Daftar isi
Cerpen atau cerita pendek adalah salah satu bentuk karya sastra fiksi, yang dibangun dari dua unsur yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik dalam cerpen. Salah satu unsur intrinsik dalam cerpen adalah gaya bahasa yang turut mempengaruhi nilai dari suatu karya sastra.
Untuk menganalisis mengenai macam – macam majas dalam cerpen sebagai gaya bahasa yang digunakan, cerpen berjudul “Robohnya Surau Kami” buah karya A.A. Navis akan dijadikan sebagai acuan.
A.A.Navis lahir di Padang Panjang, Sumatera Barat pada 17 November 1924 dan memiliki beberapa karya lain seperti Hujan Panas (1964), Kemarau (1967), Di Lintasan Mendung (1983), Dialektika Minangkabau (1983), Alam Terkembang Jadi Guru (1984), Bertanya Kerbau Pada Pedati (2002) dan Saraswati, Si Gadis Dalam Sunyi (2002).
Robohnya Surau Kami adalah cerpen bertema sosio – religi dari A.A.Navis yang terbit pertama kali pada 1956. Cerpen ini menceritakan tentang kematian seorang kakek penjaga surau atau masjid kecil di kota kelahiran sang tokoh utama cerpen.
Dengan cara bunuh diri setelah mendapat cerita dari Ajo Sidi si pembual tentang Haji Soleh yang masuk neraka walaupun sehari – hari ia beribadah di masjid seperti si kakek.
Cerpen ini cukup memikat para pembacanya dan dianggap sebagai karya monumental dalam dunia sastra Indonesia sehingga dijadikan sebagai bahan ajar dan literatur klasik dalam bahasa Indonesia.
Penggunaan Gaya Bahasa
Sebagai cerita klasik, sudah pasti cerpen Robohnya Surau Kami mengandung banyak majas atau gaya bahasa di dalamnya yang turut memperkaya isi kandungannya. Pembahasan mengenai apa saja gaya bahasa dalam cerpen Robohnya Surau Kami dapat disimak berikut ini.
1. Majas Perbandingan
Majas perbandingan adalah gaya bahasa yang menyatakan perbandingan dengan tujuan untuk meningkatkan kesan kepada pembacanya. Ada beberapa macam majas perbandingan sebagai gaya bahasa dalam cerpen Robohnya Surau Kami yaitu:
Simile merupakan pengungkapan dengan menggunakan perbandingan secara eksplisit yang dinyatakan dengan kata depan atau kata penghubung.
Gaya bahasa perbandingan yang ditemukan dalam cerpen Robohnya Surau Kami salah satunya adalah majas simile, yang berasal dari kalimat : “Seluruh hidupnya bagai jadi meredup seperti lampu kemerisikan sumbu”. Kalimat tersebut digolongkan kepada majas simile karena menggunakan kata bagai dan seperti.
Pengertian majas metafora mengungkapkan sesuatu secara langsung berupa perbandingan analogis. Gaya bahasa dalam cerpen Robohnya Surau Kami ini terlihat pada salah satu kalimat, misalnya pada kalimat
“Sedangkan bibirnya membariskan senyum, serta matanya menyinarkan cahaya yang cemerlang”. Majas tersebut mengandung mengenai makna kebahagiaan seseorang terhadap sesuatu yang terjadi pada dirinya, melalui kalimat diatas mengandung arti ada sebuah kebahagiaan yang ditunggu – tunggu.
Personifikasi membandingkan benda – benda tidak bernyawa sehingga seolah – olah hidup atau bersifat seperti manusia. Majas personifikasi terlihat pada kalimat
“Kedamaian alam yang memagutnya tadi, serta merta terlempar jauh, terpelanting remuk”. Majas personifikasi terdapat pada kata alam yang seakan – akan hidup seperti manusia.
Majas alegori yang menyatakan dengan cara lain, kiasan atau penggambaran lain. Majas alegori biasanya berbentuk cerita penuh dengan simbol moral.
2. Majas Pertentangan
Contoh majas pertentangan terdapat pada kata – kata yang mengandung kiasan dengan menyatakan pertentangan dengan yang sebenarnya dimaksudkan oleh pembicara atau penulisnya untuk meningkatkan kesan kepada pembaca. Dalam Robohnya Surau Kami, terdapat dua macam majas pertentangan.
