Hak Oktroi VOC : Pengertian, Isi, Dampak, dan Faktor

√ Edu Passed Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) merupakan sebuah organisasi yang dibentuk pada masa kolonial Belanda oleh pihak Belanda. Johan Van Oldenbarnevelt adalah pendiri VOC di tahun 1602 di mana kemudian organisasi perdagangan ini dapat menguntungkan bagi Belanda.

Di tengah persaingan dagang (diawali dengan kasus perebutan rempah di Banten pada tahun 1596 yang menurunkan harga rempah secara drastis), VOC sengaja dibentuk dengan wewenang yang besar sehingga tiada lawan. Belanda tidak lagi menderita kerugian ataupun kesulitan dalam pemasukan karena segala sumber penghasilan datang dari VOC.

Walaupun biasanya sebuah organisasi memiliki kekuasaan yang terbatas, tidak dengan VOC. Bila diumpamakan, maka kekuasaan organisasi ini justru setara dengan besarnya kekuasaan suatu negara yang seolah tidak bisa diganggu gugat dan sulit dikalahkan oleh pihak manapun.

Pengertian Hak Oktroi VOC

Rahasia dibalik wewenang super besar tersebut yang membawa keuntungan tanpa batas bagi Belanda adalah Hak Otroi VOC, yakni hak-hak istimewa yang Kerajaan Belanda berikan kepada organisasi tersebut. Kata “oktroi” berasal dari kata auctorare yang merupakan bahasa Latin dan memiliki makna “otorisasi”.

Perdagangan menjadi lebih lancar ketika seseorang atau pihak tertentu memegang Hak Oktroi VOC, termasuk dalam hal penjualan dan eksploitasi produk. Hak ini bisa dipindahtangankan dari pihak berwenang ke pihak lainnya untuk bisa menjalankan usaha tanpa ada yang menghambat.

Selama Belanda di Indonesia dan melakukan usaha dagang, segala urusan perizinan perusahaan pun bisa dengan mudah dan cepat selesai berkat hak oktroi tersebut. Pihak pemegang hak oktroi bisa menentukan siapa yang boleh maupun tidak boleh berdagang, menggunakan, memproduksi, mengimpor, maupun menyimpan produk tertentu di Indonesia.

Oleh sebab itu, keberadaan Hak Oktroi VOC kemudian memuluskan monopoli perdagangan oleh VOC karena Belanda ingin selalu memenangkan persaingan dagang. Dengan kata lain, VOC merupakan perwakilan pemerintah Belanda untuk bisa menguasai perdagangan bahkan di wilayah-wilayah baru.

Isi Hak Oktroi VOC

Hak Oktroi VOC tidak hanya berisikan segala hal untuk kepentingan dagang saja. Dan karena hak ekslusif ini ada untuk melindungi perdagangan Belanda (baik sesama pedagang maupun sesama bangsa Eropa dan Asia lainnya), berikut adalah isi hak oktroi tersebut.

  1. Menjadi wakil resmi pemerintah Belanda di Asia.
  2. Mencari kolonial baru, berperang (menyatakan perang sewaktu-waktu jika diperlukan dengan negara/kerajaan lain di Indonesia dan memiliki pasukan/angkatan perang sendiri), merebut dan memerintah negara jajahan.
  3. Melakukan monopoli perdagangan di Asia, baik itu Nusantara maupun wilayah timur Tanjung Harapan.
  4. Melakukan monopoli perdagangan termasuk di wilayah antara Afrika dan Amerika Selatan.
  5. Melakukan monopoli perdagangan di Hindia Timur, khususnya untuk rempah-rempah.
  6. Mencetak dan mengedarkan mata uang sendiri.
  7. Memungut pajak (pungutan wajib yang disebut dengan istilah verplichte leverantie dari kerajaan-kerajaan di Indonesia serta termasuk rakyat Indonesia untuk hasil bumi dan sewa tanah kepada contingenten dan Belanda).
  8. Merekrut pegawai baru maupun memberhentikannya sewaktu-waktu apabila sudah tidak diperlukan.
  9. Membuat perjanjian damai dengan negara/kerajaan yang sempat berseteru.

Dari isi hak oktroi tersebut dapat disimpulkan bahwa keberadaan hak istimewa VOC tersebut sama seperti mereka sedang melaksanakan pemerintahannya sendiri (seperti sebuah negara yang tengah berada di dalam negara lain). Ada kekuasaan yang bersifat absolut bagi siapapun pemegang Hak Oktroi VOC.

