Sejarah Sastra Indonesia: Awal Mula Hingga Perkembangannya

√ Edu Passed Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Sejarah dan sastra. Dua kata dengan hubungan lekat tak terpisahkan. Sejarah dan sastra bagai sepasang kekasih, saling melengkapi dan saling mengisi satu sama lain.

Dua kata tersebut tentunya hadir pada masing-masing suatu negara. Suatu negara tentunya memegang sejarah sastra miliknya sendiri. Indonesia yang merupakan suatu negara tentunya pula tidak luput dari sejarah sastra milik Indonesia sendiri.

Sejarah dan sastra hadir dan memberikan gambaran eksistensi daripada negara, bangsa, serta bahasa suatu negara. Dengan memegang sebuah sejarah sastra, suatu negara memiliki gambaran mengenai siklus daripada sastra-sastra negara itu sendiri. Sehingga, bangsa dan publik pun dapat membayangkan perkembangan daripada sastra-satra tersebut.

Awal Mula Hadirnya Sastra Indonesia

Suatu hal dan sesuatu tentunya memiliki awal mula. Awal mula daripada suatu hal dan atau sesuatu tersebut tentunya hadir melengkapi sebagai cerita atau history atas suatu dan atau sesuatu itu sendiri. Begitu pula dengan sastra.

Sastra merupakan unsur penting dalam sebuah bahasa memegang historynya sendiri. Di dalam bahasa itu sendiri, terdapat sesuatu berkaitan dengan kata, kalimat, serta tulisan-tulisan dimana dapat dikenal dengan sebuah karya sastra. Maka dari itu, bahasa dan sastra memiliki hubungan dekat.

Menjatuhkan pandangan jauh ke dalam sastra, tentunya memberikan gambaran daripada kompleksnya atau lebih rincinya suatu tulisan-tulisan dan atau sastra itu sendiri. Gambaran daripada kompleksnya atau lebih rincinya suatu tulisan-tulisan atau karya sastra itu sendiri dapat dimaknai sebagai sejarah sastra.

Sejarah sastra mengandung dua kata, yaiu sejarah dan sastra. Secara umum, sejarah mengandung makna yaitu merupakan sebuah suatu hal dan atau kejadian dengan memiliki periode lama dan sudah terjadi. Dapat dikatakan bahwa di dalam sejarah memberikan gambaran atas peristiwa dan atau kejadian mengenai masa lampau.

Sejarah pula memiliki makna yaitu sebuah asal usul dan atau awal terjadinya atas suatu hal dan atau kejadian tersebut. Sastra secara umum mengandung makna yaitu sebuah literatur.

Sebuah literatur yaitu sastra berawal dari bahasa Sansekerta dengan makna sebuah petunjuk. Dapat diambil makna bahwa sebuah sastra atau literatur merupakan suatu petunjuk atas tulisan-tulisan atau bahasa yang ada.

Jadi, sebuah sastra mengulik lebih dalam kata, kalimat, serta bahasa itu sendiri dengan berdasarkan petunjuk demi mendapatkan pengetahuan berarti dan mendalam mengenai kata, kalimat, serta bahasa tersebut. Sebagaimana sejarah dan sastra saling berhubungan, sejarah sastra merupakan rangkaian dan atau struktur daripada rotasi perjalanan daripada sastra.

Mulai dari lahir, berkembang, tumbuh, dan menetap di setiap insan di suatu negara. Dengan adanya sejarah sastra, gambaran daripada perjalanan sastra dapat dilihat lebih detail lagi.

Sastra Indonesia sudah menunjukkan eksistensinya pada sebelum abad ke 20. Akan tetapi, awal mula sejarah sastra dapat berkat kelambungan eksitensinya pada sastra-sastra tahun 1920.

Tahun tersebut bagai tahun emas bagi sastra Indonesia. Hal ini dikarenakan banyak sastrawan-sastrawan lahir melambungkan karyanya pada era tersebut.

