Daftar isi
“Sukarno, yang akrab disapa Bung Karno, adalah Bapak Proklamator Republik Indonesia dan Presiden pertama yang memimpin bangsa ini menuju kemerdekaan. Namun, di balik perannya dalam perjuangan fisik, Sukarno juga menjadi arsitek gagasan dan pemikiran kritis yang membentuk fondasi ideologi negara, Pancasila.
1. Perjalanan Nama dan Julukan
Lahir dengan nama Kusno, Sukarno mengalami perubahan nama menjadi Soekarno pada usia 11 tahun sesuai dengan kepercayaan Jawa. Julukan Bapak Proklamator diberikan sebagai pengakuan atas perannya dalam proklamasi kemerdekaan. Sang Fajar, sebuah julukan indah, diberikan oleh ibunya.
Sukarno lahir pada 6 Juni 1901 di Surabaya, Jawa Timur, sebagai anak pertama dari pasangan Soekemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai. Ketika lahir, orangtuanya memberinya nama Kusno. Namun, pada usia 11 tahun, nama Sukarno diberikan kepada beliau.
Cerita di balik perubahan nama ini terkait dengan kepercayaan Jawa. Menurut tradisi Jawa, nama yang mengandung unsur negatif atau nama yang diberikan pada saat seseorang sakit harus diubah untuk membawa keberuntungan. Oleh karena itu, nama Kusno yang diberikan ketika Sukarno sakit-seringan menjadi Sukarno, mengandung makna positif.
Julukan “Bung Karno” menjadi sangat melekat pada sosok Sukarno. “Bung” adalah sebutan akrab untuk saudara laki-laki atau teman, sedangkan “Karno” diambil dari nama depannya. Julukan ini mencerminkan kedekatan emosional dan rasa kebersamaan yang Sukarno bangun dengan rakyat Indonesia.
Julukan “Bung Karno” sering digunakan untuk merujuk pada Sukarno sebagai pemimpin revolusioner dan Presiden pertama Indonesia. Julukan ini mencerminkan hubungan yang erat antara Sukarno dan rakyat, sekaligus menunjukkan sikapnya yang dekat dan bersahabat dengan masyarakat.
Sebagai Bapak Proklamator dan tokoh sentral dalam perjuangan kemerdekaan, julukan “Bung Karno” mencerminkan kecintaan dan rasa hormat yang mendalam dari masyarakat Indonesia terhadap sosok yang memimpin mereka menuju kemerdekaan.
2. Orator Ulung
Sukarno dikenal sebagai orator ulung yang mampu memimpin dengan kata-kata. Kemampuannya dalam memberikan orasi membakar semangat pendengarnya. Soekarno, atau Bung Karno, tidak hanya dikenal sebagai Bapak Proklamator dan Presiden pertama Republik Indonesia, tetapi juga sebagai seorang orator ulung.
Keahliannya dalam berbicara dan memberikan pidato tidak hanya memotivasi rakyat Indonesia selama perjuangan kemerdekaan, tetapi juga membangkitkan semangat nasionalisme dan patriotisme. Soekarno memiliki keberanian yang luar biasa dalam menyampaikan gagasan-gagasannya.
Karismanya memancar, dan keberanian ini terlihat dalam setiap kata yang diucapkannya. Ia mampu memikat pendengar dengan karismanya yang kuat. Seperti yang terlihat dalam pidatonya di sidang PBB pada tahun 1960 yang berlangsung selama 2 jam.
Pidato-pidato Soekarno selalu sarat dengan kata-kata inspiratif yang mampu memotivasi dan menggerakkan hati pendengarnya. Gaya bicaranya mampu menciptakan perasaan persatuan dan semangat juang.
3. Disegani Dunia
Soekarno, Presiden pertama Republik Indonesia, memang merupakan sosok yang disegani di dunia internasional. Karisma, kepemimpinan, dan ketokohannya membuatnya mendapatkan pengakuan dan hormat dari berbagai negara.
Karismanya membuat Sukarno disegani tidak hanya di Indonesia tetapi juga di beberapa negara di dunia. Beberapa negara mengabadikan namanya dengan menjadikannya nama jalan. Soekarno adalah salah satu tokoh utama dalam gerakan Non-Blok, suatu aliansi negara-negara yang tidak terikat dengan Blok Barat atau Blok Timur selama Perang Dingin.
