Daftar isi
Kerajaan Majapahit adalah salah satu kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah Indonesia pada masa lampau. Kerajaan ini bahkan merupakan yang terbesar diantara kerajaan Hindu-Budha lainnya. Kerajaan yang berpusat di Jawa Timur ini berjaya sekitar tahun 1350 hingga 1389 yakni pada masa pemerintahan Hayam Wuruk.
Kerajaan ini hingga kini masih dikenang oleh rakyat Indonesia meski sudah tidak berkuasa bahkan sudah runtuh. Lalu bagaimana kita bisa mengetahui bahwa kerajaan ini berdiri dan berkuasa ratusan yang lalu? Berikut ini adalah bukti kekuasaan Majapahit baik dari dalam maupun dari luar negeri.
Sebelum membahas bukti keberadaan kerajaan Majapahit dari luar negeri, ada baiknya kita mengetahui bukti yang berasal dari dalam negeri. Bukti-bukti tersebut telah terangkum dalam pembahasan sebagai berikut.
Bukti paling umum dari sebuah kerajaan bercorak Hindu Budha adalah candi. Sebab pemeluk Hindu dan Budha menjalankan ibadah mereka di candi. Berikut ini adalah candi jejak peninggalan kerajaan Majapahit.
Candi Sukuh adalah candi yang berdiri di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Karanganyar, Jawa Tengah. Candi ni ditemukan oleh Johnson yakin utusan dari Thomas Stamford Raffles pada tahun 1815. Candi bercorak Hindu dan berbentuk piramidal ini diketahui dibangun pada abad ke 15 yakni pada masa kekuasaan Ratu Majapahit bernama Suhita.
Jika dilihat secara seksama maka bangunan ini terkesan dan tidak rapi. Hal itu dikarenakan proses pembangunan candi ini dilakukan terburu-buru.
Candi Brahu adalah jejak peninggalan kerajaan Majapahit yang berada di Dukuh Jambu Mente, Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Mojokerto, Jawa TImur. Candi yang dipugar pada tahun 1990-1995 ini memiliki ukuran panjang 22,5 meter dengan lebar 18 meter dan ketinggian mencapai 20 meter.
Setelah diteliti candi ini dbangun oleh Mpu Sendok pada abad ke 15 untuk membakar jenazah para raja Majapahit. Kesimpulan tersebut didasarkan pada penemuan alat pembakaran jenazah di dalam candi bercorak Budha ini.
Di Desa Canggu, Kecamatan Pare, Kediri, Jawa Timur juga menyimpan jejak bukti kekuasaan kerajaan Majapahit yakni candi Surawana. Candi ini pada saat ditemukan dalam keadaan cukup parah namun kemudian dilakukan pemugaran pertama kali pada tahun 1908 oleh D.M. Verbeek dan J. Knebel. Pemugaran kemudian dilakukan kembali dan diselesaikan pada tahun 1915 oleh P.J. Perquin.
Candi Siwa ini diperkirakan berdiri pada abad ke 14 untuk menghormati Raja Wengker. Konon katanya candi berukuran 8×8 meter ini pernah menjadi tempat penginapan raja Hayam Wuruk yakni raja termahsyur dari Majapahit.
Jawa Timur memang merupakan pusat dari kerajaan Majapahit sehingga tak heran jika banyak peninggalannya di sini. Candi Wringin Branjang adalah bukti adanya kerajaan Majapahit yang ditemukan di Candi Desa Gadungan, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar.
Pada candi yang memiliki ukuran panjang 4 m, lebar 3 m dan tingginya 5 m ini tertulis angka 1231 Śaka atau sekitar tahun 1409 M. Diduga angka tersebut adalah tahun dibuatnya bangunan yang digunakan untuk menyimpan peralatan upacara ini.
Candi Tikus merupakan candi yang masih berada di situs Trowulan, Jawa Timur. Candi bercorak Hindu ini ditemukan pada tahun 1914 dalam keadaan terkubur dalam tanah. Namun pemugaran candi berukuran 29,5 m x 28,25 m ini baru dilakukan pada tahun 1980 an. Candi yang dibangun pada abad ke 14 ini masih belum diketahui secara pasti untuk apa dan oleh siapa candi ini dibangun.