Majas hiperbola adalah gaya bahasa yang melebih – lebihkan suatu peristiwa. Dalam salah satu bagian mengandung kalimat bermajas hiperbola sebagai gaya bahasa dalam cerpen Robohnya Surau Kami seperti berikut :
“ Api neraka tiba – tiba menghawakan kehangatannya ke tubuh Haji Saleh”. Majas hiperbola dalam kutipan tersebut adalah kata – kata api neraka.
- Majas Litotes
Majas litotes terdapat pada gaya bahasa yang merendahkan diri atau tidak menyebutkan yang sebenarnya. Gaya bahasa Litotes terdapat pada kalimat
“Pada simpang kecil ke kanan, simpang yang kelima, membeloklah ke jalan sempit itu. Dan di ujung jalan nanti Tuan temui sebuah surau tua”. Kata surau tua termasuk pada majas litotes pada cerpen, yang artinya adalah sebuah masjid di suatu perkampungan.
3. Majas Pertautan
Majas pertautan merupakan kata – kata kiasan yang bertautan dengan gagasan atau ingatan. Ada dua majas pertautan sebagai gaya bahasa dalam cerpen Robohnya Surau Kami yaitu:
- Majas Sinekdoke
Pada salah satu judul cerpen yang bernama Dari Masa ke Masa terdapat dialog “Apa janji itu beliau lakukan?” Tanya sobat saya yang bekas diplomat itu. Yang menjadi salah satu gaya bahasa majas sinekdoke totem pro parte adalah kata – kata bekas diplomat.
Terdapat pada salah satu cerpen yang berjudul Anak Kebanggan, yaitu : “Bila perlu, meski dengan resiko besar, bangunkanlah kembali mahligai angan – angannya”.
Contoh majas eufemisme terletak pada kata “bangunkanlah kembali mahligai angan – angannya”, yang berarti memberikan semangat kepada yang jiwa semangatnya sedang redup.
4. Majas Perulangan
Majas perulangan atau majas penegasan adalah kata – kata kiasan yang menyatakan penegasan untuk meningkatkan kesan serta pengaruh kepada pendengar atau pembacanya. Dalam cerpen Robohnya Surau Kami, hanya ada satu majas perulangan yang ditemukan.
- Majas Asonansi
Salah satu gaya bahasa dalam cerpen Robohnya Surau Kami adalah contoh majas asonansi pada cerpen Dari Masa ke Masa yaitu pada kalimat “Orang – orang muda lebih mudah digembalakan”. Asonansi terlihat pada kata muda dan mudah.
5. Majas Sindiran
Majas sindiran adalah gaya bahasa yang mengungkapkan maksud atau pernyataan menggunakan kata – kata bersifat menyindir untuk memperkuat maknanya. Gaya bahasa dalam cerpen Robohnya Surau Kami mengandung satu majas sindiran yaitu majas sinisme.
- Majas Sinisme
Majas atau gaya bahasa yang menggunakan kata – kata sebaliknya, mirip dengan ironi tetapi lebih kasar. Majas sinisme sebagai gaya bahasa dalam cerpen Robohnya Surau Kami terlihat pada kalimat yang dinyatakan oleh tokoh aku :
“…dan yang terutama ialah sifat masa bodoh manusia sekarang, yang tak hendak memelihara apa yang tak dijaga lagi”. Pernyataan itu adalah sebuah simbol untuk menunjukkan keadaan masyarakat sekarang, untuk mengingatkan, menasehati atau mengejek pembaca dan masyarakat secara umum.
Sebagai salah satu bentuk karya sastra, cerpen sudah jelas dapat memberikan manfaat sebagaimana bentuk karya sastra yang lainnya.
Cerpen dapat memberikan hiburan berupa kenikmatan membaca,mengembangkan imajinasi, memberikan pengalaman, menggambarkan perilaku manusia secara umum.
Maka dengan manfaatnya tersebut, sudah tentu suatu cerpen sangat layak untuk dijadikan bahan pembelajaran mengenai bagaimana berbahasa Indonesia yang baik dan benar.