Daftar isi
Kerajaan Fatagar mendapatkan pengaruh dari Kerajaan Tidore bahkan sistem kekuasaannya pun masih dengan nama Kerajaan Tidore. Bahkan raja-raja di kerajaan ini pun bekerja di bawah raja Tidore. Mereka membantu kerajaan Tidore untuk mengumpulkan pajak dari masyarakat di wilayah-wilayah kekuasaannya.
Keberadaan raja di Kerajaan Fatagar bukanlah sebagai penguasa dalam masyarakat melainkan sebagai sosok yang membantu kegiatan ekonomi Kerajaan Tidore. Secara tidak langsung, kerajaan ini tidaklah berdiri sendiri melainkan masih berada di bawah pengaruh Kerajaan besar lain yakni Kerajaan Tidore.
Raja yang seharusnya dihormati dan memegang kekuasaan penuh, tidak berlaku pada kerajaan ini. Raja harus tunduk dan patuh atas perintah Sultan Tidore. Raja harus mengikuti segala aturan yang telah dibuat oleh Sultan Tidore.
Raja hanya menjadi simbol kerajaan sedangkan kekuasaan berada di tangan Sultan Tidore. Akibatnya, perkembangan kerajaan pun harus mengikuti perkembangan Sultan Tidore. Itulah mengapa sulit sekali untuk mendapatkan informasi mengenai kerajaan ini. Tidak banyak peninggalan kerajaan yang dapat menjadi saksi sejarah. Berikut ini peninggalan sejarah dari Kerajaan Fatagar.
1. Masjid An-Nur Merapi atau Masjid Merapi
Islam menyebar ke wilayah nusantara dengan jalan damai sehingga mudah diterima oleh masyarakat termasuk masyarakat Papua. Islam dapat diterima dengan baik oleh masyarakat Papua bahkan beberapa kerajaan pernah berdiri di tanah ini.
Salah satunya yakni Kerajaan Fatagar. Secara geografis, kerajaan fatagar berada di Kabupaten Fak-fak, Provinsi Papua Barat yang di mana saat ini kota tersebut menjadi kota besar di tanah Papua. Kerajaan Fatagar menjadi salah satu dari tiga kerajaan tradisional yang berada di Semenanjung Onin.
Tidak banyak yang tau mengenai kerajaan ini dikarenakan minimnya bukti-bukti sejarah. Keberadaannya baru diketahui karena ternyata kerajaan ini masih ada sangkut pautnya dengan Kerajaan Tidore. Salah satu peninggalan dari kerajaan Fatagar adalah masjid An-Nur Merapi atau lebih dikenal dengan masjid Merapi.
Masjid ini berada di Jalan Warap Made, Kampung Merapi sehingga dinamakan dengan Masjid Merapi. Masjid ini menghadap ke arah timur dan dibangun oleh raja dari Kerajaan Fatagar. Saat ini, masjid ini telah mengalami banyak perbaikan sehingga tidak diketahui secara pasti bagaimana bentuk bangunan masjid aslinya.
Bentuk bangunan utama masjid ialah berbentuk bujur sangkar dengan ukuran panjang dan lebar 10 m. Terdapat lima buah pintu masuk yakni 3 buah berada di bagian depan, satu di bagian kanan dan satu lagi di bagian kiri.
Atap bangunan dari masjid ini terbuat dari seng dan bertumpang tiga. Kayu menjadi penutup antara atap yang satu dengan atap lainnya. Pada bagian dalam atap dipasang plafon sehingga tidak akan terlihat kontruksi bangunannya.
Sebagaimana masjid pada umumnya, di dalam masjid terdapat mihrab untuk imam dalam memimpin shalat. Sedangkan pada sebelah kanan mihrab terdapat mimbar yang digunakan khatib untuk memberikan ceramah saat shalat jumat atau hari raya islam.