Keterlibatannya dalam Konferensi Asia-Afrika di Bandung pada tahun 1955, di mana ia menjadi tuan rumah, memperkuat posisinya sebagai pemimpin di dunia ketiga. Sebagai tuan rumah Konferensi Asia-Afrika, Soekarno berhasil membimbing negara-negara di Asia dan Afrika untuk bersatu dalam menghadapi tantangan global dan menggalang solidaritas di antara negara-negara berkembang.
Soekarno berperan aktif dalam pembentukan Gerakan Non-Blok pada tahun 1961, sebuah inisiatif yang mempersatukan negara-negara dunia ketiga dalam menghadapi tekanan dan campur tangan dari kedua Blok besar pada saat itu.
4. Memiliki banyak Istri dan Anak
Sukarno memiliki sejumlah istri, antara lain Oetari, Inggit Ganarsih, Fatmawati, Hartini, Kartini Manoppo, Ratna Sari Dewi, Haryati, Yurike Sanger, dan Heldy Djafar. Oetari Soekarno adalah istri pertama Soekarno. Mereka menikah pada tahun 1921.
Namun, pernikahan ini berakhir dengan perceraian pada tahun 1923. Inggit Garnasih adalah istri kedua Soekarno. Mereka menikah pada tahun 1923, namun pernikahan ini juga berakhir dengan perceraian pada tahun 1938.
Fatmawati adalah istri ketiga Soekarno. Mereka menikah pada tahun 1943. Fatmawati merupakan ibu dari lima anak Soekarno dan tetap menjadi figur yang dihormati dalam sejarah Indonesia. Hartini adalah istri keempat Soekarno. Pernikahan ini berlangsung pada tahun 1953. Hartini memberikan kontribusi besar dalam membantu Soekarno mengurus keluarga.
Kartini Manoppo adalah istri kelima Soekarno. Pernikahan ini berlangsung pada tahun 1962. Kartini Manoppo memberikan dukungan moral dan sosial kepada Soekarno. Ratna Sari Dewi adalah istri keenam Soekarno. Pernikahan ini terjadi pada tahun 1963. Namun, perceraian terjadi pada tahun 1966.
Haryati adalah istri ketujuh Soekarno. Mereka menikah pada tahun 1963. Pernikahan ini juga berakhir dengan perceraian pada tahun 1966. Yurike Sanger adalah istri kedelapan Soekarno. Pernikahan ini berlangsung pada tahun 1963. Sama seperti istri-istri sebelumnya, pernikahan ini juga berakhir dengan perceraian pada tahun 1966.
Yurike Sanger adalah istri kedelapan Soekarno. Pernikahan ini berlangsung pada tahun 1963. Sama seperti istri-istri sebelumnya, pernikahan ini juga berakhir dengan perceraian pada tahun 1966.
Dari pernikahannya, ia memiliki sebelas anak, yaitu Guruh Soekarnoputra, Guntur Soekarnoputra, Rachmawati Soekarnoputri, Taufan Soekarnoputra, Bayu Soekarnoputra, Talitha Soekarno, dan juga Megawati Soekarno Putri, yang kemudian menjadi Presiden Indonesia kelima.
5. Pendidikan dan Kiprah Arsitektural
Menempuh pendidikan di Hoogere Burger School (HBS) dan Technische Hoogeschool te Bandoeng (ITB), Sukarno membangun beberapa gedung penting di Indonesia. Bersama arsitek Frederich Silaban, ia menciptakan ikon Jakarta seperti Masjid Istiqlal, Monumen Nasional, dan lainnya.
Soekarno melanjutkan pendidikannya di Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang Institut Teknologi Bandung atau ITB) dengan mengambil jurusan teknik sipil. Pendidikan ini membekali Soekarno dengan pengetahuan arsitektur dan teknik, yang kemudian memengaruhi karyanya di bidang arsitektur.
Dalam arsitektural, Soekarno memimpin pembangunan Masjid Istiqlal di Jakarta, yang kemudian menjadi masjid terbesar di Asia Tenggara. Desainnya mencerminkan campuran unsur arsitektur Indonesia dan Arab. Monas, yang juga dikenal sebagai Tugu Monas, adalah proyek arsitektural monumental yang diinisiasi oleh Soekarno. Monumen ini menjadi simbol kemerdekaan Indonesia dan terletak di pusat Jakarta.
Gedung Sarinah, yang diresmikan pada tahun 1967, adalah pusat perbelanjaan pertama di Indonesia. Soekarno memahami pentingnya pembangunan fasilitas ekonomi dan pusat perbelanjaan bagi masyarakat. Gedung Sarinah, yang diresmikan pada tahun 1967, adalah pusat perbelanjaan pertama di Indonesia. Soekarno memahami pentingnya pembangunan fasilitas ekonomi dan pusat perbelanjaan bagi masyarakat.
