Daftar isi
Dinasti Abbasiyah adalah kekhalifahan yang menggantikan Dinasti Umayyah karena memiliki nasab yang lebih dekat dengan nabi Muhammad sehingga menganggap dirinya lebih berhak untuk menjadi pemimpin. Abdullah as-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas mendirikan dinasti ini pada tahun 132 H dan bertahan hingga 656 H atau sekitar 5 abad.
Berbagai pencapain telah diraih oleh dinasti ketiga ini dari berbagai bidang kehidupan. Lantas bagaimana kondisi kehidupan pada masa Dinasti Abbasiyah? Berikut penjelasannya.
Sudah menjadi kodratnya manusia merupakan makhluk yang tidak pernah bisa lepas dari manusia lainnya. Artinya setiap manusia di suatu tempat akan memiliki hubungan dengan manusia lainnya. Pada masa Dinasti Abbasiyah wilayah kekuasaannya membentang meliputi Sudan, Syam, Jazirah Arab, Iraq, Parsia, Mesir hingga ke China.
Masing-masing daerah tersebut saling berinteraksi membentuk suatu budaya yang disesuaikan dengan karakteristik mereka. Meskipun berbeda-beda namun masyarakat yang heterogen ini mampu hidup berdampingan.
Tidak ada kelas sosial di masa pemerintahan Abbasiyah berdasarkan ras, suku maupun warna kulit melainkan berdasarkan profesi atau jabatannya. Secara garis besar kelas sosial Abbasiyah terbagi ke dalam dua kelompok yaitu kelas khusus dan kelas umum. Kelas khusus diperuntukkan bagi khalifah beserta keluarganya (Bani Hasyim), pejabat negara, dan kaum bagsawan seperti kaum Quraisy, serta petugas negara seperti tentara dan kasim istana.
Sementara itu kaum umum diperuntukkan bagi mereka yang merupakan pelaku seni, sastrawan, ulama, saudagar dan pengusaha, serta tukang, petani maupun pedagang.
Selain kelompok diatas terdapat satu golongan lagi yang disebut sebagai kaum Taulid yakni orang-orang yang lahir dari perkawinan campur antar suku yang ada di kota Abbasiyah. Perkawinan silang tersebut biasanya dilakukan oleh petinggi negara maupun seniman. Dari golongan ini lah lahir anak-anak dengan intelektual yang tinggi dan perawakan yang cakap.
Sementara itu masalah sosial yang dialami selama masa Abbasiyah adalah adanya bentrok antara kaum Arab dengan kaum Non Arab atau Mawali yang fanatisme dan menganggap kaumnya lebih berhak atas segala bidang kehidupan.
Bidang ekonomi menjadi salah satu sektor yang berhasil berkembang pesat semasa kekhalifahan Dinasti Abbasiyah. Pemerintahan Abbasiyah mulai mengembangkan sistem irigasi di Sawad yang berhasil membawa sektor pertanian semakin berkembang pesat sehingga menunjang pertumbuhan ekonomi negara.
Khalifah Al-Manshur memindahkan ibukota dari Damaskus ke Baghdad dengan alasan tanah di sana lebih subur yang pastinya akan meningkatkan kualitas hasil pertanian mereka. Untuk memaksimalkan sistem pertanian mereka, dibangunkan dua kanal yakni kanal Nahr Isa dan kanal Sharah. Dengan memaksimalkan potensi dan kesuburan tanah, Abbasiyah berhasil unggul dalam hasil kapas, gandum, padi, kurma dan wijen bahkan menjadi pemasok utama untuk negara lainnya.
Tak hanya pertanian, sektor perdagangan juga diperhatikan oleh Khalifah Al-Manshur. Hal ini terlihat dari pemindahan ibukota ini juga dilandaskan pada lokasi Baghdad yang lebih strategis sehingga Abbasiyah dapat mengawasi jalur perdagangan lebih ketat. Abbasiyah mengirimkan hasil kapasnya ke China bahkan beberapa ada yang dikirim ke Negeri Tirai Bambu untuk urusan kerja sama dagang mereka.
Abbasiyah memanfaatkan jalur Laut Kaspia sebagai penghubung dengan negara-negara lainnya untuk mengimpor dan mengekspor barang-barang. Selain dengan negara Asia, Abbasiyah juga menjalin hubungan dagang dengan Afrika untuk membeli gading dan kayu bahkan budak.
Bidang industri juga berkembang pesat di Abbasiyah dimana mereka memproduksi kain sutera, wol, satin, brokat, karet dan kain-kain lainnya. Abbasiyah bahkan mengekspor hasil kainnya ke Eropa karena pada masa itu Abbasiyah memiliki teknologi yang paling mumpuni dibandingkan dengan negara lain sehingga tak heran hasilnya sangat berkualitas.