Dampak Hak Oktroi VOC

Karena kekuasaan yang dimiliki VOC kala itu sangat besar, mereka dapat berpengaruh di mana saja, termasuk ikut campur tangan mengurus hal-hal yang sebenarnya bukan ranahnya. Tidak sekadar ikut campur, dengan hak istimewa yang VOC miliki, mereka bahkan bisa mengatur kebijakan-kebijakan baru untuk sejumlah kerajaan di Indonesia.

Dengan kata lain, beberapa pemimpin kerajaan di Indonesia tidak lagi mampu berkutik melawan VOC atau bahkan menolak permintaan atau penawaran VOC karena telah menerima bantuan mereka.

Ini adalah awal VOC menjadikan beberapa kerajaan di Indonesia tersebut sebagai “boneka” yang dapat mereka kontrol demi meraup keuntungan bagi organisasi. Kekuasaan dan intimidasi super besar dari keberadaan Hak Oktroi VOC kemudian mengakibatkan rangkaian dampak-dampak sebagai berikut.

  • Menduduki Indonesia bagian timur, yakni wilayah Ambon.
  • Merebut benteng pertahanan Portugis di Indonesia (yang kala itu ada di Maluku), lalu memberi nama benteng tersebut Benteng Victoria.
  • Mengusir Portugis dari Maluku sebagai bentuk bantuan terhadap Sultan Baabullah; sebagai gantinya, VOC memonopoli perdagangan di Maluku.
  • Melarang pedagang-pedagang Maluku menjual rempah-rempah ke pedagang lain sehingga VOC harus mengawasi para pedagang ini melalui pelayaran Hongi untuk mengetahui siapa yang mematuhi aturan tersebut dan siapa yang tidak. Bagi yang melanggar dan justru menjual rempah ke pedagang lain, pedagang yang dimaksud akan memperoleh hukuman berat dari para VOC.
  • Mengatur dan mengendalikan seluruh proses penebangan tanaman rempah-rempah sekaligus produksinya, padahal semua tanaman dan produksi rempah-rempah tersebut kesemuanya adalah milik orang dan pedagang Maluku.
  • Memungut pajak dari rakyat yang menggunakan hasil bumi; pembayaran pajak ini bersifat wajib.
  • Menunjuk Pieter Both (gubernur jenderal) sebagai pengendali kekuasaan khusus di wilayah-wilayah yang telah berada di bawah wewenang VOC; hal ini terjadi pada tahun 1610 dan dilakukan oleh Heeren Zeventien.
  • Pieter Both membuat dan menetapkan beberapa kebijakan yang diantaranya adalah pembangunan pos perdagangan di Banten dan Maluku, pembentukan perjanjian dengan penguasa Maluku untuk menaruh lebih banyak pengaruh VOC, pembelian tanah dengan luas 91×91 m di Jayakarta yang di kemudian hari kita kenal sebagai Kota Batavia, serta pendekatan dengan Pangeran Wijayakrama saat ke Jayakarta untuk menjalin hubungan baik.
  • Membentuk Dewan Hindia (Road van Indie) sebagai penasehat sekaligus pengawas gubernur jenderal supaya bisa menjalankan kekuasaannya dengan baik dan terkontrol.
  • Memberi bantuan kepada penguasa daerah konflik dengan meminta imbalan setelah konflik berhasil diatasi. Biasanya imbalan yang diminta VOC adalah berupa daerah kekuasaan.
  • Menjalin kerja sama dan hubungan baik dengan pemerintah tradisional agar penguasaan wilayah di Indonesia bisa berjalan lancar dan semakin luas.
  • Memerintahkan warga Priangan, Jawa Barat untuk menanam kopi di wilayah mereka; hal ini tergolong sebagai bentuk kerja paksa agar Belanda diuntungkan.
  • Meminta rakyat wajib membayar pajak dalam bentuk hasil bumi yang sama sekali belum VOC miliki dan monopoli.
  • Menduduki wilayah sebelah barat Indonesia usai mengusir Portugis dan menggantikan posisi Portugis di Malaka pada tahun 1641.
  • Menguasai Makassar setelah berhasil melakukan pemaksaan terhadap Sultan Hasanuddin untuk menyerah sekaligus menandatangani Perjanjian Bongaya di tahun 1667.
  • Memperoleh hak monopoli dagang dari Raja Sulaiman (Kalimantan Selatan) setelah melakukan pemaksaan; setelah semakin berkuasa, VOC berupaya mempertahankan wilayah yang sudah berhasil dikuasai dengan membangun benteng pertahanan di tiap-tiap wilayah tersebut.
  • Mengatur tidak hanya hal-hal perdagangan, tapi juga segala kegiatan pemerintahan dan turut campur dalam bidang politik wilayah yang sudah dikuasai. Tindakan tersebut menunjukkan bahwa VOC menggunakan hak oktroi bukan seperti organisasi biasa melakukan seperti sebuah negara.