Tugu Selamat Datang, yang sering disebut sebagai “Patung Selamat Datang,” adalah salah satu simbol Jakarta. Soekarno juga terlibat dalam konsep dan perencanaan tugu ini, yang menjadi pintu gerbang kota.
Gedung Pancasila di Jakarta adalah tempat pertemuan resmi di mana Soekarno memimpin sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada tahun 1945, yang kemudian menghasilkan rumusan dasar negara, Pancasila.
Soekarno memberikan perhatian khusus pada Istana Bogor, mengubahnya menjadi tempat peristirahatan resmi presiden. Peninggalan arsitekturalnya terlihat dalam taman dan paviliun-paviliun yang ia desain. Selama masa kepresidenannya, Soekarno menginisiasi proyek-proyek infrastruktur besar seperti Jembatan Merah Putih di Surabaya dan Jembatan Ampera di Palembang, yang menjadi simbol kemajuan dan persatuan nasional.
6. Karir Politik dan Pancasila
Sukarno tidak hanya seorang pemimpin politik tetapi juga seorang pemikir. Ia mencetuskan konsep Pancasila sebagai dasar negara, menandai keberagaman dan keadilan sebagai nilai-nilai Indonesia. Soekarno aktif dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia dari masa mudanya.
Ia terlibat dalam organisasi-organisasi seperti Boedi Oetomo dan Sarekat Islam. Soekarno adalah salah satu pendiri Partai Nasional Indonesia (PNI) pada tahun 1927. PNI menjadi salah satu kekuatan utama dalam perjuangan politik menuju kemerdekaan.
Pada 1945, Soekarno memberikan pidato “Indonesia Acccera” di Gedung Pegangsaan Timur Jakarta, yang menandai dimulainya gerakan nasionalis untuk meraih kemerdekaan Indonesia.Soekarno memainkan peran utama dalam proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Ia bersama dengan Mohammad Hatta menjadi proklamator kemerdekaan Indonesia.
Soekarno menjadi Presiden pertama Republik Indonesia setelah kemerdekaan pada tahun 1945 dan memimpin hingga tahun 1967. Soekarno memperkenalkan konsep “Guided Democracy” pada awal 1960-an, yang memberinya kekuatan eksekutif yang besar.
Namun, konsep ini menjadi kontroversial dan berakhir pada tahun 1966 setelah pergolakan politik. Pada awal 1960-an, Soekarno memimpin kebijakan konfrontasi dengan Malaysia sebagai tanggapan terhadap pembentukan Federasi Malaysia, yang dipandangnya sebagai ancaman terhadap persatuan Indonesia.
Soekarno memainkan peran penting dalam pembentukan Pancasila melalui pidatonya di Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 1 Juni 1945. Pidato ini membahas empat asas dasar negara.
Soekarno bersama dengan tokoh-tokoh lain di BPUPKI, seperti Mohammad Hatta, Ahmad Soebarjo, dan Ki Hadjar Dewantara, berkontribusi dalam merumuskan dasar negara Indonesia yang kemudian dikenal sebagai Pancasila.
Pancasila mengalami penyempurnaan lebih lanjut dalam Sidang PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada 18 Agustus 1945, menjelang proklamasi kemerdekaan. Pancasila menjadi ideologi dasar negara Indonesia dan diadopsi dalam Pembukaan UUD 1945.
Lima sila dalam Pancasila mencakup aspek-aspek seperti keTuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila secara resmi diakui sebagai dasar negara Indonesia dan memandu pembentukan kebijakan pemerintah. Pancasila menjadi dasar filsafat negara yang mewakili nilai-nilai moral dan keadilan. Meskipun masa kepresidenannya penuh dengan tantangan, warisan Sukarno tetap terjaga.
Ia memberikan kontribusi besar dalam membentuk fondasi politik dan sosial Indonesia yang masih terasa hingga saat ini. Soekarno bukan hanya seorang pemimpin politik, tetapi juga intelektual dan arsitek yang membawa perubahan besar bagi Indonesia.
Melalui perjalanan hidupnya, Sukarno meninggalkan jejak yang tak terlupakan dalam sejarah bangsa, sebuah jejak yang terus dihormati dan diinspirasi oleh generasi-generasi berikutnya.”