Pada bagian luar masjid terdapat bedug yang terbuat dari batang pohon kelapa. Sementara untuk bidang yang biasa dipukul digunakan kulit kambing untuk alasnya. Tinggi bedug ini berukuran 70 cm dengan diameter penutup yang terbuat dari kambing yakni sekitar 45 cm.
Raja Fatagar membangun masjid Merapi pada tahun 1883. Dan sampai saat ini masjid tersebut mengalami banyak pemugaran sebanyak 4 kali. Pada tahun 1975 pemugaran pada pintu dengan ukiran berupa tahun pembuatan dan juga pemugaran terakhir untuk masjid merapi.
Angka 1883 menunjukkan tahun dibangunnya masjid ini untuk pertama kalinya sedangkan angka-angka lainnya merupakan tahun renovasi masjid. Sebelum masjid ini berdiri, raja sempat membangun surau yang lokasinya tidak jauh dari tempat berdirinya masjid merapi.
Sayangnya, tidak dapat ditemukan sisa-sisa bangunan surau karena bahan pembangunan surau terbuat dari kayu yang mudah rusak. Dikarenakan banyak masyarakat yang ingin melaksanakan shalat berjamaah, maka raja memutuskan untuk membangun sebuah masjid yakni Masjid Merapi.
2. Kompleks Makam Raja
Sekitar 47 m dari areal sekitar masjid Merapi, terdapat kuburan raja kerajaan Fatagar yang terletak di sebelah timur masjid. Makam raja-raja ini berukuran panjang sekitar 7,92 m, lebar 4,94 m dan berbentuk persegi panjang.
Terdapat pagar besi yang mengelilingi areal pemakaman untuk melindungi keberadaan makam raja. Sedangkan nisan terbuat dari kayu dengan tulisan Arab. Sayangnya, tidak ada yang mengetahui secara pasti siapa saja yang dimakamkan di kompleks makam ini.
Hal ini dikarenakan tulisan pada makam sudah tidak dapat dibaca karena kayu dari nisan ini sudah lapuk. Bahkan beberapa makam sengaja digali untuk digunakan kembali oleh keluarga raja yang baru meninggal.
Kemudian nisan pada makam sebelumnya diganti dengan nisan orang yang baru meninggal sehingga nama yang tertulis hanya orang yang baru dimakamkan. Konon Raja I dan raja II dari Kerajaan Fatagar dimakamkan di kompleks makam ini.
Sayangnya nama pada nisan bukan nama dari Raja I dan Raja II Kerajaan Fatagar melainkan nama orang lain. Hal ini dikarenakan pada makam tersebut sudah ada orang lain yang dimakamkan di makam tersebut. Di bagian luar pagar dari kompleks pemakaman ini terdapat makam-makam kerabat kerajaan dan imam masjid. Pada area pemakaman ini tidak ditemukan jirat ataupun cungkup.
3. Tempat Tinggal Raja Kerajaan Fatagar
Bekas tempat tinggal raja Kerajaan Fatagar letaknya tidak jauh dari kompleks makam yakni sekitar 100 meter ke arah selatan. Sayangnya tidak ditemukan bangunan secara fisik bekas tempat tinggal raja karena bangunan tersebut terbuat dari kayu sehingga mudah hancur.
Informasi mengenai bangunan tempat tinggal raja ini didapatkan dari masyarakat di sekitar wilayah tersebut. Saat bangunan-bangunan kerajaan terbuat dari kayu karena kayu mudah didapatkan ketika itu. Pada bagian sebelah utara tidak jauh dari lokasi terdapat bekas pelabuhan lama yang pernah digunakan ketika itu.
Pelabuhan tersebut berada di Pulau Teber Seram dan Pulau Kei-kei. Sayangnya sama seperti pada peninggalan sebelumnya, bentuk fisik dari bangunan ini sudah tidak ada karena terbuat dari kayu yang mudah hancur. Selain itu, akses menuju bekas pelabuhan pun sulit untuk dilakukan.