Faktor Akhir Masa Jaya VOC dan Hak Oktroi-nya

Hak Oktroi VOC menjadi kunci keberhasilan VOC dan pihak Belanda menguasai wilayah Indonesia dari barat hingga timur (walaupun belum semua, namun sebagian besar telah berada di tangan mereka). Namun rupanya, organisasi yang lebih menyerupai sebuah negara ini tidak bertahan terlalu lama.

Setiap organisasi memiliki masalahnya masing-masing, begitu pula VOC kala itu, dan berikut ini adalah faktor-faktor dibalik runtuhnya VOC dan hak oktroi tidak lagi dapat menyelamatkan.

  • Masalah Pengawasan

Ketamakan dalam hal menguasai berbagai wilayah Nusantara menjadi suatu faktor yang justru melemahkan VOC. Masalah pertama yang timbul di dalam organisasi ini adalah kesulitan dan kewalahan dalam hal pengawasan setiap wilayah kekuasaan mereka.

Karena terlalu banyak hal yang mereka turut campur tangan, tidak hanya dalam hal perdagangan, namun politik dan pemerintahan juga, maka mereka tidak lagi mampu melakukan seperti awal mulanya. Salah satu daerah kekuasaan VOC, yakni Batavia, mengalami pertumbuhan penduduk pesat kala itu.

Sebagai wilayah yang dijadikan pusat kekuasaan VOC, Batavia kemudian menjadi padat penduduk sehingga berbagai kegiatan tidak lagi bisa dengan mudah diawasi dan dikendalikan oleh VOC. Hal ini menjadi awal dari persoalan serius yang belum disadari oleh pejabat maupun anggota organisasi Belanda ini.

  • Masalah Keuangan

Selain kewalahan dalam hal pengawasan, masalah keuangan pun ikut timbul. Masalah keuangan tidak terjadi begitu saja, tapi dari hutang yang terus menumpuk sejak tahun 1673. Meski semula VOC memperoleh keuntungan besar dari monopoli perdagangan dan penguasaan wilayah, hutang membuat keuntungan tersebut menurun drastis.

Para petinggi VOC pun tidak seketat itu dalam pengaturan anggaran. Pengeluaran VOC kurang tepat sasaran, sebab mereka harus mengeluarkan biaya tinggi untuk keperluan perang, hingga penerapan feodalisme oleh pemerintah sehingga memengaruhi lilitan hutan yang semakin ketat.

Para petinggi VOC juga memiliki hobi membuang-buang uang untuk kesenangan pribadi. Tidak heran bila pengeluaran membengkak dan masalah keuangan semakin serius karena kebiasaan berfoya-foya mereka.

VOC tidak juga lepas dari masalah korupsi yang kemudian semakin menghancurkan kejayaan yang mereka telah dapatkan. Pejabat VOC terlalu sering menerima hadiah dan upeti setiap pergantian jabatan di organisasi yang kemudian membuat kepentingan pribadi menjadi prioritas daripada organisasi yang mereka jalankan.

Melalui penerimaan hadiah maupun upeti, hal ini sama dengan mendukung korupsi dan memperkaya diri. Ketika korupsi semakin sering terjadi, kondisi keuangan VOC memburuk dan kemudian mengakibatkan kebangkrutan.

Sejak VOC bangkrut dan diketahui korupsi sebagai penyebabnya, pemberian julukan Vergaan Onder Corruptie (tenggelam dalam korupsi) pun dimulai. Sebagai solusi akhir dari lilitan hutang VOC, Pemerintah Belanda mengambil alih seluruh saham sekaligus wilayah kekuasaan VOC dan pembubaran organisasi ini terjadi pada tahun 1799.

fbWhatsappTwitterLinkedIn