Biologi

Archaebacteria: Pengertian, Ciri-Ciri dan Klasifikasi

√ Edu Passed Pass education quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Pengertian Archaebacteria

Archaebacteria merupakan kelompok bakteri. Dalam ilmu biologi, bakteri dibagi menjadi dua kerajaan (kingdom) berdasarkan sistem klasifikasi makhluk hidup.

Secara umum, Archaebacteria merupakan organisme sel tunggal yang paling tua hidup di bumi. Dalam bahasa Yunani, Archaebacteria berasal dari kata archaio yang berarti kuno.

Jadi, Archaebacteria merupakan organisme prokariotik (tidak memiliki membran inti sel) yang bersifat primitif dengan sistem proses metabolisme dan fisiologinya yang terjadi di dalam sel serupa dengan sel eukariotik.

Archaebacteria biasanya ditemukan pada tempat-tempat yang ekstrem. Misalnya, sumber air panas, kawah, telaga belerang, atau perairan dengan kadar garam tinggi.

Lingkungan hidup Archaebacteria ini dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, diantaranya metanogen, halofilik, dan termoasidofilik.

Ciri-Ciri Archaebacteria

Secara umum Archaebacteria memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

  • Dinding sel tidak mengandung peptidoglikan, namun berupa polisakarida dan protein
  • Membran plasma mengandung lipid
  • Termasuk organisme prokariotik, artinya tidak mempunyai membran inti
  • Berukuran mikroskopis (0,1-15 mikron)
  • Uniseluler (terdiri dari satu sel saja)
  • Bersifat anaerob.sehingga mampu menghasilkan ATP (Adenosine Triphosphate)
  • Hidup berkoloni
  • Bentuk bervariasi, seperti spiral, bulat, maupun batang
  • Asam nukleat berupa RNA
  • Hidup di lingkungan yang ekstrem
  • Reproduksi dengan cara pembelahan biner, fragmentasi, dan pembentukan tunas

Struktur Archaebacteria

Struktur tubuh Archaebacteria terdiri dari:

  • Flagela: flagela berbentuk filamen yang menonjol terdiri dari protein. Flagela atau flagellum berfungsi sebagai alat gerak bakteri, akan tetapi terdapat bakteri yang bergerak tanpa menggunakan flagela.
  • Pilus (jamak: pili): berfungsi sebagai alat lekat dengan organisme lain, selain itu berfungsi untuk mentransfer DNA dari satu bakteri ke bakteri lain selama proses konjugasi.
  • Kapsul: tersususun dari polisakarida dan air. Kapsul berfungsi membantu bakteri melekat pada permukaan atau bakteri lain, dan berfungsi sebagai alat pelindung dan pertahanan.
  • Dinding sel: befungsi sebagai pelindung dan penentu bentuk bakteri.
  • Membran plasma: berfungsi dalam mengatur pertukaran zat antara sel dengan lingkungannya. Membran plasma terdiri dari fosfolipid dan protein.
  • Sitoplasma: terdiri dari 80% air, protein, asam nukleat, lemak, karbohidrat, ion anorganik, dan kromatofor. Sitoplasma berfungsi sebagai tempat reaksi kimia untuk sel bakteri.
  • Ribosom: tersusun dari RNA dan protein. Ribosom berfungsi sebagai sintesis protein.
  • Klorosom: merupakan struktur yang tepat berada di bawah membran plasma. Klorosom mengandung klorofil untuk melakukan proses fotosintesis.
  • Vakuola gas: berfungsi untuk memungkinkan bakteri mengapung di permukaan air untuk memperoleh cahaya matahari. Biasanya hanya bakteri yang dapat melakukan fotosintetis yang memiliki vakuola gas.
  • DNA: berfungsi sebagai pembawa informasi genetik pada bakteri.
  • Mesosom: berfungsi sebagai pembangkit energi dan merupakan pusat pembentukan dinding sel baru dan pembelahan sel.
  • Granula penyimpanan: berfungsi untuk menyimpan cadangan makanan.

Reproduksi Archaebacteria

  • Pembelahan biner: dalam pembelahan biner, bakteri membelah secara langsung dari satu sel menjadi dua sel, empat sel, delapan sel, hingga seterusnya.
  • Pembentukan tunas: pada reproduksi ini bakteri membentuk tunas dalam bentuk ranting dan akhirnya mengendap membentuk bakteri baru
  • Fragmentasi: fragmentasi merupakan pemutusan bagian tubuh pada bakteri yang dapat membentuk bakteri yang baru.

