Cerpen memiliki dua unsur penting yang terkandung di dalamnya. Unsur-unsur tersebut yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik dalam cerpen. Kedua komponen tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ciri-ciri cerpen.
Pada pembahasan kali ini akan dibahas secara khusus mengenai unsur intrinsik cerpen. Unsur intrinsik menurut para ahli secara umum adalah unsur pembangun cerpen yang berasal dari cerpen itu sendiri.
Apa Itu Unsur Instrinsik ?
Unsur intrinsik terdiri dari tema, tokoh dan penokohan, alur cerita, latar, macam-macam gaya bahasa dalam cerpen, sudut pandang, dan amanat.
Agar lebih memahami unsur intrinsik cerpen, mari kita simak dalam beberapa contoh unsur intrinsik pada beberapa penggalan cerpen berikut.
Penggalan cerpen “Hening di Ujung Senja”, karya Wilson Nadeak (dalam kumpulan cerpen Kompas 2007)
Ia tiba-tiba muncul di muka pintu. Tubuhnya kurus, di sampingnya berdiri anak remaja. Katanya itu anaknya yang bungsu. Kupersilakan duduk sambil bertanya-tanya dalam hati, siapa mereka berdua?
“Kita teman bermain waktu kecil. Di bawah pohon bambu. Tidak jauh dari tepi Danau Toba,” katanya memperkenalkan diri. Wau, kataku dalam hati. Itu enam puluh tahun yang lalu. Ketika itu masih anak kecil, usia empat tahun barangkali. “Ketika sekolah SD kau pernah pulang ke kampung dan kita bersama-sama satu kelas pula,” katanya melanjutkan. Aku tersenyum sambil mengangguk-angguk. Belum juga dapat kutebak siapa mereka. Ia seakan-akan mengetahui siapa mereka sesungguhnya. “Wajahmu masih seperti dulu,” katanya melanjutkan. “Tidakkah engkau peduli kampung halaman?” tanyanya. “Tidakkah engkau peduli kampung halamanmu?” tanyanya membuat aku agak risih. Dulu pernah keinginan timbul di hati untuk membangun kembali rumah di atas tanah adat yang tidak pernah dijual. Pelahan-lahan timbul ingatan di dalam benakku.
“Rumah kita dahulu berhadap-hadapan, ya?” kataku. Ia mengangguk. “Kalau begitu, kau si Tunggul?”
“Ya,” jawabnya dengan wajah yang mulai cerah.
Lalu ia mengatakan perlunya tanah leluhur dipertahankan. “Jangan biarkan orang lain menduduki tanahmu. Suatu saat nanti, keturunanmu akan bertanya-tanya tentang negeri leluhur mereka,” katanya dengan penuh keyakinan. “Kita sudah sama tua. Mungkin tidak lama lagi kita akan berlalu. Kalau kau perlu bantuan, aku akan menolongmu.”
“Akan kupikirkan,” kataku. “Nanti kubicarakan dengan adik dan kakak,” jawabku.
Pertemuan singkat itu berlalu dalam tahun. Pembicaraan sesama kakak-beradik tidak tiba pada kesimpulan. Masing-masing sibuk dengan urusan sendiri. Dan ketika aku berkunjung ke kampung halaman, kutemukan dia dengan beberapa kerabat dekat lainnya. Kudapati ia terbaring di tempat tidur, di ruangan sempit dua kali dua meter. Beberapa slang oksigen di hidungnya. Ia bernapas dengan bantuan oksigen. Matanya berkaca-kaca sambil mulutnya berkata, “Kudengar kau datang. Beginilah keadaanku. Sudah berbulan-bulan.” Agak sulit baginya berbicara. Dadanya tampak sesak bernapas. Aku tidak mungkin berbicara mengenai tanah itu. Kuserahkan persoalannya kepada keluarga dekat.
Pada penggalan cerpen di atas, berikut unsurinstrinsik yang terkandung di dalamnya:
Tema : menjalaniusia tua
Tokoh dan penokohan : Aku, memiliki sifat ramah,perhatian dengan anggota keluarga.