Sebut saja Sitti Nurbaya. Salah satu karya sastra berupa novel ini melambungkan namanya pada era tersebut. Tidak heran apabila era tersebut menjadi era emas bagi sejarah sastra Indonesia.

Perkembangan Sastra Indonesia Beserta Tokohnya

Sejarah sastra masuk dalam kategori hal penting dalam dunia sastra dan bahasa. Sejarah sastra menghadirkan gambaran waktu dimana sastra-sastra mengalami kelahiran dan juga perkembangan.

Daftar perkembangan sejarah sastra dimulai dari Angkatan Balai Pustaka, Pujangga Baru, periode Tahun 45, periode Tahun 60, periode Reformasi, serta Periode Tahun 2000.

Sejarah sastra paling awal ditandai dengan adanya cerita-cerita yang melambung melalui angin. Artinya, karya sastra tersebut mengandung cerita-cerita dengan berlandaskan kepercayaan dan atau berwujud real tanpa adanya unsur imajinasi.

Karya sastra pada era awal seperti pujian-pujian terhadap hal gaib, asal-usul suatu tempat, hewan, dan juga tumbuhan. Selain itu, tulisan-tulisan sebagai penyalur kata-kata indah seperti pantun, syair, gurindam, serta peribahasa.

Angkatan Balai Pustaka

Angkatan Balai Pustaka mendiami periode pada tahun 1920. Dilihat dari rotasi perjalanannya, karya sastra yang masuk dalam Angkatan Balai Pustaka memberikan gambaran akan adanya tokoh sastra dengan latar belakang budaya Sumatra dan Minangkabau. Dengan begitu, eksistensi bahasa Melayu banyak muncul dalam karya sastra pada angkatan tahun 1920. Salah satu tokoh sastra dalam deretan Angkatan Balai Pustaka diantaranya yaitu Marah Roesli.

Marah Roesli sebagai seorang tokoh sastra dengan membawa namanya melalui novel “Sitti Nurbaya”. Marah Roesli merupakan seorang tokoh sastra asal Padang, Sumatra. Selain dirinya dikenal sebagai seorang tokoh sastra, dirinya memegang pekerjaan tetap sebagai seorang dokter hewan.

Pujangga Baru

Deretan Pujangga Baru menghiasi sekitar tahun 1930 hingga tahun 1940. Sebutan deretan satu ini diawali karena dipublikasikannya sebuah majalah sastra yaitu “Pujangga Baroe” pada sekitar awal tahun 1930-an. Eksistensi daripada Pujangga Baru bak memberikan warna baru dalam karya sastra. Hal ini dikarenakan karya sastranya sudah tidak memandang unsur-unsur keterikatan akan adat dan tradisi. Pada karya sastra Pujangga Baru, karya sastranya lebih terarah pada jiwa nasionalisme dan perjuangan, serta kebebasan atas diri sendiri.

Salah satu tokoh sastra pada era ini adalah Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih akrab dengan Hamka. Karyanya yang dipandang banyak mata yaitu novel dengan judul “Tenggelamnya Kapal van der Wijck” pada tahun 1938. Meski tema adat dan budaya sangat kental pada novel ini, akan tetapi semangat melihat tanah air sangat terasa. Hamka merupakan tokoh sastra kelahiran Sungai Batang pada tahun 1908. Keseharian Hamka pernah menjalani karier sebagai seorang wartawan, penulis, dan juga seorang guru.

Periode Tahun 45

Tahun 1945 merupakan tahun penting bagi Indonesia. Hal ini dikarenakan era ini adalah era kemerdekaan dan kebebasan bangsa dari penjajahan. Pada periode tahun 45, karya sastranya memberikan gambaran pada situasi dan juga kondisi era-era perjuangan untuk mencapai kemerdekaan. Selain itu, karya sastra pada periode ini pula mencerminkan fakta akan kenyataan mengenai perjuangan kemerdekaan. Salah satu tokoh sastra periode Tahun 45 yaitu Chairil Anwar. Chairil Anwar merupakan tokoh sastra dengan nama melambung tinggi kala itu.