Selain di lokasi tersebut, di distrik Fak-fak Kota di kawasan pantai raja ditemukan juga bangunan bekas tempat tinggal raja, makam raja, dan masjid. Bangunan tempat tinggal raja berada di sebelah selatan masjid yang berada di jalan Izak Telussa.
Berbeda dengan bangunan yang berada di dekat masjid merapi, bangunan ini masih digunakan oleh raja dan keluarganya. Bentuk bangunan ini yakni persegi panjang dengan pada dinding bagian kanan dan kirinya terbuat dari batu bata.
Pada bagian depan terdapat sebuah jendela berukuran besar dan terdapat sebuah pintu yang terbuat dari kayu besi. Tampak bagian depan bangunan terlihat polos, tidak ada ornamen atau hiasan yang menghiasi dinding rumah sehingga tidak tidak dapat dibedakan bangunan bekas tempat tinggal raja dengan bangunan di sekitarnya.
Pada bagian dalam bangunan terdapat ruang tamu yang luas. Ruangan ini biasa digunakan untuk menerima tamu dan tempat pertemuan raja dengan para bawahannya. Biasanya di tempat ini pula raja membicarakan hal-hal penting. Pada bagian ruang tamu juga terdapat beberapa kamar. Tidak aturan khusus bagaimana pembagian kamar-kamar tersebut.
4. Masjid Werpigan
Masjid ini dibangun pada tahun 1931 oleh raja ke-9 dan sempat beberapa kali mengalami renovasi. Masjid ini berada di kampung werpigan dan berbentuk bujur sangkar dengan menghadap ke arah timur. Masjid ini mengalami beberapa kali renovasi yakni yang meliputi :
- Perluasan masjid
- Penghilangan tembok asli masjid
- Sebagian kontruksi diganti sehingga tidak terlihat bangunan aslinya.
Renovasi terakhir kali dilakukan pada tahun 1991. Pada bagian sebelah kanan masjid terdapat sebuah bedug yang berbentuk bulat. Bedug tersebut terbuat dari kayu pada bagian atasnya yang menjadi bidang pukul ditutupi oleh kulit binatang.
Adapun ukuran bedug ini adalah 63 cm dengan diameter 97 cm dan diameter bagian tengah sekitar 82 cm dan bagian bawahnya terdapat motif bunga. Sebelah barat masjid terdapat makam keluarga raja Ati-ati yang di mana makam tersebut dikelilingi oleh pagar tembok.
Sama seperti makam sebelumnya, nisan-nisan lama diganti dengan nisan baru karena mengalami pelapukan. Pada bagian sebelah barat masjid kurang dari 2 km terdapat tanah bangunan surau yang pertama kali didirikan oleh raja Ati-ati.
Di mana tanah tersebut berada di di dekat pantai dan tidak terdapat bukti fisik dari bangunan tersebut karena terbuat dari kayu yang mudah hancur. terlebih lagi bangunan tersebut berada di dekat pantai yang mudah terkena air.
5. Manuskrip Kuno
Terdapat 5 buah manuskrip kuno yang berusia 800 tahun di kota Fak-fak. Salah satu manuskrip tersebut merupakan mushaf Al-Quran kuno yang memiliki ukuran 50 cm x 40 cm. Mushaf ini ditulis langsung oleh tangan dan terbuat dari kulit kayu dan dirangkai seperti Al-Quran pada masa sekarang.
Terdapat tanda tangan pada mushaf tersebut berupa gambar telapak tangan dengan jari terbuka. Di mana telapak tangan tersebut ditemukan serupa di Kaimana dan Merauke. Sedangkan tiga naskah lainnya ditempatkan di alang-alang bambu.
Naskah tersebut ditulis di atas daun koba-koba, tumbuhan asli tanah Papua yang kini mulai langka. Ada juga prasasti yang ditulis di atas lempengan kayu, mirip dengan yang ada di lontara (Fakfak:daun pokpok). Menurut masyarakat setempat, 5 (lima) manuskrip pertama dibawa ke Papua oleh Syekh Iskandarsyah dari Kerajaan Samudera Pasai.