Kehidupan politik pada masa Dinasti Abbasiyah menerapkan sistem politik kekhalifahan sebagai pemimpin tertinggi mereka. Pejabat-pejabat dalam pemerintahan diambil dari berbagai kalangan tidak hanya bergantung pada orang-orang Arab melainkan juga dari golongan Malawi.
Beberapa petinggi berasal dari bangsa Persia dan bangsa-bangsa lainnya.
Sementara itu ahli sejarah membagi masa kekhalifahan Abbasiyah menjadi 5 periode seperti berikut ini.
Kemajuan juga dirasakan pada bidang kebudayaan yang dipengaruhi dari beberapa bangsa seperti berikut ini.
Seni Arsitektur yang menonjol pada masa Abbasiyah adalah corak Islam yang banyak diterapkan di masjid-masjid. Seni arsitektur Abbasiyah tidak banyak berubah dari masa Rasulullah, Khulafaur Rasyidin dan Bani Umayyah.
Ciri khas dari arsitektur yang berkembang pada abad ke 11 ini adalah mulai menggunakan batu bata dengan mengusung bentuk melengkung khas Persia. Pembangunan juga memperhatikan kepentingan sosial serta fasilitas istana. Contoh bangunan berseni arsitektur Abbasiyah adalah Istana Baghdad yang unik dengan adanya hiasan muqimas atau stalaktit seperti yang ditemukan pada bangunn kuburan. Contoh bangunan lainnya adalah masjid Samarra yang masih bertahan hingga saat ini.
Seni bahasa dan Sastra mengalami kemajuan dimana mulai bermunculan penyair dan aliran baru dalam dunia puisi. Pada masa Abbasiyah para penyair mulai memadupadankan budaya Arab dengan non Arab. Penyair yang muncul dan terkenal dari masa Abbasiyah adalah Abu Nawas, Abu ‘Atahiya, Abu Tamam, Da’bal al-khuza’i, Al-Buhtury dan masih banyak lagi.
Karya sastra lainnya yang berkembang pesat adalah prosa yang pada umumnya berupa novel, kumpulan nasihat, dan salinan terjemahan karya sastra bahasa asing lainnya. Diantara tokohnya yang terkenal pada masanya adalah Abdullah bin Muqaffa pengarang prosa Kalilah wa Dimnah, Abdul Hamid al-Katib yakni pelopor pengarang surat, Al-Jahiz penulis dari Kitabul Bayan Wat Tabyan, dan lainnya.
Seni musik sebenarnya sudah berkembang sejak era Umayyah namun pada masa Abbasiyah seni ini mengalami kejayaannya. Musik-musik yang diciptakan berisikan syair dan lirik tentang kecintaannya terhadap Islam. Tokoh-tokoh seni musik pada masa Abbasiyah yang termashur antara lain Yunus bin Sulaiman yang merupakan pelopor teori seni musik Islam pertama bahkan gaya berisiknya diterima di Eropa, Khalil bin Ahmad dimana karya-karya beliau menjadi kurikulum di sekolah-sekolah secara global, Hunain bin Ishaq yang berhasil menyalin dan menerjemahkan buku teori musik Plato dan Aristoteles ke dalam bahasa Arab.
Seni lukis pada masa Abbasiyah mengadopsi gaya dari Dinasti Sasania yang berkuasa sebelum era keislaman. Lukisan yang digambar biasanya berupa hewan, buah, tumbuhan ataupun orang yang sedang menari. Lukisan tersebut biasanya dapat ditemukan di tembok-tembok istana.
Militer sangat dibutuhkan dalam sebuah negara sebagai kekuatan untuk melindungi dari serangan-serangan bangsa lainnya. Pasukan Abbasid pada umumnya berasal dari golongan Arab namun tak sedikit pula yang berasal dari Iran, Khorasan dan Transoxiana. Meski demikian pasukan-pasukannya bukan diambil dari suku atau etnis melainkan dari kota atau desa tempat tinggalnya.
Pasukan Abbasiyah terutama yang berasal dari Turki terkenal akan kemampuan berkuda dan memanahnya. Mereka bahkan sudah berlatih sejak kanak-kanak sehingga ketika dewasa sudah siap bertempur di medan perang.
Jumlah pasukan Abbasiyah selalu berubah-ubah namun yang berada di perbatasan wilayah relatif berjumlah tetap yakni sekitar 125.000 orang. Tentara ini ditugaskan untuk menjaga perbatasan Bizantium, Baghdad, Madinah, Damaskus, Rayy dan lainnya. Seluruh pasukannya memakai seragam yang terbuat dari besi seluruhnya bahkan hanya ada lubang untuk bernafas dan melihat. Senjata yang mereka gunakan adalah tombak dan pedang yang banyak digunakan oleh tentara Persia.