Sejarah Pemerintahan Demokrasi Era Reformasi (1998- 2014)

√ Edu Passed Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Mengamati perjalanan kehidupan demokrasi Indonesia harus utuh, karena semua berproses dalam rentetan yang berkesinambungan, bukan berdiri sendiri tanpa kaitan. Kompleks dan rumit, terdiri atas jalinan-jalinan yang kemudian membentuk sistem yang sangat dipengaruhui oleh aktor-aktor utama. Baik itu partai-partai politik, presiden, militer, dan budaya yang kemudian ikut pula membentuk budaya politik Indonesia.

Pemerintahan presiden BJ Habibie

Sidang istimewa MPR yang mengukuhka Habibie sebagai Presiden, ditentang oleh gelombang demonstrasi dari puluhan ribu mahasiswa dan rakyat di Jakarta dan di kota-kota lain. Gelombang demontrasi ini memuncak dalam peristiwa Tragedi Semanggi, yang menewaskan 18 orang.

Masa pemerintahan Habibie ditandai dengan dimulainya kerjasama dengan Dana Moneter Internasional untuk membantu dalam proses pemuliha ekonomi. Selain itu, Habibie juga melonggarkan pengawasan terhadap media massa dan kebebasan berekspresi.

Presiden mengambil prakarsa untuk melakukan koreksi. Sejumlah tahanan politik dilepaskan. Tahanan politik dibebaskan secara bergelombang. Setelah Habibie membebaskan tahanan politik, tahanan politik baru muncul.

Sejumlah aktivitas mahasiswa diadili atas tuduhan menghina pemerintah atau menghina kepala negara. Desakan meminta pertanggungjawaban militer yang terjerat pelanggaran HAM tidak dapat dilakukan karena kuatnya proteksi politik.

Bahkan, sejumlah perwira militer yang oleh Mahkamah Militer Jakarta telah dihukum dan dipecat karena terlibat penculikan, pada akhirnya kembali duduk dalam jabatan struktural.

Beberapa langkah perubahan diambil oleh Habibie, seperti :

  • Liberalisasi parpol
  • Pemberian kebebasan pers
  • Kebebasan berpendapat, dan
  • Pencabutan Undang – Undang Subversi

Walaupun begitu, Habibie juga sempat tergoda untuk meloloskan Undang – Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya, namun urung dilakukan karena besarnya tekanan politik dan kejadian Tragedi Semanggi II yang menewaskan mahasiswa Universitas Indonesia.

Kejadian penting dalam masa pemerintahan Habibie adalah keputusannya untuk mengizinkan Timor Timur untuk mengadakan referendum yang berakhir dengan berpisahnya wilayah tersebut dari Indonesia pada Oktober 1999.

Keputusan tersebut terbukti tidak populer di mata masyarakat sehingga masa pemerintahan Habibie sering dianggap sebagai salah satu masa kelam dalam sejarah Indonesia.

Pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid

Pada pemilu yang diselenggarakan pada tahun 1999, Partai demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) pimpinan Megawati Soekarnoputri berhasil meraih suara terbanyak (sekitar 35%). Akan tetapi karena jabatan presiden masih dipilih oleh MPR, Megawati tidak secara langsung menjadi presiden.

Abdurahman Wahid, pemimpin partai kebangkitan bangsa, partai dengan suara terbanyak kedua saat itu, terpilih kemudian sebagai presiden Indonesia keempat. Megawati sendiri dipilih Abdurahman Wahid sebagai wakil presiden.

Masa pemerintahan Abdurahman Wahid diwarnai dengan gerakan-gerakan separatisme yang cenderung berkembang marak di Aceh, Maluku, dan Papua. Selain itu, banyak kebijakan Abduraham Wahid yang ditentang oleh sebagian besar anggota MPR/DPR.

Pada 29 Januari 2001, ribuan demonstrasi berkumpul di Gedung MPR dan meminta Abdurahman Wahid untuk mengundurkan diri dengan tuduhan korupsi. Dibawah tekanan yang besar, Abdurahman Wahid lalu mengumumkan pemindahan kekuasaan kepada wakil presiden Megawati Soekarnoputri.

Sekitar pukul 20.48, Abdurahman Wahid keluar dari Istana Merdeka. Saat berdiri di ujung teras, beliau bahkan sempat melambaikan tangan kepada massa pendukungnya yang berunjuk rasa. Melalui sidang istimewa MPR pada 23 Juli 2001, Megawati secara resmi diangkat menjadi presiden Indonesia kelima.

Pemerintahan Megawati Soekarnoputri

Megawati dilantik menjadi presiden dengan harapan akan membawa perubahan bagi kemajuan Indonesia. Hal ini akrena merupakan putri presiden pertama Indonesia, Soekarno. Meskipun ekonomi Indonesia mengalami banyak perbaikan, seperti nilai mata tukar rupiah yang lebih stabil.

Namun, Indonesia pada masa pemerintahannya tetap tidak menunjukkan perubahan yang berarti di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan lain sebagainya. Popularitas Megawati yang awalnya sangat tinggi di mata masyarakat Indonesia, kemudian menurun seiring dengan kebijakannya yang kurang terarah.

Hal ini juga ditambah dengan sikapnya yang kurang berkomunikasi dengan masyarakat sehingga ia dianggap sebagai pemimpin yang dingin dan tidak populis. Megawati menyatakan pemerintahannya telah berhasil dalam memulihkan ekonomi Indonesia.

Sehingga, pada 2004, maju ke Pemilu presiden 2004 dengan harapan untuk mempertahankan kekuasaannya sebagai presiden, tetapi gagal memperoleh dukungan masyarakat.

Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

Pada tahun 2004, Indonesia menyelenggarakan pemilu presiden secara langsung untuk pertama kalinya. Ujian berat dihadapi presiden Megawati untuk membuktikan bahwa dirinya masih bisa diterima oleh mayoritas masyarakat Indonesia.

Dalam kampanye, seorang calon dari partai baru bernama Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono, muncul sebagai saingan yang kuat baginya. Partai demokrat yang sebelumnya kurang dikenal, menarik perhatian masyarakat dengan pimpinannya, Susilo Bambang Yudhoyono, yang karismatik dan menjanjikan perubahan kepada Indonesia.

Susilo Bambang Yudhoyono berhasil menarik hati mayoritas pemilih dan partai demokrat memenangkan pemilu legislatif pada awal 2004, yang diikuti kemenangan Susilo Bambang Yudhoyono pada pemilihan presiden.

Pemerintah baru ini pada awal masa kerjanya telah menghadapi tantangan besar, seperti banjir, gempa bumi, dan Tsunami di Aceh dan Nias pada Desember 2004 yang meluluh lantakkan sebagian dari Aceh serta gempa bumi lain pada awal 2005 yang mengguncang Sumatra.

Pada 17 Juli 2005, sebuah kesepakatan bersejarah berhasil dicapai pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka yang bertujuan mengakhiri konflik berkepanjangan selama 30 tahun di wilayah Aceh. Di samping itu juga telah berhasil menjaga Negara Republik Indonesia dari serangan terorisme dan pengendalian konflik kekerasan di daerah sebagai konsekuensi kebijakan otonomi daerah.

fbWhatsappTwitterLinkedIn