Candi Cetho adalah bangunan bersejarah yang berdiri di lereng Gunung Lawu dan ditemukan pada tahun 1842 oleh Van de Vlies. Berdasarkan penelitian candi ini didirikan pada masa pemerintahan Raja Brawijaya V untuk melakukan ritual tolak bala dan ruwatan. Candi yang berada pada ketinggian 1.496 mdpl ini memiliki ukuran yang cukup besar yakni panjang 190 m dan lebar 30 m
Sesuai dengan namanya Candi Pari berada di di desa Candi Pari, kecamatan Porong, kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Candi bercorak Hindu ini ditemukan pada 16 Oktober 1906 oleh pemerintah Hindia Belanda. Setelah dilakukan penelitian candi seukuran tinggi 15,40 meter, panjang 16 meter dan lebar 14,10 meter ini dibangun pada tahun 1371 M oleh raja Hayam Wuruk. Candi ini dibangu untuk memuja Dewi Padi yakni Dewi Sri.
Selain berupa candi, kerajaan Majapahit juga meninggalkan jejak berupa yakni kitab. Kitab merupakan hasil karya sastra pada masa kerajaan. Kitab yang menjadi bukti sejarah adalah sebagai berikut.
Kitab Negarakertagama adalah hasil karya dari Mpu Prapanca yang merupakan sastrawan Jawa yang paling tersohor pada masanya. Kitab yang menjadi sumber sejarah paling kuat ini ditulis pada bulan Aswina tahun Saka 1287 atau sekitar bulan September – Oktober 1365 dalam kalender Masehi.
Isi dari kitab yang ditulis dalam bahasa Kawi ini berisi tentang keagungan Prabu Hayam Wuruk, Asal-Usul kerajaan Majapahit, hubungan keluarga raja, para petinggi kerajaan, sistem pemerintahan, kondisi sosial, politik, keagamaan, hingga adat dan kebudayaannya.
Salah satu kitab yang paling terkenal dari kerajaan Majapahit adalah kitab Sutasoma karya Mpu Tantular. Kitab ini ditulis dalam bahasa Jawa Kuno dan menggunakan aksara Bali.
Mpu Tantular menulis kita ini pada abad ke 14 dan berisi tentang upaya Pangeran Sutasoma yang merupakan titisan Sang Hyang Buddha. Kitab ini menjadi terkenal karena salah satu bait di dalamnya dijadikan semboyan bangsa Indonesia setelah merdeka yakni Bhineka Tunggal Ika.
Kitab Pararaton adalah kitab yang ditulis pada tahun 1481-1600 M dalam bahasa Kawi atau bahasa Jawa Kuno. Kitab ini disebut juga dengan nama Pustaka Raja karena mengisahkan tentang silsilah kerajaan Singasari dan kerajaan Majapahit. Kitab ini berisikan 1126 baris dalam 32 halaman.
Kitab Bharatayudha adalah karya sastra zaman kerajaan Majapahit yang ditulis oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh. Kitab ini ditulis pada tahun 6 November 1157 Masehi dan menceritakan tentang perang antara Pandawa dan Kurawa yang berlangsung selama 18 hari dan disebut sebagai perang Perang Bharatayuddha.
Kitab Panjiwijayakrama adalah kitab yang menceritakan tentang Raden Wijaya hingga akhirnya menjadi raja kerajaan Majapahit. Namun kitab yang ditulis dalam bentuk kidung ini belum diketahui siapa dan kapan ditulis.
Majapahit juga meninggalkan jejak bukti sejarah dalam bentuk prasasti. Beberapa prasasti yang paling bersejarah antara lain sebagai berikut.
Prasasti Kudadu ditemukan di desa Krembangan di Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo tepatnya di lereng gunung Butak. Pada prasasti ini tercantum tahun pembuatannya yaitu 1216 Saka atau 1294 M. Prasasti memberikan informasi seputar usaha Raden Wijaya dalam menyelamatkan diri dari Jayakatwang yang membunuh Raja Singasari, Kertanegara. Dalam pelariannya sang Raja dibantu oleh Rama Kudadu.
Prasasti Sukamerta merupakan bukti sejarah kerajaan Majapahit yang ditemukan di gunung Penanggungan, Jawa Timur. Prasasti ini bertuliskan tahun 1208 Saka atau 1296 dalam kalender Masehi. Dari prasasti ini kita mendapatkan informasi tentang Raden Wijaya yang memperistri 4 putri dari Kertanegara dan penobatan beliau sebagai raja muda di Daha.