Dirinya lahir pada tahun 1922 di Medan, Sumatra Utara. Ketika usia menengah, Chairil mulai menggeluti dunia sastra. Karya terkenal dari Chairil Anwar yaitu puisi dengan judul “Aku”. Puisi terbiatan tahun 1943 tersebut memberikan gambaran mengenai kebebasan dan juga kepercayaan akan diri sendiri. Chairil Anwar sebagai tokoh sastra dapat dikatakan sebagai pelopor angkatan era ini, Namanya pun kian terdengar di banyak kalangan telinga, baik pegiat sastra kalangan tua hingga kalangan muda.

Periode Tahun Tahun 60

Era sastra tahun 60 dikenal dengan eksistensi “Horison”. “Horison” merupakan sebuah majalah sastra dan melalangbuana di kalangan publik sekitar tahun 1966. Majalah ini dilambungkan namanya oleh Mochtar Lubis, P.K. Ojong, Zaini, Arief Budiman, serta Taufiq Ismail. Karakteristik pada sastra era saat itu mengangkat tema-tema politik. Sama pada tahun 45, era tahun 60 pula terkenal akan puisi yang menggambarkan kondisi dan suasan terhadap kehidupan di bayang-bayang teror politik. Tokoh sastra pada tahun tersebut adalah Taufik Ismail.

Taufik Ismail merupakan sastrawan Indonesia kelahiran tahun 1935. Dirinya tumbuh di latar belakang guru dan juga wartawan. Tidak heran jika kesukaannya terhadap sastra sudah tumbuh semenjak remaja. Karya terkenalnya yaitu kumpulan puisi dengan judul “Malu (aku) Jadi Orang Indonesia”. Dalam kumpulan puisinya tersebut memberikan gambaran mengenai masalah-masalah politik yang berlangsung pada era tersebut.

Periode Reformasi

Era kontemporer memberikan nuansa baru pada sastra. Sastra yang berkembang pada era ini mengangkat isu politik dan juga sosial. Periode ini berlangsung pada akhir tahun 90 dan terkenal akan peristiwa 1998. Salah satu tokoh sastra pada era ini yaitu Ayu Utami.

Ayu Utami merupakan seorang tokoh sastra kelahiran tahun 1968. Selain sebagai sastrawan, dirinya pula menghabiskan waktunya dalam profesi sebagai jurnalis dan aktivis. Karya terkenal Ayu Utami pada era reformasi yaitu novel dengan judul “ Saman”. Setting novel tersebut memberikan gambaran era tahun yang masih berkecimbung pada isu-isu sosial dan politik.

Periode Tahun 2000

Era sastra tahun 2000 dapat dikatakan sebagai era dengan tokoh-tokoh yang akrab hingga zaman modern. Karya sastra era ini memberikan udara segara bagi penikmatnya karena kandungan unsur-unsur yang bebas serta lebih imajinatif. Tidak hanya itu, karya sastra era ini juga lebih mengangkat banyak tema. Salah satu tokoh era tahun 2000 yaitu Dewi Lestari. Dewi Lestari atau dikenal akrab dengan panggilan Dee merupakan seorang penulis kelahiran tahun 1976. Selain sebagai seorang penulis, Dee juga dikenal sebagai penyanyi.

Karya perdananya yaitu novel dengan judul “Supernova 1: Kesatria, Putri, & Bintang Jatuh”. Novel tersebut hadir di kalangan publik pada tahun 2001 dan mengusung tema fiksi ilmiah. Hingga saat ini Dewi Lestari dikenal oleh banyak telinga dan karyanya sudah banyak diangkat ke dalam layar lebar, salah satunya yaitu “Filosofi Kopi”.

fbWhatsappTwitterLinkedIn