belanda secara diam-diam memberikan uang dari ayahnya kepada Mononutu. Dengan uang itu ia kemudian dapat membayar semua hutangnya dan ia kembali ke Indonesia pada bulan September 1927.
Sekembalinya ke Indonesia, Mononutu segera terlibat dalam berbagai gerakan nasionalisme. Ia bergabung menjadi anggota Partai Nasionalis Indonesia (PNI) yang kala baru saja dibentuk. Untuk pertama kalinya Ia juga bertemu dengan Soekarno yang merupakan pendiri PNI. Ia juga bertemu dan berkawan dengan Suwirjo dan Sugondo Djojopuspito, pemimpin dari Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia yang merupakan organisasi bagian dari Kongres Pemuda Indonesia II,
Saat di Indonesia, awalnya Mononutu bekerja pada sebuah perusahaan eksplorasi minyak milik Jepang yang bernama Mitsui Buissan Kaisha. Akan tetapi, ia kemudian memutuskan untuk berhenti dan bekerja di sebuah Perguruan Rakyat meski dengan gaji yang jauh lebih rendah. Ia bersama dengan guru-guru lainnya, termasuk Mohammad Yamin dan juga Gunawan Mangunkusumo mengajar dan mengelola perguruan rakyat. Sampai akhirnya pada tahun 1930, Mononutu dengan terpaksa harus meninggalkan posisinya di Perguruan Rakyat untuk kembali ke Manado stelah dia menerima kabar bahwa ibunya jatuh sakit.
Di Manado Mononutu tinggal selama 12 tahun, yakni dari 1930 hingga 1942. Dalam kurun waktu tersebut, ia bekerja sebagai direktur koperasi kopra yang memiliki kurang lebih 500 anggota yang tersebar di seluruh pelosok Minahasa dan Bolaang Mongondow. Mononutu juga berhasil mendapatkan kredit dari Bank Kredit Umum Rakyat (Algemene Volkscredietbank) atau yang sekarang dikenal dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI). Kredit tersebut ia gunakan untuk membayar hutang para petani kopra agar memungkinkan para petani untuk menjual kopra mereka ke koperasi dengan harga lebih stabil dan sesuai dengan standar.
Pada era awal pendudukan Jepang, Mononutu menjadi salah satu tokoh yang dicari oleh Jepang karena sikap nasionalisnya dan juga keterkaitannya dengan organisasi-organisasi nasionalis. Dengan bantuan seorang Jepang yang bernama Yamanishi, Mononutu melarikan diri ke Ternate, Maluku, dan menetap disana hingga akhir pendudukan Jepang.
Setelah Indonesia berhasil memproklamirkan kemerdekaanya, Mononutu tetap memilih tinggal di Maluku untuk membantu rakyat disana. Ia kemudian mendirikan sebuah organisasi politik yang bernama Persatuan Indonesia serta menerbitkan koran yang ia beri nama Menara Merdeka. Melalui koran tersebut. Mononutu berjuang untuk mempromosikan cita-cita Persatuan Indonesia. Di dalamnya juga termuat pesan-pesan pro-republik dan kritik atas upaya-upaya Belanda untuk membentuk sebuah negara terpisah dari Republik Indonesia yang baru saja mencapai kemerdekaannya.
Upaya Belanda tersebut dfiantaranya adalah dengan membentuk Negara Indonesia Timur (NIT). Mononutu sendiri juga menjadi anggota parlemen NIT dan memimpin kelompok anggota parlemen yang pro-republik. Dia sangat fokus dengan usahanya untuk membujuk anggota parlemen lain guna mendukung gagasan menyatukan NIT dengan Republik Indonesia.
Pasca meletusnya Agresi Militer Belanda I pada tahun 1947, Mononutu mendirikan organisasi Gabungan Perjuangan Kemerdekaan Indonesia yang terus berusaha menyoroti upaya Belanda untuk kembali menjajah Indonesia. Pada Februari 1948, Mononutu memimpin sebuah delegasi perwakilan dari NIT untuk berkunjung dan bertemu dengan para pemimpin Republik Indonesia di kota Yogyakarta. Akhirnya, pada tahun 1949, semua upaya Mononutu tersebut membuahkan hasil, dimana NIT kemudian menjadi konstituen dari Republik Indonesia Serikat (RIS) yang kemudian dibubarkan dan menjadi Republik Indonesia yang bersatu.
Arnorld Mononutu sendiri beberapa kali ditunjuk sebagai Menteri Penerangan dalam beberapa kabinet pemerintahan Indonesia. Diantaranya adalah:
Ketika menjabat sebagai menteri penerangan, terjadi pergolakan pemberontakan di berbagai wilayah Indonesia. Kala itu, ia bersama Presiden Soekarno aktif dalam kunjungan daerah dimana terjadi aksi pemberontakan guna melakukan rapat terbuka untuk memperkenalkan cita-cita bangsa Indonesia yang bersatu.
Kemudian, pada tahun 1949, setelah berlangsungkan KMB di Den Haag dan disepakatinya pembentukan Republik Indonesia Serikat, ia mengumumkan perubahan nama Batavia menjadi Jakarta. Sementara koleganya, Mr. Soedibjo Wirjowerdojo, membuat pengumuman yang sama di Belanda.
Pada tahun 1960, Arnold Mononutu ditunjuk oleh Soekarno untuk menjadi rektor Universitas Hasanuddin. Dibawah kepemimpinannya, Universitas Hasanuddin tumbuh pesat.Dalam lima jumlah mahasiswa yang awalnya sekitar 4000 mahasiswa menjadi sekitar 8000 mahasiswa. Demikian juga jumlah fakultas yang awalnya hanya tiga fakultas, yaitu Fakultas Ekonomi, Fakultas Hukum, dan Fakultas Kedokteran, maka selama masa 5 tahun jabatannya, enam fakultas baru didirikan, yakni Fakultas Ilmu Pasti dan Alam, Fakultas Sosial Politik, Fakultas Pertanian, Fakultas Sastra, Fakultas Peternakan, dan Fakultas Teknik.
Pada tanggal 5 September 1983, Arnold Manopo meninggal di jakarta pada usianya yang ke-86 tahun.
Atas jasa-jasanya sebelum dan setelah Indonesia mencapai kemerdekaannya, ia dianugerahi tanda jasa oleh Presiden Soekarno, yaitu Bintang Mahaputra Utama pada tanggal 15 Februari 1961. Kemudian pada tanggal 10 November 2020, Presiden Joko Widodo kembali menganugerahi Arnold Manopo dengan gelar Pahlawan Nasional.