Prasasti Prapancasarapura adalah peninggalan yang dibuat oleh salah satu satu ratu Majapahit yakni Tribhuwana Tunggadewi yang berkuasa pada 1328-1350 M. Pada prasasti yang dibuat pada tahun 1320 M ini menceritakan tentang putranya yaitu raja Hayam Wuruk.
Parasa Canggu adalah prasasti yang dibuat pada tahun 1358 M oleh Raja Hayam Wuruk. Raja Hayam Wuruk menuliskan aturan-aturan tentang penyeberangan di sekitar sungai Bengawan Solo dan Brantas.
Prasasti ini ditemukan di desa Surodakan Trenggalek oleh sebab itu lah bukti sejarah ini juga disebut sebagai prasasti Surodakan. Informasi yang didapatkan dari prasasti berkerangka tahun 1447 M adalah tentang bentuk pemerintahan dan sistem birokrasi Kerajaan Majapahit. Majapahit menaungi 14 kerajaan dan rajanya memiliki gelar Bhre.
Prasasti yang ditemukan di Mojokerto ini menceritakan tentang sengketa tanah yang terjadi pada masa itu. Perselisihan tersebut akhirnya diselesaikan pejabat atau hakim yang berkuasa saat itu.
Setelah memahami dan mengetahui bukti sejarah keberadaan kerajaan Majapahit dari dalam negeri, sekarang kita beralih ke bukti yang berasal dari luar negeri.
Dinasti Ming adalah sebuah kekaisaran yang pernah berkuasa di daratan Tiongkok pada masa lampau. Dinasti ini mengirim salah satu alasannya yaitu Cheng Ho ke berbagai penjuru negeri termasuk Nusantara. Dalam perjalanannya pada tahun 1412 ia ditemani oleh seorang penerjemah yang bernama Ma Huan. Penerjemah tersebutlah yang memberitakan adanya kerajaan Majapahit dalam bukunya yang berjudul Yingya Shenglon.
Dalam buku tersebut Ma Huan menuliskan apabila melakukan perjalanan dari Surabaya kemudian dilanjutkan dengan berjalan ke selatan sejauh 42 km maka akan sampai di pasar Zhang-gu, kemudian setelah turun dari kapal dilanjutkan berjalan kaki ke selatan selama setengah hari maka akan tiba di Majapahit. Di tempat ini raja tinggal bersama dengan 200-300 keluarga pribumi dan ada 7-8 orang tua yang menemani raja.
Dalam buku catatan dinasti Ming cukup banyak mengulas tentang Majapahit. Setidaknya ada ⅗ bagian dari total naskah dan pembahasan Majapahit ada pada bab “Jawa”.
Jika pada catatan Dinasti Ming tercantum hubungan baik antara Tiongkok dengan Majapahit, pada catatan ini menyatakan tentang perselisihan antara keduanya. Catatan ini mengisahkan tentang utusan Meng Chi yang dikirim ke Singasari untuk menutup upeti namun tidak berhasil dan justru dipermalukan oleh Kertanegara.
Penguasa Tiongkok yakni Kubilai Khan murka dan mengirim pasukan untuk menggulingkan dan membunuh kertanegara namun sudah dilakukan terlebih dahulu oleh Jayakatwang yaki adipati Kediri. Raden Wijaya yang merupakan menantu Kertanegara diampuni oleh Jayakatwang dan bersedia untuk mengabdi. Raden Wijaya kemudian diberi kepercayaan untuk mendirikan desa baru yang kemudian diberi nama Majapahit.
Jika menelisik sejarah maka akan ditemui bahwa sebelum bangsa Belanda datang, Portugis telah lebih dahulu menguasai Nusantara khususnya di Malaka. Bangsa Portugis mencatat adanya peperangan yang melibatkan antara Kerajaan Majapahit dengan Kesultanan Demak. Berdasarkan catatan tersebut peperangan terjadi sebanyak dua kali yakni 1518 dan 1524.
Majapahit juga ditulis oleh Gaspar Correia yang merupakan penulis sejarah abad ke 16. Dalam catatan tersebut mengisahkan pertemuan Alfonso Albuquerque dengan kapal Majapahit yang tiba di selat Malaka. Alfonso Albuquerque menggambarkan kapal Majapahit memiliki 4 tiang besar dan mampu menampung 600 ton dan sanggup menghalau tembakan meriam besar sekalipun.