Alur cerita : mundur(ada pada kalimat “Pertemuan singkat itu berlalu dalam tahun”)
Latar :Rumah tokoh utama (ada pada kalimat “Ia tiba-tiba muncul di muka pintu”)
Sudut pandang :orang pertama (menceritakan dengan kata “aku”)
Gaya bahasa : majas asosiasi pada kalimat “wajah yang mulai cerah”, majas depersonifikasi pada kalimat “Matanya berkaca-kaca”, majas simile pada kalimat “Dadanya tampak sesak bernapas”.
Amanat : selagi mudasaling menyayangi dengan anggota keluarga agar di usia tua tidak kesepian.
Penggalan cerpen “Gerhana Mata”, karya Djenar Mahesa Ayu (dalam kumpulan cerpen Kompas 2007)
Saya tahu, saya akan bisa mengulanginya lagi. Tapi dengan satu konsekuensi. Harus mengerti statusnya sebagai laki-laki beristri. Bertemu kala siang, bukan kala pagi atau malam hari. Kala siang dengan durasi waktu yang amat sempit. Bukan kala pagi atau malam hari yang terasa amat panjang dalam penantian dan rindu yang mengimpit. Membuat saya kerap merasa terjepit. Antara lelah dan lelah. Antara pasrah dan pasrah. Saya terjebak dan berputar-putar pada dua pilihan yang sama. Saya jatuh cinta.
Andai saja saya bisa mendepak cinta dan menghadirkan logika, mungkin tak akan seperti ini saya tak berdaya. Mungkin suara-suara yang kerap menghantui dengan pertanyaan dan jawaban akan lain bunyinya. Mungkin malam akan membuat saya takut. Dan dengan tubuh lain ke dalam selimut saya akan beringsut. Juga tak akan ada siang di mana saya meradang dan menggelepar atas tubuh yang menyentuh di atas seprai kusut lantas terhenti oleh dering panggilan ponsel yang membuat satu-satunya fungsi pada tubuhnya yang mempersatukan tubuh kami jadi menciut.
Mungkin…
Mungkin satu saat nanti ia akan mengalami gerhana mata seperti saya. Dan kami bisa tinggal dalam satu dunia yang sama. Tak bertemu hanya kala siang. Tak menunggu kala pagi dan malam. Tak ada pertanyaan mengapa hanya bertemu kala siang. Bukan kala pagi atau malam. Tak ada jawaban karena cinta membutakan saya. Diganti dengan jawaban, karena cinta telah membutakan kami berdua.
Mungkin…
Enam tahun sudah waktu bergulir. Sejak kemarin, di jari manis kanan saya telah melingkar cincin dengan namanya terukir. Dalam kegelapan malam kedua mata ini menumpahkan air. Di atas pembaringan tanpa suami yang tetap tak akan hadir.
Pada penggalan cerpen di atas, berikut unsurinstrinsik yang terkandung di dalamnya:
Tema :cinta buta
Tokoh dan penokohan : Saya, memiliki mudah jatuhcinta,
Alur cerita : mundur(ada pada kalimat “Enam tahun sudah waktu bergulir”)
Latar :di kamar, lebih tepatnya di kasur tokoh utama (ada pada kalimat “Di atas pembaringan”)
Sudut pandang : orang pertama(menceritakan dengan kata “saya”)
Gaya bahasa : majas personifikasi pada kalimat “Andai saja saya bisa mendepak cinta dan menghadirkan logika”, “cinta membutakan saya “,cinta telah membutakan kami berdua”, dan “Mungkin suara-suara yang kerap menghantui..”, majas simile pada kalimat “mengalami gerhana mata seperti saya”, majas hiperbola “kedua mata ini menumpahkan air”.
Amanat : sebaiknyajangan jatuh cinta dengan laki-laki suami orang.
Demikian contoh unsur intrinsik pada cerpen yang sering kita jumpai.