Klasifikasi Archaebacteria

Archaebacteria merupakan organisme uniseluler yang hidup di tempat-tempat ekstrem di Bumi.

Menurut para ahli, Archaebacteria dibedakan menjadi 3 (tiga) kelompok berdasarkan metabolisme dan lingkungan hidupnya (ekologi), yaitu sebagai berikut:

Metanogen

Kelompok bakteri metanogen umumnya hidup di tempat-tempat yang kurang oksigen, di lumpur dan di rawa-rawa.

Ada juga spesies metanogen lain yang bersimbiosis di dalam pencernaan hewan ruminansia dan pencernaan rayap yang berperan sebagai agen fermentasi selulosa, contohnya Ruminococcus albus. Bakteri metanogen bersifat anaerobik dan kemosintetik.

Pada umumnya, bakteri kelompok metanogen memperoleh makanannya dengan membusukkan bahan organik yang ada di lingkungannya. Bakteri jenis ini memiliki proses metabolisme yang khas dengan cara mereduksi gas karbon dioksida (CO2) untuk membentuk gas metana (CH4). Contohnya Methanobacterium dan Methanococcus janascii.

Halofilik (Halofil Ekstrem)

Bakteri dalam kelompok halofilik hidup pada lingkungan dengan kadar garam yang tinggi, seperti di Laut Mati dan di danau air asin.

Sesuai dengan penamaan kelompoknya, halofilik dibagi menjadi dua kata dalam bahasa Yunani “halo” dan “philos“. Kata “halo” memiliki arti garam, sedangkan kata “philos” yang berarti kekasih.

Bakteri jenis ini memiliki korofil untuk melakukan fotosintesis dalam menghasilkan energi dengan cara respirasi aerobik. Bakteri ini disebut bakteriorodopsin yang memberikan warna ungu.

Contoh bakteri kelompok halofilik yaitu Halobacterium, Halococcus, Halorubrum, dan Haloarcula.

Termoasidofilik (Termofil Ekstrem)

Bakteri jenis ini hidup pada lingkungan yang ekstrem bersuhu tinggi dan tingkat keasaman (pH) tinggi. Kondisi yang optimal untuk pertumbuhan bakteri ini berkisar antara 60ºC-80ºC dengan pH 2-4.

Bakteri kelompok termoasidofilik hidup dengan cara mengoksidasi sulfur sehingga sulfur merupakan bahan yang sangat penting sebagai sumber energinya.

Bakteri jenis ini dapat ditemukan di kawah gunung berapi, lubang vulkanik, serta di mata air yang banyak mengandung sulfur. Contohnya Sulfolobus sp, Thermoplasma, Thermococcus celler, Pyrolobus fumarii, dan Polaromonas vacuolata.

Peranan Archaebacteria

Beberapa spesies dari Archaebacteria dapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia. Selain itu ada juga beberapa kelompok Archaebacteria yang memberikan dampak yang merugikan.

Berikut penjelasan manfaat yang menguntungkan dan merugikan dari Archaebacteria, diantaranya:

  • Beberapa enzim pada Archaebacteria dimanfaatkan dalam industri makanan untuk mengubah pati jagung menjadi dekstrin (sejenis karbohidrat). Contohnya: A. Oryzae, Aspergillus niger, Bacillus coagulans.
  • Enzim pada Archaebacteria digunakan sebagai tambahan ke dalam deterjen atau sabun cuci untuk meningkatkan kemampuannya pada pH dan suhu tinggi. Contohnya: Streptococcus bovis dan Bacillus stearothermophilus.
  • Sebagai penghasil bahan bakar alternatif seperti biogas
  • Untuk mengatasi pencemaran, misalnya tumpahan minyak di laut. Contohnya: Pseudomonas, Arthrobacter, Acinetobacter, dan Achromobacter.

Selain memberikan manfaat yang baik bagi kehidupan, beberapa kelompok dari Archaebcteria juga dapat memberikan dampak yang buruk, antara lain:

  • Archaebacteria kelompok halofilik, seperti dapat merusak makanan yang diawetkan dengan garam.
  • Karena Archaebacteria merupakan bakteri yang hidup pada kadar garam tinggi, sehingga dapat mempercepat pembusukan ikan laut.
  • Terdapat spesies Archaebacteria yang menimbulkan penyakit.