Sejarah

Biografi Frans Kaisiepo Singkat

√ Edu Passed Pass education quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Nama Frans Kaisiepo mungkin masih jarang terdengar di telinga kita, namun kamu pasti tidak asing dengan wajah beliau. Ia adalah pahlawan nasional dari Papua yang kini wajahnya tercantum pada uang pecahan rupiah yaitu pada nominal 10.000.

Frans Kaisiepo lahir di Wardo, Biak, Papua pada tanggal 10 Oktober 1921. Ia merupakan seorang putra dari ketua suku Biak Numfor yang juga merupakan seorang pandai besi yang bernama Alberto Kaisiepo. Sedangkan ibunya bernama Albertina Maker.

Meski Frans hidup di pedalaman namun beruntungnya mendapat akses pendidikan. Masa kecil Frans menempuh pendidikan di sekolah dengan sistem Belanda. Setelah lulus ia melanjutkan pendidikannya ke LVVS di Korido kemudian lanjut ke sekolah guru normalis yang ada di Manokwari.

Sejak remaja ia sudah ikut aktif dalam gerakan membela kemerdekaan Indonesia terutama di wilayah Irian. Ia bahkan dikenal sebagai seorang yang sangat anti-Belanda. Rasa nasionalismenya semakin bertambah setelah bertemu gurunya yaitu Soegoro Atmoprasodjo yang merupakan orang kepercayaan Belanda namun selalu menyebarkan semangat nasionalisme.

Frans Kaiseipo memimpin rekan-rekannya untuk menyatukan wilayah di Papua dan mempertahan kemerdekaan Indonesia. Pada tiga hari sebelum proklamasi kemerdekaan dikumandangkan oleh Ir. Soekarno, Frans Kaisiepo dan teman seperjuangannya memperdengarkan lagu kebangsaan di kampung Harapan Jayapura.

Kemudian setelah beberapa hari kemerdekaan tepatnya pada 31 Agustus 1945 Frans bersama dengan yang lainnya mengadakan upacara bendera dengan diiringi lagu kebangsaan Indonesia Raya.  Frans Kaisiepo juga merupakan pendiri dari Partai Indonesia yang dibentuk pada 10 Juli 1946 dan dipimpin oleh Lukas Rumkofen.

Pada tahun 1946 Frans terlibat dalam konferensi Malino guna membahas pembentukan Negara Republik Indonesia Serikat atau RIS. Ia merupakan satu-satunya perwakilan dari tanah Papua. Pada konferensi tersebut Frans mengusulkan agar nama Papua diganti menjadi Irian. Ia juga menolak usulan Soekarno untuk membentuk negara Indonesia Timur.

Dua tahun setelah konferensi terjadi pemberontakan terhadap kolonial Belanda yang diketuai oleh Frans Kaisiepo. Pada tahun 1949, Belanda menunjuk Frans sebagai perwakilan mereka untuk wilayah Papua Nugini dalam Konferensi Meja Bundar di Belanda. Namun permintaan tersebut ditolak dengan tegas dan mengakibatkan dirinya di penjara selama lima tahun yaitu dari 1954-1961.

Pada tahun 1961, Frans mendirikan Partai Politik Irian yang bertujuan untuk menyatukan wilayah Papua Nugini sebagai bagian dari Indonesia. Partai ini dibentuk setelah Soekarno mencetuskan TRIKORA (Tiga Komando Rakyat). Gerakan ini dibentuk dalam rangka menyatukan Irian dengan Indonesia melalui perjanjian New York yang pada tanggal 15 Agustus 1963.

TRIKORA menghendaki Belanda agar menyerahkan kekuasaan politis Irian Barat ke pangkuan Indonesia. Dalam gerakan ini Frans kerap melindungi para sukarelawan yang ikut dalam infiltrasi wilayah Irian barat secara diam-diam. Dari gerakan TRIKORA ini Indonesia berhak atas pengembangan wilayah Irian dari tahun 1963-1969 melalui pengawasan PBB.

Selama itu Irian bisa memutuskan untuk bergabung atau melepaskan diri dari Indonesia. Namun pada saat itu Gubernur pertama Irian Eliezer Jon Bonay justru menjadi tokoh yang paling berpengaruh dalam Organisasi Papua Merdeka (OPM). Namun Frans tetap berjuang untuk menyatukan wilayah Irian dengan NKRI. Perjuangannya pun terbayarkan dengan bergabungnya Irian dengan Indonesia pada tahun 1972.

Tak lama setelah tujuan utamanya berhasil, Frans menghembuskan nafas terakhirnya di kediamannya pada 10 April 1979. Putra terbaik Irian ini kemudian dikenang jasa-jasanya dengan mengabadikan namanya untuk sebuah bandara di Biak. Frans resmi menjadi pahlawan nasional 1993 setelah dikeluarkannya Surat Keputusan Presiden No. 077/TK/1993.